Karena Twitter Membuat Warga Lebih Pinter

0 , , Permalink 0

aksi-foi-02

Tifatul Sembiring membuat kontroversi lagi hari ini.

Melalui akun Twitternya, Menteri Komunikasi & Informasi (Menkominfo) Kabinet Indonesia Bersatu II 2009 – 2014 tersebut melemparkan wacana untuk memblokir Twitter di Indonesia.

Sontak twit tersebut disambut riuh oleh para pengguna Twitter. Hampir semua merespon negatif terhadap wacana tersebut. Mereka tidak setuju wacana untuk memblokir Twitter di Indonesia. Sekitar lima jam kemudian, Tifatul membantah wacana itu sendiri.

Meskipun kemudian membantahnya sendiri, wacana tersebut tetap bergulir dan riuh di media sosial.

Konteksnya bisa jadi karena Tifatul ikut gerah dengan maraknya twit negatif tentang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sikap SBY tidak jelas terhadap Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang menghapus pemilihan langsung oleh rakyat. Tagar #ShameByYou atau #WelcomeMrLiar pun menjadi trending topic dunia.

Sebagai pembantu presiden yang baik, Tifatul mungkin malu karena bosnya dipermalukan di dunia maya. Lalu, muncullah pertanyaan retoris tentang pemblokiran Twitter tersebut.

Ironisnya, pada hari yang sama, dunia sedang merayakan Hari Hak untuk Tahu Internasional atau Right to Know Day. Saya kutipkan dua paragraf tentang apa itu Right to Know Day dari website mereka.

On 28 September 2002, the FOI activists established the International Freedom of Information Advocates Network (FOIAnet), Access to Information Programme (AIP) being its co-founder and active member. The members of the newly found FOIAnet agreed to collaborate in promotion of the individual right of access to information and open, transparent governance and adopted a Memorandum setting forth the goals and activities of the network. Today, the members of the FOIAnet are over 200 organizations and civil groups from around the globe which exchange knowledge and experience and undertake international initiatives for better freedom of information standards.

FOI activists around the globe organize a variety of events and initiatives on 28 September to raise awareness on the right of information and to campaign for open, democratic societies in which there is full citizen empowerment and participation in government. Conferences, trainings, competitions, awards ceremonies, rock and pop concerts, theatre performances, movies, launch of info-requesting campaigns and new web sites, focused publications, etc. aim to further promote this fundamental human right and encourage citizens, journalists and NGOs in their search for government held information.

Intinya, Right to Know Day adalah bagian dari kampanye global kepada publik agar sadar bahwa mereka punya hak untuk tahu melalui keterbukaan informasi. Kami di Bali turut serta dalam peringatan Right to Know Day ini. Ada aksi di jalan pada Kamis lalu dan kampanye di Renon pada hari ini.

Banyak cara untuk tahu. Dan, saat ini, media sosial termasuk Twitter menjadi alat penting untuk itu. Melalui media sosial ini warga bisa tahu lebih banyak terutama terkait informasi pelayanan publik.

Ada beberapa contoh. Di Denpasar, pemerintah kota setempat membuat media pengaduan melalui website dan media sosial. Dengan mudah, saya sebagai warga bisa mengadukan hal-hal yang relevan dengan pelayanan publik. Misalnya kerusakan jalan, keterlambatan pembuatan e-KTP, dan lain-lain.

Melalui media sosial, saya sebagai warga bisa mengadukan masalah tersebut. Mudah. Cukup duduk manis di depan laptop atau ponsel yang terhubung dengan Internet dan media sosial, saya bisa mengadu. Tak perlu repot-repot datang ke kantor dinas terkait.

Melalui media sosial pula kami bisa tahu apakah laporan tersebut telah diterima, diteruskan ke pihak terkait, atau bahkan sudah ditindaklanjuti apa belum.

Bagi beberapa pejabat publik, media sosial bisa menjadi alat untuk menyebarkan informasi tentang kegiatan, ide, program, pencapaian, ataupun keluhan warga. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil bisa jadi contoh menarik bagaimana pejabat publik menggunakan Twitter untuk itu.

Lalu, dengan mudah warga bisa tahu dan merespon informasi dari pejabat tersebut. Tak harus repot-repot datang ke kantor Wali Kota, tidak harus repot-repot berurusan dengan birokrasi, dan seterusnya. Media sosial seperti Twitter jelas sangat memudahkan warga untuk menuntut haknya termasuk untuk tahu informasi publik.

Sayangnya, bagi menteri semacam Tifatul, Twitter lebih dianggap sebagai ancaman dan karena itu perlu diblokir.

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *