Dadap Menggunakan Video untuk Perubahan

0 , , , , Permalink 0
dadap

Foto dari Facebooknya Dadap.

Film-film pendek itu terlihat membosankan. Sebagian malah menyedihkan.

Bagian membosankan itu, misalnya, pada video anak-anak membuat mainan seperti gitar. Gambarnya monoton. Selama sekitar lima menit hanya tentang anak memotong batang bambu.

Anak laki-laki berumur belasan tahun itu memotong bambu dengan kapak. Tak tok tak tok. Lalu dia masuk rumah. Memasang tali-tali sejajar batang bambu. Memetik tali-tali itu layaknya senar gitar.

Oalah!! Setelah scene yang terasa begitu lama dan membosankan, barulah kemudian terlihat hasil kerja anak ABG dari sebuah kampung di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu. Dia membuat bas dari bambu!

Di bagian akhir dokumenter, anak laki-laki ABG itu memainkan bass dari batang bambu itu bersama adik perempuannya. Suaranya asyik sekali. Tak kalah dengan pemain bass profesional. Seorang ibu tertawa melihat kedua anak itu bermain dengan antusiasnya.

Kami yang menonton dokumenter pendek itu pun tertawa melihat adegan tersebut.

Film dokumenter berjudul Manubhawa Dhega-Dhega itu salah satu dari lima film yang kami tonton di Studio Minikino, Denpasar Minggu kemarin. Film lain yang menyentuh, sampai aku sendiri antara tidak berani dan tidak tega untuk nonton, adalah Anak-Anak Istimewa.

Film ini menceritakan anak-anak difabel di salah satu desa. Secara fisik, anak-anak itu mengenaskan.

Ada lima film pendek diputar pada Minggu malam itu. Semuanya tentang hal-hal sederhana di Desa Manubhara, Kecamatan Inerie, Kabupaten Ngada, Flores. Pembuat film itu warga desa sendiri.

Orang-orang desa itu bisa membuat film dokumenter pendek tersebut gara-gara Dadap. Nama aslinya Dwitra J Ariana. Tapi, sehari-hari dia lebih dikenal dengan nama Dadap.

Dadap ini pembuat film dokumenter. Sehari-hari bertani di desanya, Jeruk Mancingan, Susut, Bangli. Dia sendiri lebih suka menyebut dirinya sebagai petani yang suka bikin film. “Sehari-hari saya memang bertani,” katanya.

Aku pernah ke desanya bersama teman-teman Sloka Institute untuk memberi pelatihan jurnalisme warga. Dia memang benar-benar bertani. Namun, dia juga tetap membuat film dan bahkan membuat Komunitas Film Maker Bali.

Tahun ini, dengan dukungan dari PNPM, dia mendapatkan kesempatan untuk mengajarkan pengetahuan, keterampilan, dan ide-idenya ke komunitas desa di Flores. Dia pun mengajak warga untuk membuat film-film pendek tentang desanya.

Hasilnya adalah film-film pendek yang diputar malam itu di Minikino. Selesai nonton bareng, kami mendiskusikan film tersebut. Dadap hadir bersama Uno, salah satu anak Flores yang jauh-jauh datang dari Bajawa untuk ikut nobar.

Ada beberapa hal yang membuatku menyampaikan salam hormat terhadap Dadap.

Pertama karena film ini dibuat orang-orang kampung. Aku tahu, ini bukan hal mudah. Mereka yang mendampingi harus bersabar. Jangan buru-buru mau melatih mereka untuk menggunakan kamera apalagi menjadikan rekaman itu sebagai satu kesatuan cerita.

Itu pasti proses tidak mudah.

Nyatanya Dadap berhasil. Mengajak orang-orang desa untuk mau terlibat, peduli, dan merekam desa mereka melalui kamera, benda yang belum pernah mereka sentuh sebelumnya. Parahnya lagi, listrik belum ada di desa mereka.

Alasan kenapa harus menjura pada Dadap adalah karena film-film pendek dan sederhana itu bisa mengubah sesuatu. Ini yang bahkan tak bisa dilakukan film-film panjang dan hebat.

Dadap bersana orang-orang desa di Flores itu mampu melakukannya. Film-film mereka tak hanya merekam dan menceritakan apa yang mereka alami sehari-hari tapi juga.

Misalnya film soal bass dari batang bambu. Gara-gara film tersebut, kini orang-orang tua di desa itu menghidupkan kembali kesenian tradisional yang sudah lama ditinggalkan. Mereka kini berlatih tiap minggu.

Begitu pula film Anak-anak Istiewa. Kini pemerintah setempat menyediakan dukungan untuk anak-anak yang selama ini dianggap tidak ada.

Di tangan Dadap dan orang-orang desa, film pendek amatir itu tak hanya sebagai tontonan tapi alat untuk mendorong perubahan. Dadap dan orang-orang desa itu layak mendapat tepuk tangan.

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *