Seharusnya Tugu Khatulistiwa Bisa Lebih Mempesona

0 , Permalink 0

Penuh semangat 45 aku menuju Tugu Khatulistiwa.

Namun, setelah hampir satu jam perjalanan penuh perjuangan menembus kemacetan lalu lintas kota, aku hanya menemukan kekecewaan di sana. Jauh dari yang kubayangkan.

Petang itu, aku tiba di sana bersamaan dengan Maghrib. Suasana sudah gelap. Parahnya lagi pintu utama masuk Tugu Khatulistiwa sudah tutup. Aku terlambat.

Sialan!

Menurut Google Maps dan aplikasi Gojek, waktu tempuh dari Hotel Neo, tempat di mana aku menginap dua hari di Pontianak, ke Tugu Khatulistiwa hanya sekitar 25 menit jika naik mobil. Dengan sepeda motor, aku kira akan lebih cepat.

Nyatanya, lalu lintas Pontianak petang itu ternyata serupa Jakarta juga. Macet di mana-mana terutama di jalan-jalan utama ke arah luar kota. Maka, perjalanan ke sana pun lebih lama dari apa yang aku baca di Google Maps ataupun aplikasi.

Hasilnya, ketika sampai di sana, Tugu Khatulistiwa sudah tutup.

Sebelum berangkat, aku mengira tempat ini juga buka pada malam hari. Karena dia menjadi semacam ikon Pontianak, maka aku bayangkan, dia adalah tempat asyik buat nongkrong tak hanya warga setempat tetapi juga para pesinggah yang datang satu dua hari seperti aku.

Karena itu, begitu tiba di Pontianak sekaligus untuk pertama kali menginjakkan kaki di Kalimantan, aku sudah berniat untuk berkunjung ke tempat ini.

Ada alasan sentimentil yang membuatku sangat bernafsu berkunjung ke Tugu Khatulistiwa.

Aku sudah pernah jauh-jauh ke negara lain di balik Bumi sana, Ekuador. Salah satu tempat yang aku kunjungi saat itu adalah Monumen Pusat Bumi yang dalam bahasa Spanyol disebut Mitad del Mundo.

Perjalanan sehari di monumen berjarak sekitar 30 km di utara pusat ibu kota Ekuador, Quito itu menyenangkan. Banyak hal keren yang aku ingat. Atraksi telur berdiri, putaran air yang berbeda antara di lintang utara dengan lintang selatan, museum manusia purba, sampai stempel di paspor.

Dalam kenangan yang masih aku simpan, Ekuador yang memiliki nama dari garis imajiner Ekuator atau dalam bahasa Indonesia disebut Khatulistiwa, bisa mengemas keunikan tempatnya menjadi sebuah tempat memesona. Ekuador di Amerika Selatan sana bisa mengemas potensi tempat yang dilewati garis Ekuator sebagai tempat belajar tentang Ilmu Bumi, tak semata tempat jalan-jalan.

Aku membayangkan Tugu Khatulistiwa di Pontianak akan memiliki hal serupa. Tempat asyik dengan banyak atraksi di dalamnya. Tak hanya untuk jalan-jalan tetapi juga menumbuhkan minat dan pengetahuan tentang uniknya garis khayal bernama Khatulistiwa ini.

Ternyata tidak.

Ini mungkin penilaian terlalu dini. Aku hanya melihat dari luar. Itu pun sudah gelap. Aku belum masuk ke ruangan di mana tugu berada. Karena sudah tutup, aku pun cuma bisa jalan-jalan di sekitar tugu. Memang masuk ke lokasinya lewat pintu pagar belakang yang agak terbuka tetapi kemudian hanya melihat lapak-lapak di sana.

Kesan pertama yang aku lihat, tempat ini tidak terawat. Rumput-rumput tumbuh liar di dalam pagar. Kondisinya kotor. Jalanan terlihat becek.

Sekitar lima lapak kaki lima berada di pojokan. Lebih mirip warung penjual ayam goreng di pinggir jalan daripada kios di sebuah tugu yang seharusnya menjadi ikon tak hanya Pontianak tetapi juga Indonesia.

Sepi. Gelap.

Aku kira akan ada lampu-lampu gemerlap yang membuat tempat ini tetap cantik di malam hari. Aku pikir akan ada deretan kedai asyik buat sekadar duduk-duduk menikmati suasana malam Pontianak.

Tidak ada. Tak ada apapun yang asyik untuk dinikmati pada malam hari di Tugu Khatulistiwa.

Kantor operasional sudah tutup. Beberapa patung satwa dari kayu lumayan menarik. Sayangnya karena gelap dan mereka berwarna cokelat jadi tak terlalu terlihat.

Tak lebih dari 15 menit di sana, setelah melihat-melihat dan foto-foto, cabutlah aku dengan gerundelan. Seharusnya Tugu Khatulistiwa dikelola lebih serius. Ditata lebih rapi. Dilengkapi dengan beragam fasilitas. Ah, tentu bisalah aku berbangga pernah berada di sana.

Mungkin pengelolanya bisa belajar ke Ekuador sana. Bagaimana menyulap garis khayalan itu menjadi sebuah lokasi yang amat menarik disajikan. Sekalian jalan-jalan. Kan lumayan ada alasan menghabiskan anggaran..

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *