Ikan Asin Campur Petai. Banjarmasin ternyata…

0 , Permalink 0

Subuh belum tiba ketika kami harus beringsut.

Agak malas untuk bangun sepagi itu. Apalagi, dingin masih memeluk kota setelah hujan deras mengguyur Banjarmasin. Suasana masih gelap di ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan tersebut. Jalan raya pun sepi. Mending lanjut molor, deh, seharusnya..

Namun, kami tidak punya pilihan lain. Jika mau menikmati salah satu daya tarik provinsi ini, maka bangunlah pagi hari. Sebab, pasar apung hanya terjadi di pagi hari, sekitar pukul 06.00 WITA.

Maka, dengan belek yang mungkin masih menempel di mata plus bau badan sisa tidur, kami pun melaju menuju Pasar Terapung Lok Baintan. Dari hotel di Jalan Ahmad Yani pagi itu kami menuju Warung Soto Banjar Bang Amat.

Lah, sepagi itu kok sudah makan soto saja? Bukan. Makan sotonya nanti saja setelah selesai jalan-jalan. Kali ini ke Warung Soto Bang Amat untuk mencari perahu yang akan membawa kami ke Pasar Apung Lok Baintan. Warung ini menjadi pangkalan perahu-perahu penumpang ke Pasar Apung Lok Baintan.

Perahu memang menjadi moda favorit jika ingin menuju Pasar Apung Lok Baintan. Relatif mahal, sih, sekitar Rp 300.000 hingga Rp 400.000, tetapi lebih asyik.

Selama satu jam kemudian, kami menyusuri hulu Sungai Martapura. Menembus gelap dan dingin pagi. Meninggalkan kecipak air sepanjang perjalanan di antara kerlap-kerlip lampu dari rumah sepanjang sungai kecokelatan ini.

Di timur sana, searah mana perahu kami menuju, langit terlihat merah saga. Matahari pelan-pelan datang serupa kecepatan perahu kami saat mendekati Pasar Apung.

Sekitar 45 menit setelah meninggalkan pangkalan, kami mulai melihat tanda-tanda keriuhan pasar. Beberapa perahu berukuran lebih kecil, namanya perahu klotok, menuju ke arah sama dengan kami. Penumpangnya satu atau dua orang membawa aneka rupa jualan: pisang, jajan, sayur, kenang-kenangan.

Makin mendekati pasar, keriuhan makin terasa. Perahu-perahu klotok itu berjejer seolah berlomba mengejar rezeki. Sampai kemudian di titik utama, ratusan perahu klotok serupa menyambut kami.

Seperti biasa, setiap kali melihat kumpulan perahu begini, ingatanku langsung tertuju pada adegan dalam novel Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer. Terbayang bagaimana pasukan kapal dan perahu dari Tuban, Jawa Timur beriringan menuju Melaka menyerbu Portugis.

Cuma, kali ini kamilah yang diserbu. Perahu-perahu klotok itu agresif mendatangi kami. Menawarkan tak hanya aneka dagangan, tetapi juga hal lain yang menyenangkan, pantun!

Beli tivi di Kota Garut.
Kota Garut banyak wisatawan.
Cari istri mah lebih baik yang gendut.

Karena yang gendut itu tahan semalaman..

Iyaaaa. Teriakku setelah mendengar salah satu ibu menyambut kami dengan pantun. Ibu berjilbab itu menawarkan aneka dagangan dari perahunya: buah jeruk, jambu air, pisang, dan nasi bungkus. Mata sipitnya berbinar-binar ketika membacakan pantun.

Pantun demi pantun kemudian menyambut kami. Temanya mulai dari ajakan membeli sampai soal istri gendut itu tadi. Seru sekali.

Selama sekitar 30 menit kami di sana. Menikmati irama pantun, riuh pedagang, kecipak air, hangat kopi, manis kudapan, dan hidup yang begitu bergairah di Pasar Apung Lok Baintan. Setelah membeli suvenir, nasi bungkus untuk dibagikan, dan menikmati kopi di atas kapal cepat, kami pun kembali ke Banjarmasin.

Tidak ada jejak yang kami tinggalkan kecuali gelombang kecil ketika perahu kami kembali melaju. Menambah kecepatan meninggalkan Lok Baintan. Sebaliknya, riuh pagi di pasar inilah yang mengendap dalam kenangan. Ternyata, kunjungan ke Banjarmasin ini sangat menyenangkan.

Padahal, pada awalnya, aku tidak terlalu bersemangat ke kota ini. Sebelum berangkat, aku menganggap Banjarmasin tidak terlalu menarik. Apalagi hasil pencarian informasi di Internet dengan kata kunci “wisata Banjarmasin” juga tidak cukup meyakinkan.

Namun, selama tiga hari di kota ini amat menyenangkan. Ikan asin campur petai. Banjarmasin ternyata asoi..

Sunga Martapura yang membelah kota seluas 98,46 km persegi ini menjadi daya tarik utama. Apalagi sangat dekat dan mudah diakses dari hotel tempat kami menginap. Kami cukup berjalan kaki ke salah satu titik populer, Patung Bakantan. Dari sini kita bisa naik perahu menyusuri Sungai Martapura pada sore hari.

Dermaga dan jalur pejalan kaki di sepanjang sungai ini pun nyaman buat jalan kaki atau bahkan lari pagi. Lebar. Datar.

Tentu saja, daya tarik adalah kuliner. Soto Banjar sebagai menu andalan kota ini amat mudah ditemukan di mana saja. Soto Bang Amat yang jadi tempat mangkal kapal untuk ke Pasar Apung hanya salah satunya.

Kuliner lain yang kami nikmati bersama teman di Banjarmasin, Princes Keket, adalah ketupat kandangan. Kami menikmatinya di pinggir jalan di sebuah warung tenda. Banyak pilihan. Menu lain adalah nasi kuning dan mie bancir sasirangan.

Meski rasanya kurang kuat di lidahku, tetapi semuanya tetap juss ganduss. Melengkapi pengalaman tiga hari kami di kota ini.

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *