Tipu Daya Pengemis di Kota Paris

0 , Permalink 0

paris

Kali ini aku tidak akan tertipu. Pasti itu.

Karena itu, aku tidak lagi pura-pura iba termasuk kepada lelaki yang berjalan agak pincang itu. Tidak juga berbaik sangka meskipun dia tersenyum manis menyambutku masuk kereta.

Ini Paris, Bung!

Perjalanan ke Paris kali ini untuk hadir pada konferensi parapihak terkait isu perubahan iklim ke-21 atau Conference of Parties (COP 21).

Aku bernasib baik mendapat undangan dari CFI Media, lembaga dari Perancis yang mendukung kebebasan media di negara-negara berkembang. CFI Media memberikan beasiswa liputan tentang perubahan iklim. Aku dan dua teman dari BaleBengong termasuk penerima beasiswa ini bersama delapan media lain di kawasan Asia Tenggara.

Pertemuan di COP21 menjadi pertemuan terakhir para penerima beasiswa ini. Sebelumnya, sudah ada tiga pertemuan lain di Kuala Lumpur, Bangkok, dan Hanoi.

Senang sekali bisa jalan-jalan lagi ke Paris dengan modal pengalaman lima tahun lalu. Ketika pertama kali ke Paris, aku memang pernah tertipu. Pada wajah-wajah mengiba sepanjang jalan pusat-pusat keramaian. Juga pada para pengemis atau penjual yang agak memaksa.

Ironi Pengemis di Kota Paris

Ketika itu, aku masih polos. Hehehe.. Jadi, saat itu aku langsung merasa iba begitu melihat ibu-ibu paruh baya duduk menengadahkan tangan. Atau pada ibu-ibu muda dengan penutup kepala serupa jilbab, memberikan catatan di kertas.

Dalam tulisan itu biasanya ada catatan singkat dalam bahasa Inggris. Hanya sekitar 20 kata. “Kami imigran dan gelandangan di sini. Kami punya anak di negara kami yang harus makan. Bantulah kami..”

Beberapa catatan lain berisi informasi dan permintaan kurang lebih sama.

Begitu pula lelaki berjalan agak pincang di kereta Bandara Charles de Gaulle, Paris awal Desember lalu. Dia tersenyum menyambut siapa pun yang baru masuk kereta. Dia bahkan menawarkan bantuan kepadaku untuk mengangkat sekitar 30 kg bagasi yang aku bawa.

Tapi, aku sudah menduga. Begitu pintu kereta sudah tertutup lalu berjalan ke jurusan Paris Nord yang aku tuju, dia mengeluarkan catatan sakti itu. Kertas berwarna kuning selebar telapak tangan itu berisi tulisan kurang lebih sama dengan yang aku baca lima tahun lalu.

“Hello. I am homeless. I have 2 childs and I do not work. Help me to survive with my family. God bless you, you and your family wishes you a good day. 2 Euro or 1 ticket restoring. Thanks a lot.”

Untunglah aku sudah mengalami sebelumnya. Jika tidak, pasti aku dengan sok baik hati akan memberinya 2 Euro. Lumayan juga itu, hampir Rp 30 ribu hanya untuk pengemis.

Dengan muka cuek bebek, aku memberikan kembali catatan itu kepada lelaki tersebut. Mukanya muram seperti cuaca Paris pagi itu ketika aku baru tiba di sana. Dia kemudian turun di stasiun kedua.

Namun, wajah-wajah serupa datang lagi menggantikan dia. Penampilan dan gaya mereka tak jauh beda. Inilah wajah yang amat biasa ada di Paris, kiblat mode dunia sekaligus kota gemerlap dunia. Sisi lain sekaligus ironi dari kota ini.

Wajah-wajah itu hilir mudik di kereta menuju stasiun Paris Nord, tujuanku kali ini. Sekitar tiga puluh menit kemudian, kereta tiba. Begitu keluar dari stasiun, wajah-wajah gelandangan dan pengemis ternyata lebih banyak lagi.

Selamat datang di Paris..

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *