Garuda Indonesia harusnya lebih banyak menyediakan menu khas negerinya sendiri daripada menyuguhkan roti.
Karena belum makan malam, aku mengharapkan ada suguhan makan di penerbangan antara Surabaya – Denpasar, Selasa malam kemarin. Aku berharap pramugari cantik itu menyajikan satu porsi nasi lengkap dengan lauk ayam atau ikan laut. Apa daya, dia tak menyajikan menu yang aku harapkan.
Patung-patung Tua yang Bercerita
Semula aku hanya berniat melihat Manneken Pis, patung anak kecil sedang kencing ikon Belgia. Ternyata aku malah menemukan banyak patung lain di antara menawannya lansekap ibukotanya, Brussels.
Tak banyak yang aku persiapkan ketika berencana berkunjung ke Brussels, Belgia. Aku hanya berniat mampir tak lebih dari setengah hari sebelum melanjutkan perjalanan ke Leuven, kota berjarak sekitar 30 km dari Brussels.
Tujuan utamaku ke Belgia memang bukan untuk jalan-jalan tapi berkunjung ke kantor pusat Vredeseilanden, lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional yang berkantor pusat di Leuven. Lembaga ini memiliki kantor regional di tujuh negara termasuk VECO Indonesia, tempatku kerja paruh waktu.
Selain Egois, Mereka juga Sinis
Merasa sebagai borjuis, orang Perancis malas bicara dalam Bahasa Inggris.
Karena ingin tahu di mana tempat lain untuk membeli tiket, aku bertanya pada petugas di stasiun Gaellani, Paris bagian barat pagi itu. Dia menjawab dalam bahasa yang tak ku mengerti. Dari dialeknya, aku yakin itu Bahasa Perancis. Ini toh juga di Paris.
Aku mengajaknya bicara dalam Bahasa Inggris. Dia tetap saja ngomong dalam bahasa yang tak kumengerti itu. Karena aku tak mengerti apa maksudnya, dan dia juga tak mau diajak ngomong Bahasa Inggris, aku lalu pergi mencari sendiri tempat membeli tiket itu.
Bagi Industri, Nyepi Adalah Komoditi
Spanduk di depan Circle K Jalan Letda Made Putra Denpasar menarik perhatian kami, Sabtu akhir pekan lalu. Saat itu aku, Bunda, dan Bani sedang melintas di depannya. Spanduk itu mempromosikan bonus satu botol untuk setiap pembelian satu kardus bir Bintang. Dia menarik perhatian kami karena menggunakan Nyepi sebagai momentum untuk promosi.
“Happy serene Nyepi celebration with Circle K, buy one cartoon get one bottle,” tulis Circle K di spanduk dan poster tersebut.
Hangatnya Salam, Pahitnya Sirih
Setelah menempuh perjalanan naik turun dan berkelok-kelok dengan sepeda motor sekitar satu jam dari Kefamenanu, kami mulai masuk kawasan hutan. Agus, teman dari Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM) yang menyetir sepeda motor itu bercerita sedikit horor. “Hutan ini ada yang menunggu. Kita harus sopan kalau lewat sini. Kalau tidak, kita akan dapat masalah,” kurang lebih begitu katanya.
Agus melanjutkan cerita. Mantan Petugas Lapangan di Desa Tuntun, Kecamatan Mimaffo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT) itu pernah pulang malam, sekitar pukul 8. Di tengah hutan, motornya tiba-tiba mati tanpa dia tahu apa sebabnya. Maka, dia menghaturkan rokok dan bilang permisi pada penunggu hutan lebat itu. Ajaib. Motornya hidup kembali.
Soekarno Father of Sweet Skull
Nemu foto ini pas lagi pilih-pilih foto kuliner.
Foto diambil di stand pameran Pesta Kesenian Bali Juni 2009 lalu. Di pameran ini, semua memang campur aduk termasuk dua kaos bergambar yang saling berbeda ini. Satunya Bapak Pendiri Bangsa, Soekarno. Satunya lagi tengkorak manis ini. 🙂
Subak pun Dijual di Malaysia
Sebuah email datang di inbox kemarin sore. Pengirimnya Sugi Lanus, teman yang lebih banyak berdiskusi di dunia maya ketimbang bertemu muka. Isi emailnya: Subak sudah pindah ke Malaysia.
Sugi memberikan tautan ke website Restoran Subak di Malaysia. Alamat situs restoran itu pakai identitas Malaysia di belakangnya (com.my). Aku cek alamat tersebut. Walah, ternyata benar. Nama subak yang digunakan restoran tersebut memang mentah-mentah diambil dari Bali.
Tiada Henti Judi di Bali
Karena lama tidak ngobrol dengan tetangga di gang rumah, malam ini aku ikut kumpul dengan mereka. Tempatnya di halaman salah satu warga. Biasanya sih para lelaki tetangga ini pada kumpul di gang saja. Tapi tumben malam ini di halaman rumah jadi tidak kelihatan dari jalan.
Oalah. Pantes. Ternyata mereka sedang main kartu. Enam orang duduk melingkar. Satu di antaranya masih SMP. Sisanya sudah sudah punya anak semua. Hampir semuanya bertelanjang dada di suhu Denpasar yang memang panas malam ini.
Bersembahyang Sambil Jalan-jalan ke Menjangan
Seekor menjangan berdiri di pasir menyambut kami ketika baru berlabuh di dermaga selatan Pulau Menjangan Rabu (14/10) kemarin. Hewan seukuran anjing besar itu sepertinya masih muda. Sebab selain wajahnya yang masih imut-imut juga karena dia belum bertanduk sama sekali.
Menjangan itu berdiri di atas pasir putih. Dia sesekali melihat ke arah kami. Dia terlihat mencari air untuk minum karena berkali-kali memasukkan mulutnya ke air laut. Hewan pemakan rumput itu terlihat agak aneh di antara pasir, karang, dan air membiru di pulau yang sedang kering kerontang karena enam bulan tanpa hujan tersebut.
Belajar Islam Saat Odalan
Menjadi menantu orang Hindu Bali membuat saya juga harus bertoleransi pada upacara-upacara yang diadakan keluarga. Bukan hanya keluarga kecil seperti mertua atau saudara ipar tapi juga keluarga besar. Salah satu ciri khas Bali kan karena kuatnya ikatan di antara keluarga besar terutama saat upacara agama.
Saya tidak terlalu sering ikut upacara seperti pawiwahan (pernikahan), mepandes (potong gigi), atau odalan (perayaan enam bulanan pura keluarga atau desa). Biasanya sih alasannya karena sok sibuk atau karena memang agak malas juga. Bayangkan saja kalau odalan itu diadakan tiap enam bulan sekali di masing-masing keluarga. Kalau ada enam saudara yang mengadakan odalan, berarti bisa tiap bulan saya ikut upcara.