Dua teman sudah wanti-wanti, waspada kenikmatan menu ikan laut di Lima.
Teman pertama adalah Claudia Van Gool. Cewek blasteran Peru – Belgia yang kini tinggal di Lima tersebut sudah memberi tahu sejak kami di Ekuador. “Kamu akan merasakan sendiri betapa nikmat kuliner Peru,” katanya saat kami di Quito, Ekuador.
Teman kedua adalah Made Supriatma, warga kelahiran Bali yang kini tinggal di Amerika Serikat. Lewat Facebook, Bli Made sudah membuat air liur menetes. “Peru adalah surga untuk seafood!” tulisnya di dindingku.
Dan, mereka memang benar. Ibu kota Peru ini memang benar-benar surga. Menu khas ikan laut (seafood) dengan mudah – dan harga relatif murah- bisa ditemukan di penjuru kota.
Pada hari pertama saya tiba di kota ini, Claudia bersama pacarnya langsung mengajak ke resto kecil dan riuh bernama El Muelle. Minggu siang itu, resto kecil berkapasitas sekitar 50 ini penuh pengunjung. Kami harus antre selama sekitar 30 menit sebelum kebagian tempat duduk.
Ramainya pengunjung di resto kecil ini serupa riuhnya warung Made Weti atau Mak Beng di Sanur.
Menu seafood yang kemudian disajikan memang enak. Pake banget. Apalagi rasanya amat mirip menu Indonesia. Inilah mungkin resep kenapa menu Peru terkenal enaknya terutama di Amerika Selatan. Masakan di sini kaya bumbu dan cita rasa. Seperti juga menu Indonesia.
Menu khas Peru yang amat mirip menu Indonesia itu berupa cumi goreng dan nasi cumi. Dua lainnya tak ada di negeri sendiri, ceviche dan adonan ubi yang dibentuk serupa puding. Ceviche, makanan nasional Peru, berupa potongan ikan mentah berlumur kuah dan siraman jeruk nipis. Asam dan segar.
Saya tak tahu nama menu yang kami santap. Saya cuma ingat satu kata yang tepat untuk menggambarkannya, delicioso.. Nikmat. Hehehe..
Kenikmatan serupa saya temukan ketika makan di salah satu restoran di daerah Magdalena, Lima. Seperti saat bersama Claudia dan pacarnya, kali ini pun saya ditraktir. Staf Kedutaan Indonesia di Peru yang membayar makanan kami. Jadi nikmatnya bertambah berkali lipat.
Sekali lagi saya tak ingat menu itu satu per satu. Kata-kata terlalu susah untuk diingat. Beda dengan rasa. Begitu pula cara saya mengingat cita rasa makanan di resto tersebut.
Pesanan saya berupa nasi kuning dengan bumbu berlimpah berisi potongan-potongan udang. Rasanya amat mirip dengan nasi kuning ala Indonesia. Tapi ini agak basah.
Menu teman lain berupa aneka goreng menu ikan laut termasuk cumi, udang, dan lainnya. Untuk lidah Indonesia, makanan di Peru memang amat akrab terasa. Saya seperti bersantap di negeri sendiri meski terpisah benua.
Leave a Reply