Tinggalkanlah Aku Kau Ku Kejar

1 , Permalink 0

Dua pengendara motor itu bertabrakan di depanku.

Dua orang tersebut, keduanya lak-laki, sama-sama terjatuh. Aku tidak tahu siapa menabrak siapa. Ada satu mobil menghalangi aku melihat langsung tabrakan itu.

Ketika aku tiba di pinggir mereka, keduanya sedang berusaha bangun. Mereka agak kontras. Si bapak berbadan kekar naik sepeda motor matic. Lelaki satunya berbadan kecil naik sepeda motor Supra.

Aku turut berhenti. Antara pengen melihat karena pas lewat sambil bersiap-siap mau menolong. Pagi itu aku dalam perjalanan menuju tempat kerja paruh waktu.

Si laki-laki berbadan kekar menuntun sepeda motornya ke pinggir. Dia sempat memaki si lelaki berbadan kecil tersebut. Lalu, sambil jalan tertatih dia minggir ke jalan.

Si lelaki berbadan kecil juga melakukan hal sama, menuntun sepeda motornya ke pinggir. Menghidupkan mesin. Lalu… kabur!

Si kekar, awalnya berjalan tertatih-tatih seperti kesakitan di kakinya, tiba-tiba langsung “sembuh”. Dia berteriak, “Woi, bangsat!” sambil segera menghidupkan motor dan mengejar si ceking.

Kejadiannya cepat. Mungkin tak sampai lima menit. Si kekar kemudian ngebut mengejar si ceking yang meliuk-liuk menghindari kejaran si kekar di antara riuh lalulintas jalan raya daerah Renon, Denpasar pagi itu.

Aku tak tahu bagaimana akhirnya karena jalanku berbeda dengan jalan mereka berdua. Tapi aku sih yakin kalau si ceking itu tertangkap oleh si kekar, dia akan lebih babak belur.

Padahal, kalau saja dia tak kabur dan mau menyelesaikan masalah dengan baik-baik, aku yakin akan lebih baik bagi dia.

Tapi ya begitulah. Sebagian orang memang memilih menjadi si ceking itu. Lari ketika sedang ada masalah. Bukannya menyelesaikan, alih-alih cuma menambah masalah dengan masalah baru.

Dua cerita yang selalu aku ingat soal tanggung jawab adalah kejadian pada dua orang, satunya teman, satunya saudara sendiri.

Kejadian pada temanku sudah lama banget. Kira-kira sepuluh tahun silam. Si teman ini sama-sama jadi sales cat semprot sama aku. Karena banyak utang tak bisa dia bayar, maka dia berhenti begitu saja. Padahal masih banyak tagihan ke kantor belum dibayar.

Akhirnya, aku yang harus dengan gemetar menghadap si bos. Meminta maaf dan berjanji mau membayar utang jutaan tersebut. Untung si bos baik hati. Dia kesal sama si teman yang masih keponakannya sendiri itu. Tapi, dia bilang aku tak usah memikirkan utang tersebut.

Tenanglah jadinya. Masalah selesai. Aku bisa kembali bekerja jadi tukang sales cat semprot.

Kasus kedua terjadi pada saudara (ipar) sendiri. Karena kasus penipuan tanda tangan lalu dia lari. Padahal semua saudara sudah sepakat akan mendukung jika dia bertanggung jawab.

Tapi ya begitulah. Dia kabur. Lalu, masalah tak selesai-selesai hingga saat ini. Tak tahu sampai kapan.

Jadi, besok-besok kalau punya masalah, hadapilah. Karena lari dari tanggung jawab tak akan menyelesaikan masalah. Hanya membuat hidup jadi lebih susah.

Ilustrasi orang kabur diambil dari amilus.

1 Comment
  • Zizy Damanik
    October 27, 2013

    Hhaha…
    Duh maaf jadi geli membayangkan yang “tiba-tiba sembuh” itu…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *