#JaenIdupdiBali membawa keriuhan pengguna Instagram di Bali.
Tagar alias tanda pagar itu berasal dari bahasa Bali Jaen Hidup di Bali. Artinya, nikmatnya tinggal di Bali. Tagar itu bener banget. Memang enak sih tinggal di Bali.Malu Bertanya, Gunakan Saja Social Media
Ini sebenarnya cerita lama ketika ke Makassar Mei lalu.
Ketika itu aku menginap di daerah Panakukkang. Padahal biasanya tiap kali ke kota tepi pantai ini, aku biasa menginap di daerah ternamanya, Pantai Losari. Karena menginap di daerah baru, aku pun tak terlalu kenal daerah ini. Termasuk soal di manakah tempat mencari makan yang enak.
Selamat Datang Generasi Eksis dan Kritis
Ternyata, netizen Bali itu muda dan berbeda.
Demikian salah satu hasil penting dari survei daring (online) yang kami adakan lewat Sloka Institute selama sebulan lalu. Sebagian hasil survei sudah bisa ditebak. Namun, sebagian lainnya justru mengejutkan. Dan, menyenangkan.Survei daring tersebut kami adakan pada 21 Mei – 20 Juni 2012. Ada 401 responden mengisi survei untuk pengguna internet (netizen) di Bali maupun orang Bali yang tinggal di luar Bali tersebut.
Hiperkonsumerisme, Hiperteks, Hipermedia
Akhirnya, aku menemukan lagi tulisan reflektif dengan bahasa ringan ala Bre Redana. Pemikir dan penulis kajian kebudayaan (cultural studies) ini orang yang meracuniku lewat tulisan-tulisannya tentang gaya hidup sejak 10 tahun lalu. Selalu nyentil dengan bahasa ringan.
Tulisan ini ada di edisi cetak namun aku temukan pula di Kompas Tekno. Selamat membaca dan berefleksi ria.
Media Baru, Alat Perlawanan Baru
Alat baru untuk menyuarakan perlawanan itu ada di internet.
Pakai Twitter Agar Lebih Pinter
Ketika semakin jarang ngeblog, aku justru makin rajin mantengin Tweetdeck.
Di aplikasi Tweetdeck, pengguna bisa mengatur banyak akun jejaring sosial. Selain Facebook dan Twitter, pengguna bisa menambah akun Foursquare (penanda lokasi), Myspace (musik), Buzz (mikroblogging ala Google), dan Linkedin (profil profesional).
Teknologi Informasi Mencerabut Kemanusiaan Kita
Aku pikir teknologi informasi hanya mendorong perubahan dunia nyata ke arah lebih positif. Ternyata itu tak sepenuhnya benar.
Yanuar Nugroho, peneliti dari Manchester University, Inggris menunjukkan hal sebaliknya. Dunia maya ini ternyata malah mencerabut nilai dari kemajuan teknologi informasi itu sendiri. Yanuar tak hanya berteori tapi juga memberikan contoh-contoh ironi ini ketika berdiskusi di Sloka kemarin dengan teman-teman pegiat gerakan masyarakat sipil di Bali.