Anugerah Jurnalisme Warga (AJW) datang lagi tahun ini.
Sejak kami adakan pertama kali pada 2016 lalu, tiap tahun kami mencoba agar agenda tahunan ini tetap ada. Anggaplah semacam hajatan terbesar tahunan BaleBengong.
Tahun ini AJW datang dengan format berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Eh, sebentar, bukannya tiap tahun konsep AJW memang selalu berbeda ya? Bagi penganut paham fleksibilitas seperti kami keajekan adalah ilusi. Termasuk konsep AJW dari tahun ke tahun. Hihihi..
Coba ingat-ingat lagi.
Pada 2016, AJW pertama kali, konsepnya adalah dengan memberikan penghargaan untuk karya terbaik di BaleBengong. Skalanya Bali. Pesertanya adalah kontributor yang menulis topik tentang suara-suara “tak terdengar”.
Setahun kemudian, pada AJW kedua, skalanya diperluas. Tak hanya BaleBengong sebagai pelaksana, tetapi juga melibatkan media-media komunitas lain di penjuru negeri: Papua, Lombok, Bali, Jawa Tengah, Lampung, Bandung, Jambi, dan kota-kota lain.
Tahun lalu, pesertanya bisa menulis di media-media jaringan. Peraih penghargaan malah yang nulis di media selain BaleBengong.
Nah, tahun ini beda lagi. Kami tidak lagi memberikan penghargaan kepada karya yang sudah dimuat, tetapi memberikan beasiswa pada ide-ide liputan mendalam. Temanya “Mendengar Kabar dari Akar”.
Idenya karena selama ini banyak cerita-cerita bagus di tingkat akar rumput bersamaan dengan program pemberdayaan teman-teman organisasi non-pemerintah. Rasanya menarik sekali mengangkat cerita-cerita tersebut di BaleBengong.
Di sisi lain, anggap saja ini semacam balas dendam. Setelah berjuang berdarah-darah dan belum dapat beasiswa S2 juga, tak apalah aku yang bagi-bagi beasiswa buat para pewarta warga. Hehehe…
Tema itu kemudian kami tawarkan kepada lembaga-lembaga non-pemerintah yang sudah sering bekerja sama dengan kami: Mitra Bali, CI Indonesia, WWF Indonesia, Yayasan Kalimajari, dan lembaga-lembaga lain di Bali. Harapannya, merekalah yang nantinya akan memberikan beasiswa tersebut.
Kami hanya memfasilitasi. Mempertemukan ide-ide liputan dengan kabar baik dari teman-teman yang selama ini memang sudah bekerja memberdayakan masyarakat di tingkat akar (rumput).
Proses menawarkan ide kolaborasi ini juga bukan pekerjaan mudah. Apalagi bagi aku yang memang tak pintar basa-basi dan merayu orang. Setidaknya dua kali aku (ikut) presentasi tawaran kerja sama ini.
Di salah satu lembaga, presentasinya malah lumayan formal karena dihadiri sekitar 10 orang dari beragam latar belakang. Aku sendiri presentasi di depan mereka, termasuk berdiskusi selama dua jam.
Hasilnya? Lembaganya gak mau ikut. Kasian deh aku.
Di lembaga lain pun serupa. Presentasi dan diskusi selama sekitar satu jam. Berbuih-buih menawarkan ide, tetapi hasilnya cuma janji akan ikut berpartisipasi.
Syukurnya sih ajakan kerja sama AJW ini mendapat sambutan antusias dari lembaga-lembaga lain yang justru hanya dikirimin tawaran lewat surel atau pesan instan. Maka, jadilah ada CI Indonesia, WWF Indonesia, Yayasan Kalimajari, dan Mongabay Indonesia yang ikut membiayai beasiswa liputan mendalam ini.
Selanjutnya? Sekarang masih tahap penjaringan ide-ide liputan. Silakan meluncur ke BaleBengong untuk melihat bagaimana proses dan apa saja ketentuannya..
Leave a Reply