Ngobrol Sehari Mengenalkan Hak-hak Digital

0 , , Permalink 0

Mendadak harus ke Yogyakarta lagi.

Padahal, akhir tahun lalu, sudah ke sini untuk liburan. Lalu, sebulan kemudian juga balik ke sini untuk mengaudit keamanan holistik sebuah organisasi masyarakat sipil di kota ini. Eh, karena sebuah program singkat lainnya, hanya berselang tiga bulan setelahnya, harus mengunjungi Yogyakarta kembali.

Kali ini untuk diskusi terfokus tentang hak-hak digital bersama jaringan di kota ini. Kami menggelar diskusinya pada Jumat, 12 Mei 2023 lalu. Dalam diskusi sehari itu, hadir 22 peserta dari beragam latar belakang. Ada mahasiswa, jurnalis, seniman, akademisi, aktivis perempuan, praktisi keamanan, dan lain-lain.

Dengan latar belakang beragam, kami berharap informasi dan pengetahuan yang kami peroleh juga semakin banyak. Ada yang sifatnya teoritis dan konseptual, tetapi dilengkapi kemudian dengan hal-hal praktis dan empiris.

Mbak Novi Kurnia, akademisi yang juga pegiat literasi digital di Yogyakarta, memantik diskusi dengan memberikan pemahaman awal tentang hak-hak digital. Kami anggap penting untuk memberikan dasar pengertian hak-hak digital ini agar peserta diskusi juga bisa melihat bagaimana isu ini relevan bagi mereka.

Mengutip beberapa sumber, termasuk materi SAFEnet, Mbak Novi mengatakan bahwa pada dasarnya hak-hak digital ini adalah hak asasi manusia yang menjamin tiap warga negara untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan informasi di media digital. Ragam hak digital ini mencakup tiga aspek, yaitu hak untuk mengakses Internet, hak untuk bebas berekspresi, dan hak atas rasa aman.

Saat ini, hak-hak digital tersebut menghadapi banyak tantangan. Dalam hal akses Internet, misalnya, masih terdapat kesenjangan dengan alasan beragam. Ada karena gender, usia, ekonomi, dan lokasi.

Hal penting yang ditekankan peneliti Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada ini adalah soal kesenjangan digital di kalangan perempuan. Mengutip riset berjudul “WhatsApp Group and Digital Literacy among Indonesian Women”, sebanyak 73,8 persen perempuan cenderung mengabaikan hoaks politik.

Perempuan juga menjadi lebih rentan ketika berbicara tentang keamanan digital. Bentuk ancaman paling nyata adalah kekerasan berbasis gender online (KBGO). Dari tahun ke tahun, data KBGO ini terus bertambah.

Menurut pemantauan kami di SAFEnet, selama tahun 2022 terdapat 698 aduan KBGO. Naik dari 677 aduan pada tahun 2021. Dari jumlah aduan sepanjang tahun 2022 tersebut, 498 korban adalah perempuan. Lebih dari 71 persen. Artinya, dari 10 korban KBGO, 7 di antaranya adalah perempuan.

KBGO itu menyebar ke berbagai kota, meski Jawa masih menjadi lokasi paling banyak, mencapai 67,8 persen. Salah satunya di Yogyakarta.

Menurut Amalia Rizkyarini, konselor psikologi Rifka Annisa, selama tahun 2022 terdapat 11 kasus KBGO di Yogyakarta. Data KBGO tersebut diperoleh Rifka Annisa berdasarkan laporan yang masuk dan mereka dampingi.

Dari 11 kasus tersebut, hanya 4 yang bisa ditangani hingga ke kepolisian. Salah satunya adalah kasus penyebaran foto pribadi korban oleh mantan pacar. Pelaku dihukum 4 tahun 6 bulan.

Tentu saja ini kabar gembira. Sebab, korban KBGO sering kali justru menjadi korban ganda. Sudah jadi korban oleh pelaku, biasanya ditambah lagi oleh perilaku aparat yang tidak mengerti isu KBGO dan membuat korban semakin mengalami dampak buruk.

Menurut Amalia, sih, keberpihakan terhadap korban di Yogyakarta ini karena Unit Siber di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta memang memiliki perspektif bagus terhadap korban KBGO, terutama perempuan.

Nah, mungkin praktik baik inilah yang perlu disebarluaskan. Salah satunya lewat diskusi terfokus sehari ini.

Karena itulah, setelah pemaparan materi dari Novi dan Amalia, kami melanjutkan diskusi kelompok. Metodenya angkringan. Tiap angkringan membahas topik spesifik, yaitu situasi dan tantangan hak-hak digital, sumber daya dan peluang pemenuhan hak-hak digital, dan strategi kolaborasi.

Seperti ngobrol di angkringan, diskusi sehari itu berlangsung santai dan guyub. Dari satu angkringan, peserta diskusi pindah ke angkringan lain. Saling bertukar informasi, saling melengkapi persepsi.

Biar makin lengkap, tentu lebih bagus lagi kalau diskusi semacam ini juga diadakan di kota-kota lain. Jadi, mari lanjut ke mana lagi setelah ini?

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *