Enaknya Bekerja untuk Media Asing

28 , , Permalink 0

Rabu lalu, honorku pun dikirim. Aah, inilah enaknya bekerja untuk media asing. Kerja sebentar, duitnya buesar. Kirim honornya juga hanya perlu waktu seminggu.

Kali ini aku kerja untuk kontributor Financial Times. Kontributornya di Jakarta tiba-tiba kirim SMS ke aku sekitar seminggu sebelumnya. Dia bilang dapat kontakku dari teman di Al-Jazeera di Jakarta. Teman baru ini minta tolong aku bantu untuk cari informasi tentang rencana pembangunan lapangan golf di Desa Bugbug dan Perasi, Karangasem.

Semula dia mengatakan akan memberi honor Rp 2 juta untuk pekerjaan ini. Eh, ternyata kemudian nambah jadi Rp 3 juta. Aku kerja tak lebih dari tiga hari: satu hari riset, satu hari wawancara per telepon, satu hari reportase lapangan. Laporan yang aku buat, dalam bahasa Inggris acak adut, sekitar enam halaman.

Jadi anggaplah per hari dibayar Rp 1 juta atau Rp 500 ribu per halaman. Bagi orang lain mungkin kecil. Tapi bagiku ini nilainya besar. Atau malah jauh lebih besar dibanding kalau bekerja untuk media lokal.

Angka itu hanya sekadar gambaran betapa media asing memang jauh lebih menghargai wartawan dibanding media nasional. Terutama dari sisi materi. Sekali-kali mari jadi wartawan matre. Hehe.. Mari membandingkan kerja untuk media asing sama media lokal dari besarnya honor.

Contoh lainnya adalah ketika aku membantu The Australian, koran terbitan Australia. Tugasku hanya membantu wartawannya kalau liputan di Bali. Bahasa kerennya fixer. Bahasa gaulnya inlander. Soale bekerja untuk orang asing. Hehehe..

Tugasku persis wartawan harian lainnya. Mencari narasumber, mewawancarai, mencari dokumen, dan seterusnya. Tapi laporanku hanya lisan pada si wartawan itu. Untuk kerja semacam ini, aku dibayar Rp 700 ribu per hari. Nilai ini sama dengan gaji wartawan yang baru bekerja di media lokal.

Untuk fotografer, nilainya lebih gila lagi. Beberapa teman yang motret untuk media asing bisa dibayar sampai Rp 2 juta per hari. Yap, dua juta per hari!

Tapi pekerjaan seperti ini tidak selalu ada. Tergantung isu yang lagi dicari media Aussie. Pas waktu aku bantu dulu sih lagi rame soal Schapelle Corby, bom Bali 2005, Leslie, Bali Nine, dan seterusnya. Makanya jadi kayak panen raya. 😀

Begitu isu-isu itu sudah sepi, sepi pula pesanan untuk jadi fixer. Kere ndadak! Karena ini pula maka aku pikir susah juga kalau menggantungkan hidup sepenuhnya dari pekerjaan sebagai fixer.

Sekarang bandingkan dengan bekerja di media lokal. Itung-itung sekalian nulis tentang berapa sih rata-rata honor menulis di media massa.

Pengalamanku ketika bekerja jadi koresponden GATRA di Bali, aku hanya dibayar sekitar Rp 100 ribu per laporan sekitar tiga halaman. Dalam sebulan, paling banyak Rp 1 juta plus honor basis Rp 400 ribu. Berarti ya paling mentok Rp 1,5 juta per bulan.

Itu kalau sudah ngoyo banget. Kadang bisa jadi tidak ada laporan sama sekali dalam sebulan. Soale sudah usulan ke Jakarta, eh, tidak diterima.

Karena itu, jalan keluarnya adalah menulis juga untuk media lain. Usulan yang tidak diterima itu dikirim saja ke media lain. Misalnya waktu itu ke Kompas Muda, halaman untuk mahasiswa. Honor tulisan lepas di Kompas antara Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu.

Kalau nulis ke Kompas biasanya dalam bentuk feature, maka ke Media Indonesia lain lagi. Awal-awal aku kirim tulisan lepas ke sini dalam bentuk profil. Ada dua tulisan: satu tentang profilnya itu sendiri, satunya lagi testimoni orang lain tentang profil utama. Untuk tulisan sekitar empat halaman ini aku dibayar Rp 700 ribu. Ini honor terbesar dibanding media harian lain.

Selain nulis profil, aku biasanya nulis resensi buku. Honornya sekitar Rp 300 ribu. Ini sama dengan honor tulisan opini di Jawa Pos pada zaman masih ada rubrik khusus untuk mahasiswa dan aktivis. Sekarang rubrik ini sudah hilang.

Di antara sekian media tersebut, The Jakarta Post adalah media yang sampai saat ini masih menerima tulisan lepasku. Honor tulisan feature sekitar tiga halaman dibayar Rp 300 ribu. Kalau sampai satu halaman koran bisa Rp 700 ribu. Tapi aku baru sekali bisa nulis sampai satu halaman ini. Sisanya hanya nulis feature pendek-pendek. Maklum, wartawan males. 🙂

Paling enak sih nulis untuk majalah Playboy Indonesia ketika masih ada. Soale aku bisa nulis dalam bentuk indepth report, yang susah banget bisa masuk di media lain. Liputannya memang agak melelahkan karena sampe berminggu-minggu. Tulisanku soal petugas pertukaran jarum suntik steril untuk pengguna heroin malah berbulan-bulan. Tapi ya honornya memang besar Rp 3 juta.

Oya, itu semua untuk media nasional. Bagaimana dengan media lokal? Pengalamanku di media lokal sih hanya pernah nulis di Bali Post. Waktu itu, sekitar 1999, dibayar Rp 25 ribu untuk satu artikel opini. Tapi karena ini tulisanku pertama yang dibayar oleh media, waaah, tentu saja aku senang luar biasa.

Di atas semuanya, melihat tulisan sendiri dimuat di media massa memang tidak bisa dinilai dengan angka berapa pun.

28 Comments
  • okanegara
    July 20, 2008

    wah, kalau begitu capek juga ya. penghargaan kurang bisa jadi karena memang indeks ekonomi negara kita ya.kalau gitu saya lebih beruntung ya mas anton, nulis di beberapa jurnal di jaringan, juga sempat dikasi kesempatan nulis di medianya gramedia (misal: intisari) dikasi lumayan lho..

  • Penyu
    July 20, 2008

    setuju dengan pendapat pak dokter ne, mungkin juga mereka (media asing), ingin cepet dapet hasilnya bro, soalnya sapa tau mereka berpikiran kalo dikasih honor lebih, kerjanya kaya mobil di pasang NOS wus…wuuus..wuuuuuus…..

    Good luck bli, semoga order dari dalam dan luar negeri (ini yg utama wekekke) makin banyak 😀

  • yainal
    July 20, 2008

    ada order buat saya nggak? .. 🙂 *ngarep

  • blad
    July 20, 2008

    waktu saya masih jadi ‘percobaan’ di the f, bayaran saya less than 700rb loh mas. hehe… cuma 650rb hokhok.. kerjanya bulanan. hah,,, sering liputan malem pula.. hehe…

  • mohammad
    July 20, 2008

    gimana kalo kita bikin rusuh negara kita dengan isu internasional, nah kan bakal banyak media asing yang datang dan minta tenaga wartawan tambahan, kita bakal panen job kan, heheh…
    *(provoke mode on

  • pandebaik
    July 20, 2008

    wah wah wah… beginilah kalo jadi orang pinter ya, Bli. ngoyong2 jumah, abaang gae. 🙂

  • antonemus
    July 21, 2008

    @ okanegara: ya, dok.penghargaan utk wartawan mmg msh kurang. medianya kaya raya, tp wartawannya tetep menderita. :((

    @ penyu: terima kasih doanya. semogamakin banyak order dr media asing. biar bs rajin2 makan ayam betutu. :))

    @ yanial: ada. segeralah bikin lamonganensis. biar makin banyak yg datang ke WBL. 😀

    @ blad: wah, enak tuh. gajinya dikit. tp bisa jalan2 terus. 🙂

    @ mohammad: itulah otak wartawan matre sejati. panen di atas kesusahan orang. 😀

    @ pandebaik: ya ga bisa ngoyong gen di jumah, bli. harus rajin2 kontak temen2 jg. lalu liputan tentu saja. 🙂

  • wira
    July 21, 2008

    wah wah wah…. rumah tulisan buka2an tentang honor nih…
    *menghayal jadi wartawan

    btw, biasanya kalo udah ngomongin honor gini dan dipublikasikan di blog, brarti wajib hukumnya untuk? ….. makan-makan…. hwhuahuahua

  • erickningrat
    July 21, 2008

    saia ga pernah di bayar jadi wartawan om, maksudnya wartawan untuk blog saia sendiri :mrgreen:

  • made eka
    July 22, 2008

    rasanya kepuasan idealisme lebih penting dari kepuasan materi..
    salam

  • Yanuar
    July 22, 2008

    wahh.. enaknya jadi wartawan.

  • desy
    July 22, 2008

    mau dong kerja ama bule. hehehe…
    btw, aku temennya Tumik mas, yang kemarin dia kasih tau mau ke Bali. mengenai apa yang dia bilangin, ga usah ditanggepin. tapi kalo ada yang sesui, boleh juga ko. hehehehe

  • pushandaka
    July 22, 2008

    terakhir.., saya pernah nulis untuk majalah BOBO, waktu sd kelas 1…
    puluhan tahun silam. saya pun lupa apa yang saya tulis..
    tapi saya tetep inget, beberapa hari kemudiannya ada wesel pos dari BOBO, dengan nominal 5 ribu rupiah.
    sekarang? untuk blog ae mandeg! hehe..

  • antonemus
    July 23, 2008

    @ wira: hobinya memang buka2an. terutama buka anu.

    @ erick: ya udah. mulai sekarang bayar sendiri saja tiap tulisanmu. kan lumayan jg tuh. 😀

    @ made eka: yoih!

    @ yanuar: yaudah. sini tuker kerjaan. 😀

    @ desy: kerja sama bule apa nikah sama bule? yadah. ke bali aja.

    @ pushandaka: ayo, bli. tulis lg. 😀

  • sukandia.com
    July 23, 2008

    wow mantap blih, kapan yah bisa dapat honor 🙂

  • novan kojaque
    July 23, 2008

    kenapa ga coba apply jadi fulltime di media asing mas ?

  • gegary
    July 23, 2008

    Rp 3 juta bagi kita tentu aja banyak. Tapi bagi bule. 3 juta bagi 9 rb….yah cuman 700 – an dollar. jadi kayaknya bukan cuma karena gimana Indonesia menghargai pekerja media, tapi juga karena nilai rupiah terhadap dollar gak naik-naik, alias antara Indonesia dan negaranya si bule bukannya perbandingan yag setimpal. Biar lebih objective, pembandingnya negara yang sebanding lainnya aja, Ton.

  • didut
    July 24, 2008

    jadi intinya managemen keuangan yah 😀

    *lirik sang istri*

  • desy
    July 28, 2008

    hehe… tau aja… btw, mau naya neh mas di bali ada kursusasn bahasa asing selain inggris yang oks banget gak? esp. spanish or german.

  • desy
    July 28, 2008

    hehe… tau aja… btw, mau nanya neh mas di bali ada tempat kursus bahasa asing selain inggris yang oks banget gak? esp. spanish or german. coz, rencananya seh ntar mau kursus english di IALF buat pematangan and nyari bahasa lain lagi buat nambah2 perbendaharaan perbahasaan.

  • Ruslan Andy Chandra
    August 11, 2008

    Perkenalkan saya adalah Editor di KabarIndonesia, http://www.kabarindonesia.com. Nama baru dari KabarIndonesia adalah Harian Online KabarIndonesia (HOKI)

    Semua yang terlibat di media tersebut adalah relawan. Penulis, Editor Redaksi dan Owner-nya dari berbagai negara di dunia. Pusatnya di Belanda.

    Nanti kalau ada pekerjaan peliputan dari luar negeri saya coba informasikan kepada anda kalau anda masih membutuhkannya.

    Salam hangat,

    ruslanandychandra@mail.com
    081584021244

  • gung ws
    November 3, 2008

    ahee…..tiba2 teringat..ad yang perlu fotografer???

    kabar2in y!!

    hehehehe…

  • Dony Alfan
    November 20, 2008

    Tolong dong kasih tips supaya sebuah artikel bisa diterima di media cetak.
    Oya, kabarnya profesi paparazi mulai marak di Bali, soalnya banyak artis hollywood yang liburan ke Bali, bener gak?

  • Indra Utama
    December 25, 2008

    Mas dr, boleh ya sedikit info soal honor dicuplik buat tulisan saya. Salam kenal.

  • wawan
    March 18, 2009

    mas boleh tau gak bayaranya kalau artikel kita bisa dimuat di media cetak(koran). bukanya apa-apa sih, kan kalo ada info, sapa tau bisa lebih semangat lagi.

    soalnya aku udah cari cari di internet gak nemu nemu

  • Jejak petualang
    December 8, 2009

    Q jg pgen nulis2 artikel buat media asing mas. Minta referensi dong media mana aja yang cocok bagi pemula seperti saya..

    Thanks.

  • arsyak
    February 10, 2013

    kalau bekerja untuk media asing, terkesan seperti mata2 yach…

  • Kinaldo Kassa
    March 24, 2015

    Saya tertarik untuk bisa bekerja untuk media asing mas, saolnya saya sudah punya pengalaman kerja di media koran lokal yang bayaranya sangat tidak sesuai dengan kontribusi untuk media tersebut. Tapi saya masih belum tau cara dan standard agar tulisan saya bisa mejeng ke media asing. Saya harap kamu bisa memberikan bocoran agar bisa join media asing. Terima kasih banyak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *