Medan Sungguh Kota Penuh Kejutan

2 , Permalink 0
Bunyi klakson seolah menjadi bagian tak terpisahkan di lalu lintas Kota Medan.

Coba tebak, berapa harga semangkuk bihun dengan irisan daging bebek?

Kami bertiga pun saling menebak. Aku tebak, harganya sekitar Rp 30.000 per porsi. Dua teman lain bilang harganya pasti lebih mahal. Kira-kira dua kali lipat dari tebakanku.

Lalu, kami berlanjut menyantap semangkuk bebek bihun di Medan ini. Bihunnya lembut. Begitu pula irisan daging bebeknya. Empuk. Gurih. Daging bebeknya seperti bersembunyi di antara bihun dan kuah penuh kaldu. Nampol.

Enaknya bihun bebek di kawasan Lapangan Merdeka ini membuat lupa situasi restoran. Riuh. Penuh. Pengap. Padahal, saat itu baru sekitar pukul 11.00 WIB.

Usai bersantap, kami beranjak untuk membayar. (Ya iyalah! Masak mau lari begitu saja.) Kasir resto di ruko ini tidak menggunakan mesin pencatat dan penghitung bayaran. Dia hanya menulis di buku catatan.

Dia menghitung tiga porsi yang kami pesan plus minuman. Srat sret. Keluarlah hitungan total.

“Berapa?” tanya Nenden, teman yang kebagian bayar. Aku sudah menyiapkan lembaran Rp 50.000. Yakin tak akan lebih dari itu.

“Tiga ratus sembilan puluh ribu,” jawab si ibu.

WHATTT???

Kami bertiga langsung berpandangan. Antara kaget dan menahan tawa. Benar-benar tak menyangka, harga per porsi bihun bebek itu sampai Rp 130an ribu. Apalagi, dia tak punya fasilitas pembayaran nontunai, seperti kartu debit atau QRIS. Untunglah uang tunai kami masih cukup.

Harga seporsi bihun bebek itu menjadi penutup perjalanan kami di Medan. Dia sempurna sekali memberikan kesan terakhir tentang kota ini, Medan yang penuh kejutan.

Kejutan sebelumnya adalah harga durian, buah terkenal di kota ini. Sudah terlalu sering aku mendengar ajakan, harus coba durian kalau ke Medan. Katanya, tidak hanya enak, durian di kota ini juga tersedia sepanjang musim. Karena selalu tersedia, aku menduga, harganya juga terjangkau.

Maka, pada malam kedua di kota ini, kami pun menuju salah satu warung durian. Begitu sampai tempatnya, tak tepat juga menyebut tempat ini sebagai warung. Lebih tepat kafe atau restoran kedai. Tampilannya trendi. Luasnya cukup untuk 100 orang lebih. Ada sofa dan meja di halaman. Ada juga meja kursi di dalam.

Layar televisi 50an inchi menampilkan wajah orang-orang penting yang pernah datang ke kafe durian ini. Artis, selebiritis, menteri, hingga calon presiden.

Lalu datang mbak-mbak pelayan menanyakan ke kami. Mau pesan durian apa. Ada tiga jenis: durian lokal, durian motong, dan durian musang king. Dengan pedenya aku bilang, pesan satu-satu saja.

Nike, salah satu teman, lalu mengingatkan, tanya saja dulu harganya. Si mbak pelayan pun menjelaskan. Durian lokal sekitar Rp 100.000 per biji, tergantung beratnya. Durian musang king sekitar Rp 450an ribu per kg. Iya, empat ratus lima puluh ribuan rupiah per kilo. Itu harga per kilo. Kalau sebiji dengan kulitnya, ya, bisalah lebih dari 2 kg.

Artinya, bayar hampir sejuta hanya buat sebiji durian. Hahaha. Modyar!

Akhirnya dengan muka kecut dan kusut, jadilah aku pesan tiga biji durian lokal saja untuk kami bertujuh. Tambah minuman, total sekitar Rp 500.000. Padahal, rasa duriannya juga biasa saja. Tak ada yang istimewa.

Mantra kami pun keluar, Medan memang penuh kejutan.

Nah, jika bihun bebek dan durian hanya memberi kejutan ketika membelinya, maka ada kejutan yang terjadi terus selama kami di Medan. Pengguna lalu lintasnya luar biasa. Saat kami hendak menyeberang, tak ada kendaraan yang berhenti. Sebaliknya, mereka malah mencet klakson.

Bunyi klakson menjadi hal sangat lumrah di sini. Berhenti sedikit, tiiiiit! Ada orang lewat, tiiiit. Ada kendaraan lain berhenti, tiiit! Kendaraan juga bisa berhenti seenaknya sendiri.

Rasanya belum pernah aku menemukan kondisi lalu lintas di kota lain di Indonesia seperti Medan ini. Bahkan di Jakarta sekalipun. Ketika kami ngobrol dengan sopir daring, dia hanya menjawab santai. “Makanya ada istilah, “Ini Medan, Bung!” Nyali kita harus gede meski cuma menang gertak. Hahaha..” kata si bapak.

Aku tidak tahu seberapa akurat pernyataan bapak sopir ataupun pendapatku tentang Medan ini. Namun, itulah yang setidaknya aku temukan selama lima hari di kota ini.

2 Comments
  • Daeng Ipul
    November 29, 2023

    Pertamax!
    Ditunggu kunjungan baliknya gak

  • Dam
    November 29, 2023

    pertamax, gan!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *