Inilah menu makan siangku hari ini: sup kepala ikan dan ikan goreng. Makannya di warung langganan, Warung Lembongan di jalan Tjok Agung Tresna Renon Denpasar. Ikan laut itu digoreng garing. Supnya, selain kepala ikan juga ada sayur ketimun diiris tipis.
Karena sudah ngidam dari kemarin, aku pun nyeruput sup kepala ikan itu dengan nikmatnya. Posisiku menghadap ke arah TV yang menayangkan berita siang. Pokoke makan siang ini enak tenanlah. Eeh, pas lagi asik nyeruput sup kepala ikan, di TV nongol potongan kepala orang yang diduga sebagai pelaku teror bom di Ritz Carlton dan JW Mariott Jumat pekan lalu.
Damn!! Selain memalingkan wajah, aku hanya bisa mengumpat. Berita-berita tentang teror bom di Jakarta tersebut memang sudah keterlaluan.
Jumat pekan lalu bom meledak di dua hotel ternama di kawasan Kuningan Jakarta. Sampai hari ini jumlah korban tewas akibat bom tersebut sembilan orang. Sedangkan korban luka-luka 53 orang.
Begitu bom meledak , maka media, terutama TV, pun memborbardir publik dengan tayangan yang tak kalah menakutkan dibanding teror itu sendiri. Ini hal yang sejak lama aku pikirkan. Media dan terorisme memang bersimbiosis mutualisme. Langsung ataupun tidak, satu sama lain saling menguntungkan.
Teroris meledakkan bom. Lalu media mempublikasikannya dengan segera. Salah satu yang aku ingat banget adalah ketika November lalu teroris menyerang hotel di Mumbai, India. Meski tak berada di Mumbai dan tak punya sanak saudara yang jadi korban di sana, aku bisa merasakan ketakutan itu ketika melihat tayangannya di TV atau melihat foto-fotonya di koran.
Sadar tidak sadar, media turut serta menyebarkan ketakutan.
Pada satu sisi ini memang dilema. Tidak memberitakan teror juga bukan sesuatu yang tepat. Tapi haruskah media, terutama TV, juga harus mempublikasikan semuanya dengan begitu detail tanpa etika. Nyaris tidak ada saringan dalam tayangan-tayangan itu.
Apalagi video yang ditayangkan juga berulang-ulang. Misalnya dua video yang menayangkan terduga pelaku pengeboman. Setelah TV One menayangkannya untuk pertama kali, TV-TV lain juga segera menayangkan hal yang sama. Dua video ini diputar berulang. Aku lihat berita sore, malam, pagi, dan siang pun selalu ada video ini.
Tidakkah ini jadi bahan pelajaran tentang bagaimana pengeboman harus dilakukan?
Hal yang sama terjadi pada potongan kepala orang yang diduga sebagai pelaku pengeboman. TV juga menayangkan gambar kepala dengan bentuk tak keruan itu berkali-kali termasuk pada jam makan siang hari ini. Pertanyaannya sekali lagi, untuk apa sih ditayangkan berkali-kali? Tidakkah media akan lebih bagus kalau memuat tentang korban, tentang mereka yang harus bertahan setelah kehilangan keluarga.
Penayangan gambar pelaku yang sangat vulgar dan berulang-ulang, sama saja dengan terorisme itu sendiri: hanya menebarkan ketakutan..
Leave a Reply