Kejutan datang bulan lalu. Seorang teman yang dulu hampir mati ternyata telah kembali.
Hari ini aku baru ingat untuk menulis cerita itu kembali.
Namanya Alex. Dia salah satu orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang dulu aku dampingi semasa ikut jadi pendamping alias buddies. It’s been a long time ago. Mungkin sepuluh tahun lalu.
Ketika itu aku jadi relawan pendamping Yayasan Bali Plus. Kegiatannya antara lain mendampingi ODHA-ODHA tak berdaya seperti Alex. Tak berdaya ini bukan berarti tak bisa ngapa-ngapain. Biasanya karena kesehatan yang buruk atau tak ada pendamping sama sekali.
Sebagai pendamping, buddies harus mengingatkan ODHA untuk disiplin minum obat antiretroviral (ARV). Tiap hari, kami harus mengingatkan setidaknya tiga kali. Saat itu lebih banyak lewat SMS atau telepon. Media sosial atau pesan singkat seperti Whatsapp dan BBM belum dikenal.
Tak hanya mengingatkan, buddies juga harus mendampingi ODHA terutama saat sakit. Begitu pula aku dan Alex. Aku rutin ke rumah dia di Jl Sudirman, Denpasar. Ini kompleks tentara di mana banyak anak-anak kolong seperti Alex yang sudah lewat duluan karena HIV dan AIDS. Maklum, Sudirman pernah termasyhur sebagai pusat peredaran narkoba di Bali.
Oke, balik soal buddies.
Buddies juga harus mendampingi ketika ODHA dampingannya sakit. Ini salah satu pengalaman paling kuat selama jadi buddies.
Begitu pula ketika mendampingi Alex. Selain pernah mendampingi saat dia sakit di rumah, ada pula pengalaman mendampingi dia di rumah sakit. Aku lupa persis apa penyakitnya. Tapi, rata-rata ODHA mantan pengguna heroin sih tuberculosis (TB).
Yang aku ingat saat itu, badan Alex kurus kering. Dia harus digendong untuk berjalan. Tulang-tulang seperti menempel satu sama lain. Keriput. Padahal umurnya masih 20-an.
Sehari-hari dia cuma tidur di kasur rumah sakit. Buang air besar pun harus dibantu. Buddies mendampingi dia termasuk urusan buang air besar. Juga ketika periksa kesehatan.
Toh, dia seperti juga teman-teman ODHA lain yang aku akrabi, cuek saja minta difoto dengan tubuh ringkih dan senyum getirnya.
Setelah sekitar seminggu dirawat, Alex berangsur pulih. Dia sehat kembali. Aku sudah tak lagi aktif mendampingi ODHA. Namun, kami tetap sering ketemu terutama ketika aktif di Ikatan Korban Napza (IKON) Bali.
Lalu, dia pamit untuk pindah ke Negara, sekitar 200 km di ujung barat Bali sana. Rumah orang tuanya di Sudirman sudah tidak boleh ditempati.
Lama sekali kami tak jumpa. Tiba-tiba bulan lalu aku kembali dapat kabar dari teman lain bahwa dia ternyata aktif di Yayasan Kasih Kita (Yakita) yang juga mendampingi para pecandu.
Ceritanya pas aku mau motret kehidupan para pecandu yang sedang ikut rehabilitasi. Eh, ternyata malah Alex yang mengurusi tempat rehabilitasi itu. Jadilah kami berhahahihi. Dia masih kurus apalagi dengan kaos singlet putihnya pagi itu. Tapi terlihat lebih sehat.
“Kamu mau gak bikin cerita tentang perjalanan hidupku?” kata Alex.
Aku lalu ingat ide lama, membuat cerita tentang perjuangan teman-teman pecandu dan mantan pecandu positif HIV yang sudah pergi mendahului. Ah, ide itu sampai saat ini hanya tersimpan rapi..
Leave a Reply