DK 8662 CV. DK 8662 CV. DK 8662 CV.
Bolak-balik aku berusaha mengingat nomor polisi sepeda motor tersebut. Aku tak ingin melupakannya karena pemilik sepeda motor Vario Merah itu menarik perhatianku.
Pengendara motor itu menyeberangkan seorang nenek di Jalan Letda Made Putra Denpasar. Dia sampai menyetop kendaraan yang rata-rata egois tak memberikan kesempatan pada penyeberang.
Karena itulah, pagi ini setelah melihatnya, aku berusaha mengingat nomor polisi sepeda motor si lelaki baik hati itu. Tapi, ternyata susah juga.
Sepanjang sisa perjalanan ke tempat kerja pun aku berusaha keras agar nomor itu tak lupa. Aku berusaha mengingat terus nomor itu sambil mengingat juga kebiasaan lama yang sudah tak aku lakukan.
Dulu, ketika masih SD hingga jadi mahasiswa, aku suka sekali dengan angka. Matematika jadi pelajaran favoritku. Jika bagi murid atau mahasiswa lain, pelajaran ini menakutkan, maka bagiku justru menyenangkan.
Aku jatuh cinta pada angka-angka.
Karena itu pula, menghafalkan angka pun jadi kesenangan tersendiri bagiku. Nomor telepon teman, kode pos, nomor polisi kendaraan, dan rangkaian angka-angka dengan mudah aku ingat. Puas rasanya kalau bisa menghafal mereka.
Maka, aku tak perlu mencatat nomor telepon teman. Aku bisa mengingat sebagian besar nomor telepon mereka baik telepon rumah ataupun ponsel. Ketika akan menelpon, aku tak perlu buka buku telepon karena semua sudah ada di kepala.
Begitu pula dengan nomor polisi sepeda motor. Hampir semua nomor polisi sepeda motor teman-temanku aku ingat. Saat itu aku bisa tahu siapa teman di sana hanya dari sepeda motor yang ada.
Tapi, itu dulu. Sekarang susah sekali bagiku untuk mengingat angka-angka. Bisa jadi karena usia makin tua, tapi bisa jadi karena otakku memang makin manja.
Ada teknologi bernama ponsel yang kini merekam semua nama dan nomor telepon mereka. Bahkan tanggal lahirnya.
Maka, memori dalam ponsel pun menggantikan memori di kepala kita. Jika dulu semua nomor tersebut tersimpan di otak, kini tersimpan di memori ponsel. Dari semula hanya sekitar 50 nama, kini ponsel bisa menyimpan nama dan nomor telepon hingga ribuan.
Tapi, memori yang kian hilang di otak kita tak cuma angka melainkan juga kenangan, kejadian, peristiwa, atau hal-hal lain yang kita alami. Jika dulu sebagian besar ingatan kita terisi oleh mereka, lengkap dengan sensasinya, maka kini semua ingatan itu hanya diwakili oleh visual semata.
Kita menjepret makanan yang akan kita makan. Sekadar menyimpan tanpa ada proses untuk menikmati sensasinya, aromanya, suasananya. Kita memotret pantai tempat kita jalan-jalan tanpa sempat memamah dan mencernanya dalam ingatan.
Kenangan kita terhadap semua itu hanya terwakili kemudian oleh foto atau video dalam ponsel.
Otak kita, yang secara teori bisa menyimpan “berkas” dengan kapasitas tak terhingga, kini hanya kita isi dengan satu dua kenangan seperlunya. Otak kita makin manja. Tidak terbiasa bekerja.
Maka, kenangan kita terhadap kejadian hanya semata pada tampilan visual yang tersimpan di memori ponsel. Semata foto atau video. Tak ada sensasi. Tak ada imajinasi lebih dibandingkan ketika kita mengingatnya di kepala.
Ponsel membuat otak makin lupa pada angka-angka. Ponsel menjadikan kenangan menjadi hambar tanpa rasa. Ponsel mengubah kita menjadi robot penyimpan, bukan manusia penuh kenangan.
February 5, 2014
Ingat masa SMA dulu, baru satu dua saja yang punya HP, sisanya hanya tlp rumah dan saya hafal sebagian besar no telepon rumah teman sekelas. Sekarang? Nomor tlp rumah sendiri aja kadang lupa 😀