Rumah Tulisan

maka, menulislah untuk berbagi, agar ceritamu abadi.

Tak Banyak Asa di 2025

Mudik keluarga April 2024. Semoga tahun ini bisa mudik bareng lagi.

2024 adalah tahun jumpalitan.

Aku memulainya dengan optimisme. Salah satu yang membuat semangat 45 adalah rencana pindah ke Jogja. Setelah 27 tahun tinggal di Bali, tentu menyenangkan bisa pindah ke tempat lain.

Kami ingin mencari suasana dan tantangan baru.

Tak sekadar rencana, niat untuk pindah itu pun sudah kami wujudkan dengan mencari lokasi tinggal. Kami sudah menemukan tempat di daerah Sewon, Kabupaten Bantul. Hanya sekitar 30 menit dari nol kilometer Yogya. Desanya asri. Adem.

Di luar kebiasaan, aku juga sudah berbagi rencana pindah itu ke saudara-saudara dan beberapa teman. Padahal, biasanya aku menyimpannya sendiri ketika punya rencana. Aku tidak suka berkabar tentang rencana atau dalam proses mewujudkan.

Kali ini berbeda. Mungkin karena saking antusiasnya hendak pindah ke Jogja, kami sudah berkabar rencana itu ke lingkaran terdekat kami.

Recana pindah itu semakin mendekati pada Mei 2024. Desain rumah sudah dibuat. Bani sudah diterima kuliah di salah satu kampus swasta di Yogyakarta. Adik sudah diterima di sebuah sekolah alam.

Kami sudah mengontrak rumah untuk tinggal sementara sembari menunggu rumah baru (hendak) dikerjakan. Aku bahkan sudah mencari truk yang akan mengangkut barang-barang kami dari Denpasar ke Jogja. Niat pindah ke Jogja hanya tinggal hitungan hari.

Namun, benar memang, manusia merencanakan, Tuhan yang menentukan.

Pada minggu-minggu menjelang kami bersiap pindah ke Jogja, tiba-tiba jeder!, ada kabar yang tak pernah kami sangka: Bunda divonis gagal ginjal. Stadium lima. Dia harus menjalani cuci darah dua kali seminggu. Sepanjang hidupnya.

Maka, banyak hal harus berubah, terutama rencana kami untuk pindah ke Jogja. Kami harus menguburnya. Tidak tahu apakah hanya sementara atau selamanya. Kami tak mau terganggu lagi dengan rencana-rencana itu.

Mendampingi Bunda, memastikan dia mendapatkan perawatan dengan baik menjadi prioritas utama. Aku harus menyesuaikan diri dengan situasi baru. Membatalkan beberapa rencana pribadi ataupun pekerjaan.

Pertengahan tahun itu, rasanya kami berada di puncak kereta luncur. Lalu, kami meluncur ke bawah dengan begitu cepat. Selama tiga empat bulan awal, rasanya kami melewati turbulensi. Tidak bisa menerima begitu saja. Masih tidak percaya dan menyangkal: masa, sih, bisa sakit separah itu?

Namun, cara terbaik menghadapi ujian adalah dengan menjalaninya. Tak bisa dihindari. Pelan-pelan kami menata mental kembali. Memang tidak mudah. Kadang-kadang terasa agak melelahkan secara fisik dan mental, tetapi pilihan kami ya memang harus bertahan dan menghadapi semuanya.

Salah satu cara yang kemudian aku lakukan adalah dengan mencatat hal-hal baik. Aku membuat jurnal syukur di sebuah buku tulis. Mengulang masa-masa SMA dan tahun-tahun pertama jadi mahasiswa.

Baru dua kali tulisan di jurnal, sudah tidak pernah menulis lagi. Padahal, idenya bagus. Mencatat hal-hal baik yang bisa disyukuri ketika hidup terasa begitu pahit.

Lalu apa saja hal baik sepanjang 2024? Tentu tak terhingga jumlahnya dibanding situasi buruk yang kami terima.

Pertama, adik sudah bisa naik sepeda motor. Terlalu awal, sih, sebenarnya di usia yang baru 12 tahun. Cuma, sepertinya sudah jadi keniscayaan, anak-anak belia terpaksa naik sepeda motor di kota yang transportasi publiknya sekarat ini.

Setelah sekitar 2 bulan belajar, dengan keliling kompleks perumahan dekat tempat tinggal tiap minggu, akhirnya dia pun lancar. Hepi lihatnya. Apalagi pas dia naik Vespa dan aku dibonceng. Semringah melihat si adik sudah lancar meski masih terbatas di perumahan saja. Hanya sekali dua kali lewat jalan raya karena memang belum waktunya.

Kedua, Bani pertama kali ikut aksi demonstrasi. Pada Agustus 2024, muncul gerakan #PeringatanDarurat untuk merespons rencana DPR mengubah putusan Mahkamah Konstitusi mengenai ambang batas pencalonan kepala daerah. Rencana DPR itu diduga untuk mempermudah anak bungsu Joko Widodo untuk maju sebagai calon kepala daerah Provinsi DI Jakarta.

Sebagai mahasiswa baru, Bani sepertinya makin peduli isu politik, termasuk Peringatan Darurat tersebut. Dia juga bertanya ke kami tentang gerakan itu dan rencananya ikut aksi. Hepi lihat anak sendiri ikut aksi demonstrasi mahasiswa, seperti ayahnya 27 tahun lalu.

Di luar urusan anak-anak, banyak hal lain layak untuk dirayakan: masih banyak keluar kota baik untuk urusan pekerjaan lembaga maupun sebagai konsultan, masih bisa rajin lari pagi, masih bisa baca banyak buku, dan.. masih mampu mengurangi kecanduan pada media sosial.

Ternyata hal-hal sederhana masih bisa membuat bahagia. Salah satu kuncinya, barang kali memang soal mengelola harapan. Tak usah muluk-muluk.

Jadi, mari merayakan hal-hal kecil saja. Mari menjalani hidup lebih santai tanpa ambisi berlebihan di 2025. Mari berjalan lebih pelan dan secukupnya saja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *