Mumpung Hari Bumi, mari berbagi pengalaman sehari-hari.
Memang bukan upaya luar biasa. Tapi, lumayan juga sih sebagai sebuah upaya nyata. Juga tidak ada salahnya untuk jadi referensi.
Biasanya, ngobrol tentang lingkungan kan kesannya besar-besar. Kami justru melakukannya lewat hal-hal kecil. Inilah beberapa di antaranya.
Pertama, memilah dan mengolah sampah. Ini benar-benar hal sederhana. Tapi kami pun bahkan baru memulainya sekitar enam bulan lalu. Tidak ada pemicu tertentu. Kami hanya merasa bahwa sampah dari rumah kami masih banyak yang bisa dimanfaatkan.
Kami pun mulai memisahkan sampah. Membagi antara sampah organik dan non-organik, terutama plastik.
Sampah kertas kami jadikan satu bersama koran-koran bekas yang tiap hari terus bertambah. Kami kemudian jual ke pemulung. Sampah organik basah, terutama sisa makanan, kami masukkan ke tong pengolahan kompos.
Tong pengolahan sampah ini dibeli Bunda di kelompok warga adat pengelola hutan monyet di Padang Tegal, Ubud. Ukurannya termasuk kecil. Tingginya sekitar 1 meter.
Namun, daya tampungnya ternyata luar biasa. Hampir tiga kali seminggu kami memasukkan sampah-sampah organik basah ke dalamnya, namun sampai saat ini baru terisi sekitar setengahnya.
Kok bisa? Ternyata karena ada larva-larva yang lahir dari sisa-sisa sampah organik basah tersebut. Memang agak menjijikkan pada awalnya. Tapi, larva-larva itulah yang memakan sampah organik basah itu. Jadinya tak menumpuk dan bau.
Aku bayangkan saja. Seandainya sampah itu hanya dibuang di depan rumah seperti biasa, dia pasti akan menumpuk memenuhi gang di depan rumah kami.
Kedua, menggunakan alat penyaring air minum. Ini alatnya sederhana. Hanya dua tempat air transparan yang ditumpuk. Ember di atas dilengkapi keramik penyaring. Ada teknologinya sendiri. Ember di bawah untuk menampung hasil penyaringan. Dia pula yang mengeluarkan air bersih dan siap minum.
Kalau tak salah, harganya hanya Rp 150-an ribu. Murah meriah. Apalagi jika dibandingkan dengan pengeluaran selama ini untuk membeli air mineral.
Dengan alat penyaring minum Nazava itu, kami tinggal memasukkan air dari kran. Tunggu menetes. Air pun siap diminum. Bersih. Segar. Praktis. Tentu saja yang paling penting adalah kami jadi tidak tergantung pada korporasi besar penghasil air mineral.
Sudah jadi rahasia umum kalau mereka sangat rakus air. Sawah-sawah petani kering setelah perusahaan air mineral mengeruk sumber air di dekat sawah.
Kini, kami tak terlalu merasa berdosa. Setidaknya sekarang hanya mengambil air dari tanah sendiri, menyaring, dan meminumnya. Lebih afdhol lagi karena kami pun membawa botol air minum sendiri.
Jadi, tinggal masukin ke botol yang bisa dipakai berkali-kali. Tidak usah beli air mineral dalam kemasan, kecuali darurat ya. Kita jadi mengurangi sampah plastik akibat penggunaan air mineral.
Ketiga, bikin kebun di rumah. Sejak tahun lalu, kami membuat kebun obat dan tanaman dapur di rumah. Halaman depan dan belakang kami lengkapi dengan kebun horisontal.
Hasilnya tak sebagus yang kami bayangkan. Kami ternyata terlalu malas untuk mengurus kebun di rumah tiap hari. Tanaman sayur seperti sawi dan sayur hijau pada mati. Tapi, lumayan juga. Tanaman merambat markisa kini hijau menambah asri bagian depan rumah kami.
Udara jadi terasa lebih segar. Rumah kami terasa lebih asri. Begitulah Bumi amat baik kepada kami. Memberikan cinta kepada mereka yang merawat dan menjaganya..
Leave a Reply