Menyambangi Masa Lalu di Rumah Bilbo

0 , , Permalink 0

Hobbiton

Kambing-kambing itu membuatku mbrebes mili.

Wajah-wajah polos mereka mengingatkanku pada 25 tahun silam. Zaman ketika aku begitu akrab dengan mereka.

Ketika itu, sebagai anak SD, aku harus angon kambing tiap hari. Tidak ada pilihan lain karena memang itulah tuntutan hidup. Tiap hari sepulang sekolah, aku harus menggembalakan mereka di lereng bukit dekat kampung. Lalu, sendirian menunggu mereka makan rumput di antara sunyi perbukitan.

Sering kali aku iri dengan teman-teman lain yang bebas bermain sepulang sekolah. Tapi ya apa boleh buat. Jalani saja. Sambil menjaga keyakinan bahwa angon kambing itu proses yang harus dijalani dalam hidup.

Ingatan tentang angon kambing itu datang ketika kami berkunjung ke Plant and Food Research di Waikato, Selandia Baru. Kunjungan ini bagian dari Kongres International Federation of Agricultural Journalist (IFAJ). Di tempat riset ini, kami melihat bagaimana penelitian-penelitian terkait pertanian dan makanan Selandia Baru.

Salah satu penelitian yang sedang berjalan adalah tentang menjadikan susu kambing sebagai sumber pendapatan lain bagi Selandia Baru. Selama ini, susu sapi merupakan produk utama.

Kambing-kambing itulah yang bikin aku mbrebes mili. Setelah dulu nangis-nangis kalau angon kambing, ternyata bisa juga ketemu mereka lagi. Mereka seperti mengingatkan, ternyata jalan hidup memang harus panjang dan berliku sebelum sampai pada titik yang pernah kita bayangkan dulu.

Selandia Baru termasuk negara yang amat menarik untuk dikunjungi. Daya tariknya amat kuat. Karena itu, aku menjadikannya sebagai salah satu negara yang mungkin bisa aku kunjungi suatu saat nanti.

Cuma ya, bisa sampai Selandia Baru itu tetap sesuatu yang tidak pernah aku bayangkan sama sekali. Ke Selandia Baru? Untuk apa? Pakai jalur mana?

Terlalu sentimentil. Tapi, tidak menyangka akhirnya tiba juga aku di sini, termasuk ke Hobbiton.

Hobbiton ini salah satu tempat yang dulunya hanya bisa aku bayangkan akan aku kunjungi. Semua gara-gara dua film keren, Lord of the Rings dan Hobbit. Film bertema serupa dan saling terkait itu disutradarai Peter Jackson, yang memang dari Selandia Baru. Kedua film itu dibuat berdasarkan novel karya JRR Tolkien dengan judul sama.

Peter Jackson mengambil salah satu desa di Waikato, Selandia Baru sebagai tempat para Hobbit, makhluk kecil dan pemberani, tinggal. Hobbiton yang landai dan damai dalam dua film tersebut amat memikat. Termasuk bagiku.

Karena itu, di antara sekian tempat yang pernah aku kunjungi, Hobbiton ini paling emosional. Berkunjung ke Hobbiton? Benarkah??

Tapi, baiklah. Akhirnya kami pun mengunjungi tempat ini. Jaraknya sekitar 1,5 jam perjalanan dari Hamilton, kota terbesar keempat di Selandia Baru.

Bukit-bukit landai menyambut kami ketika tiba. Di lereng-lerengnya, ratusan domba sedang merumput. Di balik bukit-bukit itulah rumah para hobbit bersembunyi.

Hobbiton ini sebenarnya desa “jadi-jadian”. Pada awalnya dia hanya tempat beternak domba dan sapi seperti tempat lain di Selandia Baru. Lalu, Peter mengubahnya menjadi tempat seperti digambarkan Tolkien dalam novel-novel legendarisnya.

Setelah jadi tempat syuting Hobbiton itulah, tempat ini kemudian menjadi salah satu tempat tujuan wisata populer di Selandia Baru. Lebih dari 500 ribu turis berkunjung ke tempat ini.

Rumah-rumah Hobbit itu menempel di dinding bukit. Sebenarnya, dia hanya ruang berukuran tak lebih dari 10 x 1 meter. Tidak seperti di film di mana para Hobbit memiliki rumah panjang semacam lorong di bawah bukit tersebut.

Di bagian paling atas ada rumah Bilbo Baggins, tokoh utama dalam film The Hobbit. Ketika sampai di depan rumahnya, aku merasa seperti Gandalf, yang datang bertamu pertama kali ke rumah Bilbo sebagai tamu tak diundang.

Tapi, kini aku merasa sikap si tuan rumah berbeda. Kini, dia seolah berbaik hati mengundang kami dan mempersilakan mampir ke desanya. Seperti juga cuaca cerah dan hangat petang.

Terima kasih, Bilbo. Untuk keramahannya dan mengingatkan aku tentang masa lalu.

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *