Di antara debu jalanan, Wayan Broklyn merekam suasana sekitarnya.
Mantan pengguna narkoba dengan jarum suntik atau injecting drug user (IDU) itu menggunakan BlackBerry untuk memotret. Tanpa melepas helm dan masih membawa tas punggung, Broklyn memotret orang-orang lewat, kendaraan hilir mudik, dan jalanan yang agak berantakan.
Sabtu siang itu, persis pukul 12 siang, cuaca sangat terik. Panas.
Pertigaan Jalan Tukad Badung dan Jalan Tukad Yeh Aya Denpasar timur itu sedang dibongkar untuk pemasangan gorong-gorong. Debu berterbangan di antara lalu lalang manusia dan kendaraan. Seorang pedagang es menyiram jalan di depannya agar debu tak terlalu banyak beterbangan.
Broklyn sigap melihat laki-laki tersebut menyiram jalana. Dengan ponselnya, dia memotret. Jepret! Hasilnya, seorang laki-laki menyiram jalanan dengan cipratan air di depannya.
Berjarak sekitar 10 meter dari Broklyn, Muhammad Faiz juga sibuk melakukan hal sama. Dengan BlackBerry, staf Yayasan Kesehatan Bali (Yakeba) itu merekam anak-anak SMP yang naik sepeda motor tanpa mengenakan helm. Faiz memotret spanduk dan sampah di pinggir jalan juga.
Sekitar dua minggu sebelumnya, belasan pelajar di Denpasar melakukan hal serupa. Putri Intan Sari Dewi salah satunya. Bersama 15 peserta lain, mereka memotret suasana di Pasar Badung, Denpasar. Dua peserta malah turun ke sungai, memotret orang-orang mancing di sungai di antara aroma busuk sampah.
Senjata utama mereka adalah ponsel. Media utama mereka adalah media sosial, Twitter. Kekuatan mereka adalah kecepatan.
Begitu selesai memotret, mereka langsung mengunggah foto-foto itu ke internet melalui akun Twitter masing-masing. Tak lupa pula mereka menyebut (mention) akun jurnalisme warga di Bali, @BaleBengong.
Inilah asyiknya pelatihan UU Project yang kami laksanakan. UU Project adalah kampanye jurnalisme warga. Kami semakin banyak warga mau menggunakan ponselnya untuk memotret lingkungan di sekitar mereka lalu membagi informasi itu melalui media sosial. Kami percaya bahwa setiap warga bisa melakukannya.
Target utama kampanye ini memang warga di perkotaan. Realistis sajalah. Mereka yang sudah melek teknologi, bisa membeli perangkat ini tapi belum tentu bisa atau sadar untuk menggunakannya terutama untuk media jurnalisme warga.
Karena itu, kami tak hanya mengajak mereka tapi juga sekalian belajar bagaimana memotret yang lebih baik dengan ponsel. Biasanya kami mengajak fotografer profesional sebagai pemateri termasuk nantinya menilai hasil foto-foto peserta.
Nah, dari tiga kali pelatihan, termasuk satu kali pada tahun lalu, menurutku sih asyik banget. Senang melihat para warga, apakah itu pelajar, mahasiswa, aktivis LSM, mantan IDU, orang dengan HIV dan AIDS, dan seterusnya antusias memotret kotanya dan kemudian menyebarluaskannya.
Kami percaya bahwa warga adalah informasi itu sendiri, termasuk Anda. Karena tidak ada informasi tanpa Anda. No neuus without u!
Leave a Reply