Salah satu hal yang unik dari pengalaman berburu makanan adalah melihat sisi-sisi lain yang kadang tak nyambung sama sekali dengan makanan itu sendiri. Misalnya… nasionalisme di balik makanan.
Hal ini pertama kali aku sadari ketika ikut Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2002 di Desa Medewi, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, Bali. Ketika aku dan beberapa teman sedang ngopi sore di warung pemilik rumah tempat kami tinggal, datang penjual krupuk menawarkan dagangan.
Uniknya, penjual yang berasal dari Banyuwangi itu justru menjual krupuk palembang itu pada orang Bali. Selain aku yang dari Jawa, pembeli krupuk itu adalah dua teman saya, satu dari Sunda, satu dari Flores. Ah, betapa Indonesia ternyata bisa bersatu lewat makanan berupa krupuk tersebut. π
Di Bali pun demikian. Ada beberapa makanan khas daerah tertentu yang justru dijual oleh orang yang bukan dari daerah tersebut. Bingung? Ambil saja contoh siomai. Di hampir semua tempat di Bali, sepanjang yang aku tahu, selalu saja diisi tulisan khas Bandung. Aku tidak tahu persis kenapa Bandung bisa dianggap sebagai daerah βasalβ siomai. Tapi faktanya di Bali memang demikian, siomai kadung dikenal sebagai makanan khas Bandung.
Lucunya hampir semua penjual siomai itu justru bukan orang Bandung atau pun Sunda. Di Bali, sebagian besar penjual siomai adalah orang Lombok. Di kawasan kaki lima Renon, tak jauh dari gereja Katedral, setahuku semua penjual siomai khas Bandung ini orang Lombok. Begitu juga penjual siomai yang pakai gerobak keliling. Gerobaknya memang isi tulisan siomai khas Bandung, tapi penjualnya pasti orang Lombok.
Meski demikian, masih ada beberapa penjual siomai yang memang dari Bandung. Dan entah hanya kebetulan atau memang karena mereka memang ahlinya bikin siomai, rasa siomai yang seperti ini memang berbeda. Jauh lebih enak..
Ada tiga tempat yang aku tahu. Pertama di kantin depan Perguruan Katolik Santo Yosep di Jl Serma Kawi, daerah Sudirman Denpasar. Banyak kantin di sini. Sioami yang enak itu ada di kantin paling dekat dengan Jalan Sudirman.
Siomai di sini berbeda karena memang hanya siomai tanpa tambahan tahu, telor, ataupun kol. Enaknya siomai di sini karena isi siomainya sangat terasa. Empuk dan gurih. Ketika masih kuliah di Universitas Udayana, aku sering nongkrong beli siomai di sini lalu duduk menikmatinya bersama segelas milo atau lemon tea.
Kalau nongkrong di sini tak hanya menikmati siomai, juga cuci mata lihat anak-anak SMA Santo Yosep. Mungkin waktu itu salah satunya ya Luna Maya karena dia juga alumni sekolah ini. Hehe..
Tempat kedua ada di Jl Jempiring, kawasan Kreneng. Tapi sepertinya sih pemilik kantin di sini memang sama dengan yang di depan Santo Yosep. Sebab selain bentuk kantinnya yang mirip, menu-menunya juga sama termasuk siomai itu tadi. Menu lain tersebut ada pisang goreng, nasi goreng, juga minumannya: milo, lemon tea, dan beberapa yang lain. Rasa siomai di sini sama plek dengan yang di Jalan Serma Kawi. Bedanya cuma di kantinnya yang terasa lebih adem karena ada pohon sawo besar-besar di halaman kantin.
Pengunjungnya juga banyak anak-anak SMA dari sekolah-sekolah di Jalan Kamboja. Jadi masih bisa cuci mata juga di sini.
Ketiga, dan yang sekarang paling sering aku kunjungi saat ini, adalah warung siomai Mang Oman di Jalan Cokroaminoto. Ancer-ancer tempatnya sekitar 300 meter selatan perempatan Gatot Subroto β Cokroaminoto dekat terminal Ubung di kiri jalan sebelum rumah sakit Manuaba.
Warung ini termasuk baru, mungkin baru sekitar tahun 2005. Ketika awal buka, dia baru berupa tenda di pinggir jalan. Kini dia sudah berada di bangunan semi permanen. Dan dari awal dia buka, tempat ini memang rame pembelinya. Makanya cepat berkembang.
Menu siomai di sini terdiri dari siomay, bakso ikan, tahu, telur, kentang, kol, dan pare. Tapi pembeli bisa memesan sesuai selera. Aku, misalnya, karena tidak suka pare dan kol, ya selalu bilang tidak usah pakai dua sayur itu. Harga per porsi Rp 6000.
Warung di tepi jalan Cokroaminoto ini hanya buka mulai pukul 4an sore. Jadi ramenya ya pas jam-jam pulang kantor. Biasanya pembeli sampai harus antri karena saking ramenya. Yang bikin enak siomai di sini, selain bumbu kacangnya yang gurih juga bakso ikannya yang empuk dan nampol. Wis lah, pokoke mak jaaaan..
Dan seperti umumnya makanan di banyak tempat, penikmat siomai di sini juga datang dari beraneka ragam etnis juga. Jadi nasionalismenya tetap terasa. Haha..
March 13, 2009
BENER bgt, siomay beli di bandung (tes 3 tempat) rasanya ga keruan. siomay di bali jauh lebih mak nyos :))
March 13, 2009
jadi mikirin siomay *laper…demn*
March 13, 2009
wah,,, saya juga suka nongkrong di siomai samping sanYos itu waktu masih kuliah di kampus unud sudirman…
tapi yang diliat kiri kanan beda…. hehe!
March 14, 2009
Waduuuh, jadi laper nih, Bli..
Btw, saya baru tau lho kalo Siomai itu asalnya dari Bandung.
Oya, Bli, hal ini sama ndak dg sate padang yang dijual bukan oleh orang Padang?
March 15, 2009
beda y sama kata orang warung padang yg cuma g ada di padang??? he..he..jaka sembung baca komik….
April 2, 2009
ahay…
saia tau tuh tukang somay yang dicokro.. hehe
π