#UKRiot, Beragam Format di Satu Tempat

0 , , Permalink 0

Kerusuhan di Inggris menyebar tak hanya di berbagai kota, tapi juga segala format media.

Format pertama, teks, tentu di media konvensional, koran. Dari sini aku tahu pertama kali tentang kerusuhan yang menyebar pertama kali dari Tottenham, daerah pinggiran London Utara itu.

Sebatas yang aku pahami di koran, kerusuhan ini bermula dari kematian Mark Duggan. Oleh media, misalnya koran, Mark ini digambarkan sebagai anggota preman dan dari kalangan kulit hitam. Dia ditembak mati oleh polisi.

Kematian Mark akibat perlakuan tidak simpatik oleh polisi ini memicu solidaritas di jalanan. Tapi, solidaritas ini justru digerakkan oleh halaman Facebook untuk mengenang Duggan.

Vandalisme
Dari jejaring sosial, aksi turun ke jalan. Sekali lagi menurut media konvensional, inilah awal mula kerusuhan tersebut. Dari pinggiran London Utara, Inggris bentrok anak-anak muda ini berlanjut ke aksi vandalisme dan penjarahan di berbagai kota.

Berita pun menyebar, saling mengisi di berbagai format media. Informasi tersebar dengan mudah dan segera. Inilah, bagiku, salah satu yang menarik dipelajari dari kerusuhan tersebut, bagaimana media baru (new media) mengemas segala format informasi dalam satu media.

Format informasi dalam bentuk teks saling silang dengan format kedua, ketiga, keempat, dan kelima: foto, video, audio, dan grafis.

Salah satu media yang menarik perhatian adalah The Guardian. Media terkemuka di Inggris ini menggabungkan berbagai format tersebut dalam satu artikel tentang kerusuhan di Inggris tersebut.

Menariknya, penggabungan berbagai format media alias konvergensi itu dilakukan di blog, bukan media utamanya, koran. Menurutku, konvergensi teks, foto, video, audio, dan grafis ini semacam ini tak mungkin diterapkan di koran, TV, atau radio. Tiga jenis media ini tak cukup digdaya menggabungkan semua format media tersebut.

Apa yang menarik dari konvergensi di balik kerusuhan di Inggris ini? Kedalaman. Kolaborasi. Partisipasi.

Kedalaman
Sebatas yang aku baca, tulisan-tulisan di blog media Inggris, seperti The Guardian dan BBC, dibuat dengan sistematika non-linier. Kronologinya terbalik. Bagian yang paling aktual ada di bagian terakhir.

Dengan metode penulisan berita seperti itu, maka bagian terbaru akan ada di bagian awal. Hampir tiap15 menit atau bahkan kurang dari itu akan ada tulisan tentang perkembangan terbaru. Akibatnya, tulisan pun terus bertambah panjang meski masih dalam satu artikel.

Tulisan-tulisan tentang kerusuhan di Inggris ini dibuat bahkan sampai 35 alinea sementara kalau dalam format konvensional paling banyak sekitar 10 aleina. Satu artikel itu merupakan gabungan dari berbagai informasi yang terjadi sepanjang hari itu. Biasanya sih ditutup setiap 12 jam.

Tulisan pun bisa mendalam meski lebih banyak tentang perkembangan di lapangan, bukan sesuatu yang bisa menceritakan apa di baliknya. Kedalaman berita di blog ini lebih daripada berita langsung namun memang tak sedalam dibanding di majalah.

Kolaborasi
Karena tulisan di blog sangat panjang, maka satu artikel harus dihasilkan dari kerja sama beberapa wartawan, tak cuma satu. Maka, mau tak mau wartawan harus berkolaborasi satu sama lain dalam medianya. Ini sih hal yang lumrah terjadi di media arus utama.

Namun, hal yang menarik adalah kolaborasi antarformat media tersebut. Sekitar lima alinea teks kemudian diselingi video. Setelah dilanjut teks lagi, lalu ada audio. Ada pula peta yang menunjukkan di mana saja lokasi kerusahan. Semua format ini dilengkapi pula dengan info grafis sehingga berita tersebut bisa dipahami dalam bentuk visual.

Dan, semua format tersebut menggunakan layanan jejaring sosial yang ada. Katakanlah untuk video, materinya ada di YouTube. Untuk peta menggunakan Google Maps. Kolaborasi antar-platform ini menghasilkan karya dengan pesan kuat.

Partisipasi
Untuk menghasilkan artikel di blog yang mendalam dengan beragam format media itu, media arus utama tak bisa kerja sendiri. Dia juga menuntut adanya keterlibatan konsumen media. Ini pula yang terjadi ketika media di Inggris memberitakan tentang kerusuhan di negara tersebut.

Tak hanya melalui media arus utama, kerusuhan ini pun dengan mudah bisa dilihat melalui linimasa (timeline). Dengan tanda pagar (hashtag) #UKRiot dari sebelumnya #LondonRiot, setiap orang yang terhubung dengan Twitter bisa memantau perkembangan terakhir suasana kerusuhan ini.

Begitu pula dengan informasi dalam format lain, video, foto, audio, dan grafis, dikirim oleh warga. Konsumen media sangat aktif berpartisipasi dalam memproduksi informasinya, tak hanya mengonsumsi apa yang ada di media. Warga melengkapinya. Tak cuma dengan materi yang dimuat langsung dalam berita tapi juga dengan komentar di bawahnya.

Namun, partisipasi ini juga menyisakan tantangan, seberapa akurat informasi dari warga. Ha, untuk urusan ini, yang terlihat sih warga malah saling mengoreksi. Ketika ada informasi yang dianggap tak benar, maka warga lainnya akan memberikan bantahan plus informasi lain yang dianggap lebih benar. Dengan begitu, pembaca bisa saling mengisi sekaligus mengoreksi.

Foto diambil dari The Guardian.

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *