Kebingungan menyergap kami saat mendarat di Singapura.
Begitu tiba di Harbourfront Center, pelabuhan penghubung antara Singapura dengan Tanjung Balai Karimun, Riau, kami bingung harus ke mana. Semua tak semudah yang kami bayangkan sebelumnya.
Dalam informasi di Google Maps yang kami baca sebelumnya, terlihat amat mudah. Dari Harbourfront Center cari bus atau kereta menuju Jalan Lavender di mana hotel tempat kami akan menginap berada. Sudah. Begitu saja.
Nyatanya tak semudah itu.
Kami tak memikirkan sebelumnya bus atau kereta yang mana, bagaimana pembayarannya, berapa bayarnya, berapa lama perjalanan, dan seterusnya. Walhasil, kami bingung.
Aku memang sudah pernah ke Singapura sebelumnya. Tapi, sudah tak ingat bagaimana caranya naik transportasi publik seperti mass rapid transportation (MRT), sesuatu yang tak ada di Bali ataupun kota lain di Indonesia.
Setelah baca dan baca lagi informasi di stasiun MRT, barulah kemudian kami paham caranya meskipun tak yakin 100 persen.
Sistem transportasi MRT Singapura kurang lebih begini. Ada beberapa jalur utama yang dibedakan oleh warna. Jalur hijau, biru, merah, oranye, dan seterusnya. Tiap jalur memiliki titik-titik penghubung. Jadi jalur atau warna apapun pasti punya stasiun penghubung di satu tempat.
Jalur kami misalnya. Dari Harbourfront ke Lavender. Tidak ada jalur langsung. Harus naik jalur merah dulu. Turun di stasiun pertama yang aku lupa namanya. Baru pindah ke jalur hijau dan kemudian turun di Stasiun Lavender.
Bayarnya pun dengan cara beli sendiri di mesin penjualan tiket otomatis serupa mesin ATM. Di mesin itu tinggal kita masukkan tujuan lalu akan muncul berapa harga tiket sesuai jumlah tiket yang kita beli. Uang koin atau kertas dimasukkan ke lubang yang disediakan.
Lalu, tarraaaaa! Tiket sesuai tujuan dan jumlah yang dibeli pun muncul. Begitu pula dengan kembaliannya jika kita memang bayar dengan uang lebih besar dibanding jumlah yang harus dibayar.
Kami yang norak pun akhirnya tahu bagaimana sistem pembelian dan pelayanan MRT di Singapura ini. Maka, kami pun melaju di antara para pekerja Singapura yang khusyuk dengan peranti masing-masing selama di kereta.
Dengan MRT murah dan nyaman itu pula kami kemudian menyambangi beberapa tempat di Singapura.
Pertama, Garden by the Bay.
Tempat ini jadi target perjalanan sejak awal setidaknya bagiku sendiri. Pengen saja tahu bagaimana Singapura membuat hutan di tengah kotanya. Biar bisa melihat pula bahwa kota pun bisa menciptakan hutan asri di antara gedung-gedung pencakar langit.
Relatif mudah untuk ke Garden by the Bay. Dari Stasiun Lavender, kami hanya perlu berganti satu kali kereta di Stasiun . Stasiun terakhir kami adalah Stasiun Bayafront. Begitu keluar dari stasiun, setelah menyusuri jalan bawah tanah sekitar 10 menit, kami pun tiba di pintu masuk hutan buatan ini.
Kami mendapat kejutan di pintu masuk ini. Berdasarkan informasi di website resmi Garden by the Bay, ada beberapa pilihan tempat dan harga tiketnya antara $12 hingga $28. Bagi kami lumayan mahal. Apalagi dikali empat.
Aku kira kami harus memilih salah satu dari sekian pilihan dan harga yang ada itu. Namun, kami salah. Ternyata kami hanya perlu bayar $ 2 per orang untuk naik mobil pengantar dari titik depan ke pintu masuk utama.
Ini pun sebenarnya tidak harus. Jika mau, kita bisa jalan kaki menuju pintu masuk utama.
Dari pintu utama ini, kita kemudian bisa menjelajah hampir semua tempat di Garden by the Bay. Gratis! Hanya ada beberapa tempat yang harus bayar untuk masuk. Misal Cloud Forest seharga $20, Flower Dome $12, atau OCBC Skyway $5. Semua harga dalam dolar Singapura.
Tempat lain yang bisa dikunjungi sangat banyak dan luas. Kami yakin seharian di sini pun bakal kurang. Apalagi jika dinikmati dengan sepenuh hati. Pilihan itu antara lain Bay East Garden, Dragonfly and Kingfisher Lake, Heritage Garden, Children Garden, dan lain-lain.
Bagi kami yang jalan-jalan bareng dua anak, tempat terbaik adalah Children Garden. Meksipun gratis, tempat ini sungguh awesome alias ciamik! Ada taman air mancur menari di mana anak-anak bebas main dan mandi. Ada pula tempat permainan untuk petualangan dan tantangan.
Bani dan Satori senang sekali di dua tempat yang berdampingan ini. Sekitar dua jam kami di sana sebelum kemudian lanjut ke tempat kedua.
Kedua, Marina Bay.
Sebenarnya tempat ini tak terlalu istimewa. Terlalu mainstream. Cuma ya sayang juga jika dilewatkan begitu saja. Apalagi bagi mereka yang pertama kali ke Negeri Singa dan jalan-jalan di sekitarnya.
Dari Garden by the Bay, kami jalan kaki singgah makan siang di mal antara kebun raya dengan Marina Bay. Makanannya banyak pilihan, termasuk nasi padang.
Begitu keluar dari mal tempat makan, kami pun langsung melihat Marina Bay di depan mata. Si Merlion, patung singa penanda Kota Singapura, memancurkan air dari mulutnya terlihat dari tempat kami. Ratusan pengunjung sibuk berfoto ria di sekitarnya.
Menurutku, hal asyik dari Marina Bay justru fasilitas lain di sekitar Patung Singa. Misalnya Jembatan Helix, penghubung dua sisi di Marina Bay yang sebelumnya terpisah teluk kecil. Ada pula Art Science Museum tempat memamerkan karya-karya animasi keren.
Kami sempat masuk Art Science Museum untuk kemudian batal karena tiketnya yang lumayan mahal, $20. :-/
Ketiga, tempat belanja oleh-oleh.
Apalah artinya jalan-jalan tanpa tanda kenangan alias oleh-oleh? Maka, kami pun memburu oleh-oleh terutama buat teman dan keluarga. Ada dua tempat utama, Bugis Market dan China Town. Keduanya agak berbeda.
Bugis Market, seperti namanya, lebih serupa pasar besar. Aneka kaos, gantungan kunci, plakat, dan semacamnya ada di sini. Tapi, jangan terpaku di lantai dasar di mana orang-orang menyemut. Di lantau dua dan tiga juga banyak pilihan.
Bugis Market ini relatif lebih hiruk pikuk dan mahal. Karena itulah kami setengah menyesal ketika esok harinya ke tempat belanja kedua, China Town. Ternyata barang-barang di China Town lebih murah dan beragam. Bagus-bagus pula.
China Town pun lebih tertata rapi dibandingkan Bugis Market.
Satu lagi yang membuat Bani senang tiada tara adalah Tintin Shop, toko koleksi tokoh kartun buatan Herge. Toko ini baru dibuka November 2014 lalu. Dia memajang dan menjual aneka rupa benda terkait Tintin. Ada kaos, buku, DVD, patung, dan lain-lain.
Setelah membeli DVD Tintin, kami pun meninggalkan China Town dengan riang gembira.
August 7, 2015
Yang paling enak di sini adalah Es Potong $1 rasa magnum, dibungkus roti tawar.
Yang kini sudah bisa ditemukan di Carrefour Kuta dan Hardys Gatsu. he…