Catatan Ringkas Perjalanan di Dua Ribu Delapan Belas

0 , , Permalink 0
Foto Wayan Martino untuk BaleBengong

Seperti biasa, waktu terasa cepat sekali melaju.

Tahu-tahu, hari ini sudah 31 Desember 2018. Kok rasanya cepat sekali waktu berlalu. Pada hari terakhir ini, penting rasanya untuk mencatat apa saja yang sudah terjadi selama setahun perjalanan di 2018.

Soal keluarga, salah satu guncangan mental tahun ini adalah soal sekolahnya Bani.

Tahun ini dia lulus SD. Tak kami nyana, ternyata nilai ujian akhir nasional (UAN)-nya jauh di bawah harapan. Rendahnya nilai UAN itu membuatnya tak bisa masuk sekolah yang kami sudah bayangkan sebelumnya, SMP 10 atau SMP 12 Denpasar.

Secara pribadi, aku merasakan kekecewaan lumayan berat. Sempat tidak percaya dan menyangkal kenyataan itu. Sampai berminggu-minggu.

Merasa gagal saja sebagai orangtua. Tidak bisa mengantarkan dia ke sekolah yang dia inginkan. Merasa gagal mendidik dia baik-baik agar bisa mencapai hal terbaik yang dia harapkan.

Dia kemudian masuk sekolah di dekat rumah saja. Sekolah yang membuat orang lebih banyak terperangah kaget saat menyebut namanya. Seolah-olah berkata, “Heh, kok bisa Bani sekolah di sana?”

Cuma ya sudahlah. Kami ambil saja hikmahnya. Mungkin biar dia lebih banyak bergaul dengan anak-anak kelas menengah ke bawah daripada sebaliknya. Mungkin biar dia lebih rajin naik sepeda ke sekolah. Bukan lagi diantarkan naik motor oleh orangtuanya.

Hasilnya, sejauh ini terasa dia lebih mandiri. Sekolah berangkat sendiri naik sepeda saat teman sebayanya harus ke sekolah diantar orangtua. Untuk urusan domestik, dia juga mulai rajin mengambil peran, seperti cuci piring dan bersih-bersih rumah.

Lalu si adik, Satori. Tahun ini dia masuk SD di tempat kakaknya dulu.

Satu hal yang sejauh ini terlihat, dia sangat berminat kalau sudah menggambar. Entah dari mana pengaruh itu datang. Dia bisa sangat intens menggambar, mungkin lebih tepat membuat ilustrasi, figur-figur surealis.

Dia bisa melakukannya kapan dan di mana saja. Pas baru bangun, kadang-kadang dia langsung ambil buku kosong dan pulpen lalu tengkurap di lantai asyik menggambar ketika ayahnya khusyuk di depan laptop pagi hari. Pas kami jalan ke mana, dia bisa saja menggambar asyik selama perjalanan.

Dengan segala suka dukanya, kami merasa anak-anak kami tumbuh sewajarnya. Ada hal-hal tertentu yang kadang membuat sedih atau kecewa, tetapi tetap berlimpah bahagia bisa menemani mereka tumbuh melihat warna-warni dunia.

Nah, soal warna-warni itu kami justru melakukan hal berbeda untuk rumah.

Setelah 13 tahun rumah kami bertembok warna-warni, tahun ini kami mengubahnya. Semua total putih kecuali dua kamar pilihan Bani dan Satori. Kamar anak berwarna kuning sedangkan kamar mandi biru.

Ini perubahan rumah terbesar selain penambahan lantai dua sekitar delapan tahun lalu. Perubahan kali ini, selain cat dinding yang hampir semua putih adalah perbaikan di dapur. Kami mengganti lantai dan rak. Plus ada penambahan beberapa ornamen.

Secara keseluruhan, rumah jadi terasa lebih ringkas dan rapi. Makin menyenangkan karena kami juga makin rajin menanam tak hanya di halaman depan dan belakang, tetapi juga masuk di kamar-kamar.

Dua tahun ini kami memang makin senang menanam. Botol-botol kaca bening bekas kami isi air dan tanaman. Kami gantung di dinding. Taruh di atas meja. Ternyata ini hal sederhana yang membuat rumah jadi terasa lebih nyaman dan teduh..

Makin hari, rumah pun tak hanya jadi tempat tinggal, tetapi juga tempat bekerja yang menyenangkan.

Soal pekerjaan, hal berbeda tahun ini adalah pekerjaan menerjemahkan materi-materi terkait tata kelola Internet dan keamanan digital. Selain mengedit dan sedikit kadang-kadang menerjemahkan materi buletin bulanan Digital Watch limpahan dari pengecer panutan, Mbak Shita, juga dua kali menerjemahkan materi dari Tactical Tech.

Materi terjemahan dari Tactical Tech itu keduanya terkait keamanan digital. Pertama untuk Data Detox Kit, panduan puasa digital selama delapan hari. Materinya juga kami cetak dalam versi Bahasa Indonesia dan disebarkan ke beberapa kegiatan relevan.

Terjemahan kedua tentang panduan keamanan digital untuk aktivis dan pejuang hak asasi manusia. Materinya lumayan banyak, sampai sekitar 25.000 kata.

Hasil pekerjaan sekitar sebulan ini bisa dinikmati di Panduan Keamanan Digital untuk Aktivis.

Hal menyenangkan dari semua pekerjaan itu adalah karena dia tak semata pekerjaan, tetapi sekaligus media untuk belajar. Di Dig Watch, aku bisa mengikuti isu-isu terbaru terkait tata kelola Internet. Di materi keamanan digital, aku bisa menerapkan untuk diri sendiri ataupun teman-teman selingkaran.

Asyiknya lagi, pekerjaan-pekerjaan itu juga bisa dilakukan sembari tetap melakukan kerjaan utama, mengecer tulisan untuk media-media arus utama termasuk dua lapak baru mulai tahun ini, BBC Indonesia dan Tirto.

Tahun depan? Belum ada rencana pasti. Seperti biasa. Mari menikmatinya mengalir begitu saja bersama suka duka dan kejutannya..

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *