Ada yang lebih menarik daripada keberhasilan Huffington Post menang Pulitzer.
Huffington Post, koran online atau dalam jaringan (daring), itu mendapat hadiah jurnalisme prestisius tersebut di kategori berita nasional. David Wood, penulis senior Huffington yang puluhan tahun meliput perang, menulis hingga 10 seri tentang para prajurit yang cacat usai berperang di Irak dan Afghanistan.
Penghargaan untuk Huffington itu menarik. Sebab, kalau tak salah, ini untuk kedua kalinya media daring memenangkan penghargaan Pulitzer. Biasanya kan dimonopoli media cetak.
Namun, bagiku, yang menarik justru cara Poynter memberitakan keberhasilan Huffington ini. Poynter, lembaga kajian media terutama media baru di Amerika Serikat, ini membuat artikel dengan menggabungkan informasi dari berbagai jejaring sosial dengan aneka bentuk.
Artikel itu berjudul Pulitzer Prizes awarded to Huffington Post, Politico, Patriot-News, New York Times. Penulis artikel ini “hanya” membuat satu paragraf pengantar. Sisanya daftar pemenang dan finalis Pulitzer dari berbagai kategori.
Di bagian bawah artikel, Poynter lalu memasukkan informasi dari jejaring sosial. Misalnya, kicauan dari Twitter, foto dari Instagram, video dari YouTube, dan seterusnya. Semua bentuk informasi itu terlihat dibuat secara amatir.
Well, yang mengambil mungkin saja jurnalis profesional. Tapi, dari kualitas berita atau foto yang dibuat jelas amatir.
Setelah aku cek, ternyata Poynter menggunakan aplikasi Storify untuk menangkap semua informasi tentang penghargaan Pulitzer tersebut. Karena tertarik dengan cara Poynter itu, aku pun coba buka Storify dan mencoba aplikasi ini. Ternyata memang asyik.
Storify ini menangkap semua bentuk informasi yang ada di jejaring sosial. Bisa saja teks, foto, video, dan audio. Adapun jejaring sosial yang bisa diambil materinya ini antara lain Storypad, Twitter, Facebook, Flickr, YouTube, Instagram, dan Google.
Contohnya begini, aku ingin menangkap semua riwayat informasi tentang Bali. Maka tinggal masukkan kata kunci Bali di Storify. Lalu, setiap informasi yang ada di berbagai jejaring sosial dan mengandung kata kunci Bali akan tertangkap. Kita tinggal pilih, pilah, lalu menjadikan sebuah cerita tentang Bali di Storify.
Menariknya, artikel di Storify ini tetap mencantumkan sumber aslinya. Jadi, pembaca akan dengan mudah menemukan dari mana informasi itu berasal. Dan, jika memang mau, dia bisa langsung memeriksa ke sumber primer, bukan skunder, dari mana informasi itu.
Menurutku, Storify ini bagus digunakan memang untuk memantau berita khusus dan tematis. Contohnya ya penghargaan Pulitzer tersebut. Untuk skala nasional atau lokal, kejadian besar seperti pemilihan umum, bencana, terorisme, dan semacamnya pasti menarik. Jadi, sebagai agregator alias pengumpul seperti Poynter, kita bisa mendapatkan banyak informasi tanpa harus meninggalkan meja kerja. Setelah itu tinggal mengompilasinya menjadi sebuah artikel yang menerapkan konvergensi, berbagai format dalam satu artikel.
Nah, sebagai pembaca, tentu saja kita dimudahkan juga karena informasinya jadi spesifik dan beragam bentuknya. Tapi, sekali lagi, jangan percaya begitu saja. Sebagai konsumen media, lebih bagus kalau tetap menjaga skeptisme. Tetaplah bijaksana saat mengonsumsi informasi di media.
Dan, oya. Inilah contoh bagaimana cerita tentang Pulitzer tersebut aku tangkap dengan Storify.
Leave a Reply