Perjalanan ke negara lain memang kadang membuat sentimentil.
Begitu pula dengan kunjungan ke Bosnia Herzegovina kali ini. Semakin aku mengenal negara ini, meski hanya seminggu, rasanya semakin bersyukur punya negara bangsa seperti Indonesia.
Maka, menulislah untuk berbagi. Agar ceritamu abadi.
Merasa sebagai borjuis, orang Perancis malas bicara dalam Bahasa Inggris.
Karena ingin tahu di mana tempat lain untuk membeli tiket, aku bertanya pada petugas di stasiun Gaellani, Paris bagian barat pagi itu. Dia menjawab dalam bahasa yang tak ku mengerti. Dari dialeknya, aku yakin itu Bahasa Perancis. Ini toh juga di Paris.
Aku mengajaknya bicara dalam Bahasa Inggris. Dia tetap saja ngomong dalam bahasa yang tak kumengerti itu. Karena aku tak mengerti apa maksudnya, dan dia juga tak mau diajak ngomong Bahasa Inggris, aku lalu pergi mencari sendiri tempat membeli tiket itu.
Bahasa Jawa itu punya banyak dialek atau logat. Satu tempat berbeda dialek dengan tempat lain. Karena beda dialek ini, dua orang yang berbicara pun kadang bingung pada makna kata lawan bicaranya satu sama lain meski sama-sama ngomong Bahasa Jawa.
Ini aku alami pula ketika di Bromo, Probolinggo. Pembicaraan sesama penunggang kuda yang memandu perjalanan ke puncak Bromo terdengar asing bagiku. Padahal mereka semua berbincang dalam bahasa Jawa, bahasa yang aku akrabi bahkan sejak aku belum lahir.
Aku tanyakan kata ini pada Pak De Google. indonesian english translation machine. Urutan 1 adalah http://www.toggletext.com/index.html.
Aku klik. Lalu coba. Aku pilih Indo to English. Lalu masukkan kalimat ini di kotak Enter Text.
Lagi ngedit tulisan di tempat kerja part time. Di salah satu tulisan aku menemukan kata “kelembapan”. Maka aku ganti huruf “p”-nya dengan huruf “b”. Jadinya “kelembaban”, bukan “kelembapan”.
Tapi, karena beberapa kali muncul dalam bentuk “Lembap” (dengan P), bukan “Lembab” (dengan B), maka aku pun penasaran. Aku cek di kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Terbitan Balai Pustaka. Oalah, ternyata benar. “Lembap”, bukan “Lembab”..
Ketika aku cek di kata “Lembab”, ternyata dirujuk ke “Lembap”. Kata sifat ini artinya (1) mengandung air (hawa dsb); tidak kering benar (tembakau dsb). (2) tidak nyaring bunyinya (seperti gendang yang kendur).
Bondres, tetanggaku di gang, berseru lantang pada William, teman mainnya. “Antem cang ngeling Ci,” teriak Bondres sambil mengepalkan tangan ke arah William. Sore sekitar seminggu lalu dua anak tetangga yang umurnya sekitar tujuh tahun itu sedang main layangan.
William mengambil layangan Bondres lalu membawanya lari. Hanya untuk bercanda. Begitu juga ancaman Bondres ke William dalam bahasa Bali kasar tersebut. Keduanya hanya bercanda.
Teriakan Bondres ke William itu mengingatkanku lagi soal struktur bahasa Bali yang mungkin terdengar aneh di telinga rasa Bahasa Indonesia. “Antem Cang Ngeling Ci” adalah bahasa Bali kasar. Kalau diterjemahkan per kata maka artinya “Pukul Aku Nangis Kamu.” Tentu saja kalima itu sangat aneh terdengar kalau diterjemahkan menurut struktur kalimat bahasa Indonesia.
Ketemu banyak orang dari beragam latar belakang memang menyenangkan. Aku bisa belajar banyak hal pula dari mereka. Begitu pula selama International Editor Meeting majalah tempatku kerja part time di hotel Mercure Sanur sejak Minggu lalu. Salah satu yang kupelajari adalah soal bahasa.
Pertemuan selama enam hari ini menggunakan bahasa Inggris, tentu saja. Namun karena sebagian besar bukan penutur asli (native speaker) bahasa Inggris, maka sangat terasa bedanya dibanding penutur asli. Bisa jadi karena si penutur memang tidak sepenuhnya bisa ngomong bahasa ini dengan baik, bisa jadi juga karena aksennya yang memang tidak ramah di telingaku sehingga susah kumengerti. Tapi, kemungkinan besar adalah karena kemampuanku mendengar bahasa Inggris (listening) memang payah. Makanya aku susah mengerti. 🙁