Setelah beberapa kali tertunda, akhirnya Jumat pekan lalu aku bisa ke Desa Goris, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. Desa ini berjarak 200 km lebih dari Denpasar ke arah utara. Perjalanan lebih dari tiga jam lewat darat. Maka perlu waktu sehari penuh untuk bisa ke desa ini. Karena itulah beberapa kali niatku tertunda. But, ya syukurnya kesampain juga.
Desa Goris, berada di jalur utara (pantura) Bali. Secara adminisitratif masuk kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Desa kecil ini terbelah oleh jalan raya antara Gilimanuk, pintu masuk Bali dari Jawa, dengan Singaraja, bekas ibukota Provinsi Bali. Toh, desa ini terlihat gersang. Tidak sepadan dengan mereka yang lalu lalang. Ketika aku datang, debu beterbangan. Apalagi kendaraan yang lalu lalang juga banyak. Suasana desa sangat panas.
Niatku datang ke desa ini karena aku udah dengar sebelumnya tentang anak-anak di desa ini. Dan itu memang benar adanya.
Aku ke desa itu untuk bertemu dengan anak-anak yang sudah yatim, piatu, atau yatim piatu. Orang tua mereka meninggal karena AIDS, sindrom yang menyerang kekebalan tubuh itu. Ada 14 anak di desa ini yang demikian. Ada Kadek Setiawan, 10 tahun yang bapaknya meninggal dua tahun lalu. Sulatra bapaknya Setiawan meninggal karena AIDS. Ketika masih hidup dia suka ganti-ganti pasangan dan tidak pakai pengaman. HIV yang diidapnya ditularkan pada Widiasih, istrinya. Setahun lalu, istrinya juga meninggal. Kadek kini tinggal bersama Made Yasa pamannya.
Kadek, tentu saja, tidak pernah ganti-ganti pasangan, atau pake jarum suntik bersama, atau berbuat hal yang berisiko tinggi kena HIV. Umurnya masih muda, baru 10 tahun. Tapi kini dia harus hidup sendiri karena perbuatan bapaknya. Ketika aku ajak ngobrol tak ada cahaya sama sekali di mata itu. Dia hanya menatap kosong. “Padahal dulu dia pinter,” kata pamannya.
Ada pula Sunanjaya dan Susanti, kakak beradik yang masih balita. Mereka kini diasuh neneknya. Mereka tidak pernah berbuat sesuatu yang melanggar norma, dan semacamnya namun mereka harus menanggung akibat yang begitu berat.
Untungnya 14 anak di desa itu tak ada satupun yang positif HV. Mereka kini didampingi Suryakanta, kelompok dukungan untuk anak2 yatim karena AIDS. Pengasuh mereka diberi babi untuk kemudian diternakkan. “Meski tidak besar, ternak babi bisa menghidupi mereka,” kata Planet yang mengunjungi mereka tiap akhir pekan.
Hari itu, aku dan teman-teman hanya bisa bertemu dan ngobrol dengan mereka. Belum banyak yang bisa kami lakukan selain bantuan sekadarnya. But, tatap mata mereka seperti mengharap kapan-kapan kami untuk kembali lagi..
May 25, 2005
astaga! sedih sekali. sekarang proses rehabilitasinya seperti apa? sudah sampai mana? bagaimana dengan sekolah mereka? waduh, banyak pertanyaan nih. 🙁
May 25, 2005
salam saja buat mereka kalo ketemu lagi…. seandainya saya bisa membantu.