Mati Gaya di Kapal Fery Nusa Penida

0 , Permalink 0

Di atas kapal

Tulisan ini dibuat di atas kapal fery Nusa Penida.

Kapal penyeberangan ini dalam perjalanan dari Pelabuhan Lembar, Lombok menuju Pelabuhan Padangbai, Bali. Lama penyeberangan sekitar 4 jam.

Kondisi kapal ini berbeda 180 derajat dibandingkan kapal lain yang aku naiki pada perjalanan ke arah sebaliknya, Bali – Lombok, empat hari lalu. Kapal Nusa Penida ini tanpa pendingin ruangan. Tidak ada colokan listrik di ruang penumpang.

Kapalnya terlihat sudah tua. Dinding terlihat kusam dan agak berkarat di sana sini, terutama di bagian luar.

Hanya ada satu jenis kursi dengan kapasitas tiap kursi antara 2-6 penumpang. Jarak antar-kursi hanya sekitar 30 cm. Aku sampai harus menekuk lutut saat duduk yang sekaligus menjadi tempat laptop untuk mengetik.

Penumpang bebas merokok di kabin penumpang. Sumpek. Pengap.

Beda sekali dengan kapal sebelumnya, ketika menuju Lombok. Waktu itu, kapal yang aku lupa catat namanya tersebut, punya deretan empat kursi di kabin penumpang. Dua bagian paling pinggir dilengkapi dengan colokan plus tulisan gratis charge.

Kabin ber-AC. Adem. Ada televisi layar lebar dengan tayangan berlangganan dari Indovision dengan film atau tayangan bagus. Penumpang bisa memilih tempat lain juga, tempat lesehan di tengah. Bebas tidur-tiduran di sana.

Kalau di kapal Nusa Penida, memang ada ruang untuk santai tidur-tiduran, tapi penumpang harus sewa matras Rp 35.000. Aku sih jadi batal pakai. Tak rela membuang uang segitu.

Ada televisi juga. Tapi, sudah dua film temanya sama, Dono Kasino Indro, trio pemain film komedi Indonesia pada 1980-an. Mereka menampilkan cerita-cerita tidak jelas dengan aksi slapstick yang terasa garing sekali.

Karena kapal yang tak terlalu bagus itu, maka perjalanan kembali ke Bali ini pun terasa begitu lama. Mau baca buku bekal perjalanan, sudah selesai pas duduk manis di Walhi NTB dari pagi hingga siang. Mau main ponsel terus, capek juga. Apalagi batre juga sudah hampir habis.

Jauhnya perbedaan antara kapal pertama ketika berangkat menuju Lombok dengan kapal sebaliknya saat kembali ke Bali membuatku merasa harus mencatat baik-baik, bagaimana sebaiknya persiapan naik kapal untuk jarak lumayan jauh begini.

Pertama, jika memang bisa, pilihlah kapal yang bagus. Paling mudah bisa dicek langsung sebelum naik. Datangi saja langsung kapalnya. Cek apakah bagus atau tidak. Jika bagus, lanjut naik dengan kapal itu. Jika tidak, tunggu saja kapal lain dulu. Setiap satu jam ada kapal berangkat.

Kedua, bawalah camilan bekal perjalanan yang cukup. Makanan di kapal tidak terlalu sehat. Mahal pula. Mie gelas instan seharga Rp 15.000. Makanan ringan kriuk-kriuk penuh vetsin Rp 15.000. Tapi ya cuma itu adanya. Karena lapar dan tidak bawa bekal makanan apapun, jadilah makan mie instan dan camilan penuh penyedap itu.

Ketiga, bawa teman perjalanan, seperti buku, pemutar musik, alat permainan, atau apalah. Jadi pas jalan selama 4 jam perjalanan tidak mati gaya karena tidak ada yang bisa dikerjakan. Kalau bawa buku kan asyik, bisa baca. Begitu pula kalau bawa permainan, ada yang bisa dimainkan.

Demikian. Sebagai pengingat diri sendiri biar besok-besok tidak mati gaya kalau melakukan perjalanan serupa.

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *