Ini pengalaman pertama bagiku, wawancara seleksi staf.
Pengalaman pertama kali ini atas permintaan sebuah forum di Makassar. Mereka sedang mencari staf komunikasi lembaga dan minta aku bantu wawancara atas nama tempat aku kerja paruh waktu.
Agak grogi juga pada awalnya. Sebab, dari delapan kandidat yang akan diwawancarai hampir semua sudah senior. Tapi ya modal pede saja akhirnya seharian tadi aku lantjar djaja juga mewawancarai para kandidat, kemudian hanya jadi enam orang, bersama dua pewawancara lain.
Seru juga sih pengalaman mewawancarai calon-calon staf tersebut. Setidaknya aku bisa belajar sekaligus tak hanya tentang bagaimana mewawancarai kandidat staf tapi juga bagaimana menghadapi wawancara seleksi kerja.
Ini hanya tulisan berdasarkan pengalaman kemarin saja.
Tepat Waktu
Bila perlu sih malah lebih awal. Jadi ada waktu untuk persiapan dan tarik napas jika sudah sampai di tempat wawancara. Cuci muka misalnya jika memang muka kucel karena jauhnya perjalanan. Atau main apa kek untuk menenangkan diri jika grogi.
Jika memang perjalanan terancam kena macet, ya diantisipasi dengan berangkat lebih awal. Jangan jadikan macet di jalan sebagai alesyan untuk keterlambatan tiba di tempat wawancara.
Tiba tepat waktu akan memberi nilai lebih. Setidaknya kelihatan disiplin dengan waktu. Lha kalau datang ke tempat wawancara saja sudah telat bagaimana nanti bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Ya toh?
Pelajari Tempat Kerja
Lucu saja sih ketika ada kandidat yang bertanya balik, “(Calon tempat kerja) ini apa ya, yayasan, perusahaan, atau apa?”. Gedubrak!
Ya aneh bangetlah. Masak sudah kirim lamaran pekerjaan kok tidak tahu tentang calon tempat kerja yang dia lamar?
Jika memang tidak tahu mbok ya tanya Mbah Gugel saja. Kan pasti banyak informasi tentang apa dan bagaimana calon tempat kerja tersebut. Dengan begitu, lebih asyik pula saat diwawancarai. Lebih nyambung.
Jangan Terlalu Nuntut
Tentu saja sah-sah saja si kandidat untuk bertanya. Malah bagus sih menurutku. Tapi ya tanyanya tak usah terlalu banyak dan kesannya malah nuntut banget pada calon tempat kerja.
Pertanyaan yang masuk kategori menuntut ini, misalnya, soal tambahan di luar hak-hak yang biasa didapatkan staf, seperti gaji dan tunjangan lainnya. Atau hal-hal lain yang remeh temeh, misal soal lokasi kantor.
Menurutku sih hal-hal semacam ini bisa kok ditanyakan ketika sudah ada keputusan dari calon tempat kerja bahwa si calon staf sudah diterima. Biasanya kan memang ada diskusi sebelum tanda tangan kontrak kerja. Maka, saat wawancara bertanyalah hal-hal umum saja.
Ringkas Jelas
Ada gitu salah satu kandidat yang ditanya tentang A, jawabannya malah B sampai Z. Nglantur ke mana-mana, tidak nyambung, dan lama. Aku sampai ngantuk dengar jawabannya. Apalagi karena ceritanya sangat personal tentang dirinya.
Kan lebih bagus kalau jawabannya ringkas dan jelas sesuai pertanyaan. Salah satu caranya dengan bikin poin-poin di kertas tentang apa saja yang akan dijawab. Jadi, begitu pewawancara sudah selesai pertanya, kita bisa jawab sesuai yang sudah kita tulis.
Dengan cara ini, selain jawaban bisa ringkas dan jelas juga kita jadi bisa lebih fokus.
Demikianlah komentar dan saran dari pewawancara amatir, bukan profesional. Semoga berguna. *pasang dasi ala bos lembaga konsultasi sumber daya manusia.
Ilustrasi kartun dari sini.
May 16, 2013
eh baru ngeh, mas Anton ini ternyata sudah punya perusahaan *kabuur