Pelajaran menarik dari liputan di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Nusa Tenggara Timur 4-6 Desember lalu adalah tentang bagaimana petani membalik posisi mereka. Dari yang semula tergantung pada tengkulak dan dicurangi pembeli kini mereka yang memegang kendali atas politik dan ekonomi.
Semua kekuatan itu diperoleh setelah mereka sadar bahwa kekuatan-kekuatan mereka terlalu kecil kalau melawan dengan jalan masing-masing. Maka mereka pun memadukan kekuatan-kekuatan kecil itu jadi satu kekuatan bersama, organisasi petani.
Ada ribuan petani di kawasan dari tiga suku besar di kawasan Bikomi, Tunbaba, dan Naibenu, yang bergabung dalam Asosiasi Bituna. Melalui asosiasi, petani kacang tanah di sini bisa mendapatkan harga yang lebih tinggi, penimbangan lebih adil, hingga peningkatan taraf hidup bagi generasi selanjutnya.
Asosiasi ini sendiri hanya puncak dari kekuatan di bawahnya. Ada 2.265 petani yang tergabung dalam 147 kelompok tani. Beberapa kelompok tani bergabung dalam lopotani, istilah lokal untuk Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Ada 14 lopotani tersebar di 18 desa di satu kawasan tersebut.
Seluruh lahan pertanian di sini merupakan kawasan kering dengan lansekap lahan berbukit. Tingkat kemiringannya bahkan sampai 45 derajat. Di sisi-sisi bukit itulah petani menanam beragam tanaman seperti kacang tanah dan jagung, juga harapan.
Kacang yang dulunya hanya sampingan kini jadi komoditas utama. Lagi-lagi karena mereka kini bisa berdaya setelah kacang tanah mengangkat pendapatan sekaligus martabat mereka. Kawasan ini jadi produsen utama kacang tanah di TTU, atau bahkan NTT.
Dengan 2000 lebih anggota, organisasi petani di sini bisa menentukan posisi pada tengkulak. Mereka tak mau kalau timbangan mereka terus dicurangi oleh tengkulak. Mereka tak mau kalau harga produk selalu ditentukan oleh pembeli. Mereka tak mau kalau terus jadi korban.
Lalu pertemuan demi pertemuan dibuat. Awalnya mereka bersepakat bahwa cukup sudah mereka jadi korban. Kesepakatan inilah yang menjadi katalis kesadaran. Mereka lalu sepakat menentukan harga bersama. Mereka sepakat bahwa kekuatan kecil-kecil itu harus keluar lewat satu pintu.
Kekuatan inilah yang dihasilkan oleh asosiasi. Mereka membagi peran satu sama lain. Ada yang membangun lobi pada pembeli. Ada yang mencari informasi pemasaran. Ada yang mengkoordinir ke tingkat basis, petani.
Tak ada lagi celah untuk tengkulak untuk mengeksploitasi. Kini mereka harus membuka peluang pada petani untuk bernegosiasi. Juga harus bersedia menera bersama timbangan yang digunakan.
Maka, harga komiditi kini meningkat seperti halnya kesadaran kritis dan posisi petani. Tapi lebih dari itu, petani itu membuktikan bahwa mereka bisa berdaulat dan bermartabat dengan kekuatan bersama..
Leave a Reply