Talang Kemuning. Desa ini serupa bakso dalam mangkuk.
Lokasi desa berada persis di tengah mangkuk alami yang terbuat dari bukit-bukit di sekelilingnya. Bukit Pematang Panjang, Bukit Sungai Kering, Bukit Setangis, Bukit Patoh, Bukit Pulau Lebar. Bukit-bukit ini serupa lingkaran mengelilingi desa.
Maka, bukit ini menjadi semacam benteng sekaligus tempat kekayaan desa ini berada.
Desa Talang Kemuning masuk Kecamatan Bukit Kerman, Kabupaten Kerinci, Jambi. Daerahnya berupa pegunungan, sekitar 500 meter di atas permukaan air laut (mdpl). Gunung Kerinci, penanda penting daerah ini, tingginya lebih dari 3.000 meter. Ada pula Danau Kerinci seluas kira-kira 4.200 hektar.
Jarak Talang Kemuning sekitar 400 km atau 8 jam perjalanan dari Jambi, ibu kota provinsi di Sumatera bagian tengah ini. Tapi, Kerinci justru lebih dekat dari Padang, ibu kota Sumatera Barat, sekitar 250 km. Perjalanan dari Padang ke Kerinci sekitar 6 jam.
Berada di daerah sejuk, dengan suhu berkisar belasan derajat Celcius, Kerinci adalah pusat produksi utama kayu manis di Indonesia atau bahkan dunia. Menurut Wikipedia, produksi kayu manis dari Kerinci mencapai sekitar 2/3 dari total pasokan dunia.
Menurut data Pemkab Kerinci, produksi kayu manis kabupaten ini mencapai lebih dari 53 ton selama tahun 2012. Jumlah tersebut dihasilkan dari sekitar 41 ribu hektar lahan kayu manis. Komoditas ini paling banyak dibandingkan komoditas lain dari kabupaten ini, misalnya kopi robusta, karet, dan kakao.
Uniknya, lahan kayu manis tersebut memang lebih mirip hutan daripada perkebunan. Secara turun temurun, pohon-pohon kayu manis tumbuh subur di lereng-lereng bukit, seperti yang mengelilingi Desa Talang Kemuning. Tak terlalu diurus.
Pohon-pohon kayu manis dengan nilai tinggi tersebut, tersamar pada bukit yang hijau dan rimbun hutan. Mereka menjadi kekayaan tersembunyi, seperti tenggelam di balik kamuflase hutan.
Ketika aku ke kebun kayu manis di bukit Talang Kemuning, misalnya, harus melewati rimbun pohon seperti hutan dengan jalan menanjak dan rusak. Di dalam hutan kayu manis, lima pekerja sedang menebang pohon-pohon kayu manis setinggi lebih dari 10 meter tersebut.
Dari tiap pohon, petani menghasilkan antara 200-400 kg kulit kayu manis basah. Setelah dikeringkan, dengan kadar air berkisar 30 persen, kayu manis itu siap dijual. Harganya berkisar Rp 12 ribu hingga Rp 14 ribu per kg. Kisaran kasar sih per pohon menghasilkan Rp 2,5 juta. Itu cuma satu pohon. Padahal satu petani bisa punya 1-4 hektar dengan jumlah pohon mencapai 500 batang tiap hektar.
Sebagai contoh di salah satu lahan satu petani menjual kayu manis di 4 hektar lahannya seharga Rp 350 juta. Setelah ditebang, dikupas, dan dikeringkan, 4 hektar itu bisa dapat Rp 700an juta. Begitulah kayanya petani kayu manis di Kerinci.
Cuma ya masih banyak tantangan juga. Beberapa petani mengaku harga jual ke pembeli yang masih rendah. Petani juga terlihat belum terlalu peduli pada kualitas penanganan pascapanen, kayu manis dijemur di pinggir jalan raya sehingga bercampur debu dan asap kendaraan bermotor.
Contoh lain kurangnya penanganan pascapanen adalah masih banyak petani menjual kayu manis dalam bentuk tebasan kalau dalam istilah Jawa. Dijual ketika kayu masih di kebun, bukan setelah diolah. Alasanya, petani cuma mau praktis.
Padahal, jika bisa diolah lebih dulu, kekayaan petani Kerinci tentu akan lebih berlipat ganda lagi.
Leave a Reply