Anomali Jargon Ajeg Bali

3 , , , Permalink 0

KKB-ajegbaliDari lahirnya, konsep ajeg Bali memang penuh kontroversi.

Ketika kelompok media Bali Post (KMB) menggulirkan ide Ajeg Bali, sebagian kecil intelektual di Bali melakukan resistensi. Meski tidak dalam skala besar dan terang-terangan, suara kritis dan sinis terhadap konsep ini masih terdengar.

Secara substansi, Ajeg Bali sendiri sebenarnya bukan konsep baru. Pada zaman kolonial, pemerintah Hindia Belanda juga sudah membuat apa yang disebut dengan Baliseering. Keduanya sama saja: menjaga Bali agar tetap kokoh, murni, dan asli.

Jika pada zaman Baliseering pemerintah kolonial Belanda menjaga pulau ini dari Islamisasi dan Kristenisasi, maka saat ini Ajeg Bali juga berusaha melakukan hal serupa. Bali harus dijaga dari pengaruh (buruk) luar. Bali harus tetap ajek, tidak berubah.

Tentu saja konsep Ajeg Bali ini sangat bisa diperdebatkan. Di zaman yang sudah lari tunggang langgang ini, apa sih yang asli dan murni?

Maka, dari konsep abstrak, Ajeg Bali diwujudkan dalam usaha-usaha ataupun simbo-simbol konkret. Misalnya, Koperasi Krama Bali (KKB) di mana hanya warga adat yang bisa jadi anggota atau maraknya penggunaan pakaian adat Bali dalam acara-acara resmi.

Karena gencarnya kampanye oleh KMB, kelompok media tertua dan terbesar di Bali, maka Ajeg Bali pun kemudian menjadi frasa baru yang laris manis. Banyak hal menyematkan frasa “Ajeg Bali” setelahnya: Bakso Ajeg Bali, mahasiswa dan pelajar Ajeg Bali, dan seterusnya. Seolah-olah belum peduli Bali kalau tidak pakai frasa Ajeg Bali.

Ada semacam keganjenan massal untuk menggunakan frasa Ajeg Bali ini.

Hari-hari ini, konsep Ajeg Bali pula yang digunakan para pendukung rencana reklamasi di Teluk Benoa. Tidak tahu bagaimana logikanya. Tapi, bagi mereka, reklamasi Teluk Benoa di Kuta Selatan dianggap sebagai bagian dari upaya ajeg Bali, melestarikan Bali.

Reklamasi Teluk Benoa rencana ambisius PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) anak perusahaan Tommy Winata. Perusahaan ini akan membangun aneka fasilitas pariwisata kelas dunia di kawasan yang sebenarnya termasuk wilayah konservasi.

Karena itulah, rencana tersebut ditolak berbagai kelompok warga di Bali. Tak hanya warga lokal di Tanjung Benoa tapi juga kalangan aktivis lingkungan, mahasiswa, dan lainnya. Selain karena reklamasi akan dilakukan di wilayah konservasi juga karena pembangunan tersebut dikhawatirkan akan membuat warga lokal kehilangan pekerjaan. Selama ini warga lokal sudah mengelola wisata air di kawasan tersebut.

Sebaliknya, para pendukung reklamasi justru menganggap rencana tersebut sebagai bagian dari Ajeg Bali. Kelompok ini pun beraksi lengkap dengan aneka simbo-simbol kebalian, seperti pakaian adat. Kuatnya arus modal, bagi orang-orang ini adalah bagian dari Ajeg Bali.

Di sisi lain, kelompok “anak durhaka” dalam diskusi tentang Ajeg Bali, seperti demonstran dan anak-anak punk, justru yang berusaha mencegah agar rakusnya modal tidak merusak lingkungan dan sosial Bali.

Maka, pada akhirnya, Ajeg Bali memang serupa konsep abstrak dan ambigu lainnya serupa Pancasila, Syariah, dan semacamnya. Lentur dan bisa dipakai siapa saja untuk kepentingan sendiri.

Ilustrasi foto dari BaliPublika.

3 Comments
  • alafasy
    December 6, 2013

    bali mantap bro????????????

  • imadewira
    December 10, 2013

    “Ajeg Bali” memang masih kurang jelas, apanya yang ajeg (lestari), susah menentukan, maka setiap orang bebas mengatakan bahwa suatu hal adalah Ajeg Bali atau bukan.

  • All
    May 25, 2014

    Ajeg Bali memang serupa konsep abstrak dan ambigu lainnya serupa Pancasila, Syariah, dan semacamnya? tapi itu keren kok? dan saya sangat setuju?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *