Kampung Glam, Masa Silam Singapura yang Beragam

0 , , Permalink 0

Singapura kali ini menawarkan sesuatu yang berbeda.

Dari namanya sih sangat Islami, Haji Lane. Namun, tempat ini sekarang menjelma sebagai tujuan wisata Singapura lengkap dengan kenikmatan duniawinya.

Aku menemukan tempat ini hanya kebetulan. Lokasi diskusi terfokus (FGD) tentang keamanan digital seama dua hari lalu tak jauh dari Kampung Glam, tujuan wisata yang mulai populer, di negara kota ini. Begitu cari lokasi jalan-jalan di dekat hotel, taraaaa, Internet mengenalkan Haji Lane kepadaku.

Gulir-gulir baca ulasan dan melihat fotonya di ponsel, sepertinya Haji Lane ini asyik. Maka, jadilah hari itu juga pas baru tiba, aku langsung melali ke sana.

Haji Lane sebenarnya hanya nama salah satu jalan kecil di kawasan Kampung Glam yang sebelumnya terkenal dengan nama Kampung Arab ini. Panjangnya mungkin tak lebih dari 300 meter ini. Tak tahu juga kenapa Haji Lane lebih populer dibandingkan kawasan di mana jalan ini berada.

Nama-nama jalan lain di sekitar sini ada Arab Street, Baghdad Street, Muscat Street, dan Bali Lane. Dan, itulah salah satu kejutan baru pas di sana.

Ternyata ada juga nama jalan Bali. Aku sih haqqul yakin saja bahwa nama Bali Lane itu memang merujuk pada nama Pulau Bali. Soale kan di sana pakai nama-nama kota atau etnis.

Agak unik juga karena nama Bali bisa berada di antara nama-nama kota dari kawasan Timur Tengah itu. Sayangnya memang tak ada petunjuk lebih lanjut mengenai asal usul Bali Lane ini di sana.

Sejarah tentang Haji Lane pun termasuk sedikit. Kata Wikipedia sih Haji Lane ini karena pada masa lalu tempat ini sering jadi tempat tinggal para penyelenggara ibadah haji. Mereka memberikan layanan ibadah haji untuk muslim di Singapura ataupun negara tetangganya, termasuk Indonesia.

Haji Lane kemudian berkembang menjadi kawasan niaga dengan produk-produk khas dariTimur Tengah. Sampai saat ini, jejak-jejak itu masih ada. Masih ada beberapa toko yang menjual aneka produk dari Timur Tengah. Pedagangnya juga wajah-wajah dari Jazirah Arab sana.

Menariknya, wajah-wajah etnis Arab itu berdampingan mesra dengan etnis-etnis lain di Singapura: China, India, dan Melayu. Arab, yang tentu saja identik dengan Islam itu, juga asyik-asyik saja menjadi bagian dari kesenangan duniawi pariwisata Singapura saat ini. Kampung Glam menjadi bagian dari keberagaman tersebut.

Bagiku, inilah bagian paling asyik itu.

Secara fisik, warna-warni itu langsung terlihat ketika masuk kawasan Kampung Glam di mana Haji Lane berada. Bagian pertama yang aku lihat setelah sekitar 30 menit jalan kaki dari arah hotel di mana aku menginap justru, sebenarnya, adalah Bali Lane. Cuma aku gak ngeh.

Mural raksasa menutup seluruh bagian dinding. Sekitar 6 x 20 meter. Gambar dominan biru, kuning, dan merah cerah itu berupa figur-figur futuristik dengan latar belakang menara dan bangunan tinggi-tinggi. Terasa segar meskipun riuh dan penuh.

Mural serupa, dengan karakter figuratif dan warna-warni menghiasi dinding-dinding aneka bangunan di sepanjang Haji Lane: kafe, bar, toko suvenir, dan semacamnya. Ini tempat asyik buat nongkrong dan jalan-jalan.

Pengunjung asyik berswafoto sepanjang jalan yang memang bisa memenuhi nafsu para pemuja citra di media sosial.

Aneka kafe bertebaran di sini. Selain yang kontemporer ala Barat, banyak restoran atau kafe menyajikan menu-menu khas Timur Tengah dan Turki. Ada pula restoran yang menyajikan menu-menu khas Indonesia. Kampong Glam Cafe, misalnya, menyajikan menu nasi campur, bakwan, cumi, dan semacamnya.

Jika kurang khas, ada juga Rumah Makan Minang lengkap dengan keterangan berdiri sejak 1954. Kalau pengen menu ala Indonesia yang lebih kontemporer, ada juga Dapur Penyet. Iyes. Menunya memang menyajikan menu ayam penyet dan sejenisnya.

Sayangnya aku keburu kenyang setelah bersantap di Kampong Glam Cafe.

Kalau mau memuaskan jiwa setelah puas menyegarkan mata dan mengenyangkan perut, ada juga masjid di sini. Namanya Masjid Sultan. Masjid di tengah kafe dan bar yang menyajikan minuman beralkohol, ini sih layak mendapat nilai plus-plus. Bukti bahwa kesenangan duniawi juga tetap bisa berdampingan mesra dengan kepuasan surgawi.

Kurang apa lagi coba? Hehehe..

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *