Mengutuk Pemberangusan Kebebasan Berekspresi di Indonesia

0 , , Permalink 0

PERNYATAAN TERBUKA
Mengutuk Pemberangusan Terhadap Kebebasan Berekspresi di Indonesia

Kebebasan berekspresi dan berpikir kritis sedang mengalami serangan yang brutal di Indonesia. Serangkaian tindakan represif dan kejam dilakukan oleh pihak berwenang terhadap upaya-upaya untuk membuka kembali dan membongkar secara kritis atas tindakan pembersihan terhadap komunis dan para pendukungnya pada tahun 1965, yang dilakukan dengan alasan demi bangsa yang lebih baik, merupakan bukti bahwa warisan totalitarian dari rejim Orde Baru masih bercokol dan hidup.

Suharto mungkin sudah mati, tapi para penjaga orde baru masih mengawasi gerak gerik warga negara ini, dan pada banyak kasus justru melakukan tindakan-tindakan menindas untuk membungkam kebebasan rakyat.

Kita sudah lihat beberapa bukti hanya dalam satu minggu ini saja.

Penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan terhadap Tom Iljas di Sumatera serta deportasi dan memasukkannya ke dalam daftar tangkal oleh aparat polisi dan imigrasi setempat hanya karena ia mengunjungi makam ayahandanya –yang menjadi korban pembantaian massal pada tahun 1965– merupakan contoh nyata dari hadirnya hantu Orde Baru itu dimana negara melakukan tindakan kejahatan terhadap rakyatnya sendiri. Teror bertubi-tubi yang dialami oleh Kerabat Tom Iljas pasca penangkapannya yang dilakukan oleh kepala desa dan camat setempat menunjukkan busuknya mentalitas para aparat negara dan pejabatnya

Kemudian Majalah Mahasiswa Lentera dipaksa untuk menarik penerbitan edisi terbaru majalah mereka karena mempublikasikan cerita mengenai pembunuhan-pembunuhan yang terjadi pada tahun 1965 di Salatiga, Jawa Tengah. Tiga mahasiswa yang terlibat dicokok polisi dan diinterogasi.

Kita juga menjadi saksi atas pembatalan atau penyerangan terhadap acara-acara yang membahas berbagai aspek tahun 1965 baik yang dilakukan oleh warga sipil maupun aparat penegak hukum di berbagai tempat di Indonesia (Banyuwangi, Solo, Bukit tinggi dll). Kejadian-kejadian ini merupakan bukti kuat bahwa telah terjadi ancaman dan ketiadaan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia.

Dan yang terkini, Ubud Writers and Readers Festival juga mengalami intimidasi yang dilakukan oleh aparatus lokal dan nasional agar membatalkan program mereka yang berkaitan dengan pembunuhan massal tahun 1965 merupakan bukti nyata bahwa pejabat negara mengawasi setiap langkah warga negaranya dan semakin menegaskan tindak represi terhadap warga sipil dan kreatifitas.

Kami, para penulis, jurnalis, seniman dan aktivis, bersatu mengutuk represi yang semakin sering terjadi terhadap kebebasan berpendapat, berekspresi rakyat dan pemasungan berpikir kritis dengan menggunakan cara-cara represif ala Orde Baru.

Kami mendesak:

1. Polri dan para petugasnya di tingkat provinsi, kabupaten dan kecamatan, terutama di Bali, Salatiga dan Padang untuk menghargai hak konstitusional dan hak dasar rakyat dalam kebebasan berekspresi. Mereka harus segera menghentikan tindakan pelarangan ataupun pembatalan diskusi atau seminar untuk memperingati 50 Tahun tragedi 1965 karena semua kegiatan itu harus dianggap sebagai bagian dari rekonsiliasi nasional seperti yang dijanjikan oleh pemerintah Presiden Joko Widodo.

2. Membatalkan segala bentuk tindakan imigrasi (deportasi, pencekalan) terhadap Tom Iljas, berdasarkan fakta bahwa Tom Iljas dan keluarganya tidak bersalah dan tidak melakukan pelanggaran imigrasi.

3. Presiden Joko Widodo dan pemerintah Indonesia bersama dengan pemerintah daerah memberikan perlindungan dan menjamin keselamatan mereka yang menginginkan maupun merencanakan diskusi, peninjauan kembali dan melakukan investigasi mengenai tragedi 1965 dari segala bentuk penyensoran, intimidasi dan teror.

4. Kelompok dan individual yang terlibat dalam tindak kekerasan terhadap diskusi mengenai tragedi 1965 untuk menahan diri dan membuka ruang dialog sehingga memungkinkan solusi damai atas tragedi nasional tersebut

Kami percaya setelah 50 tahun bangsa ini sangat membutuhkan investigasi dan diskusi yang terbuka, transparan serta jujur mengenai pembantaian massal terhadap komunis pada tahun 1965 dan kejadian-kejadian pasca tahun tersebut yang telah merenggut jutaan nyawa dan mendatangkan penderitaan bagi jutaan orang lainnya.

Keluarga korban harus menerima keadilan yang sudah sepatutnya mereka dapatkan, karena kami percaya lembaga yang diduga terlibat dalam kejahatan itu sebaiknya membersihkan nama baik mereka sehingga mereka bisa menyongsong masa depan yang lebih baik. Menjadi kepentingan bangsa dan rakyat negeri ini untuk tidak mengaburkan sejarah mengenai pembantaian itu sehingga ada keadilan bagi pelaku dan korban.

Narahubung:
Abdul Khalik – Pendiri ASEAN Literary Festival/Jurnalis – (+6281317212838)
Yulia Evina Bhara – Direktur Partisipasi Indonesia – (+6281282275648)
Tunggal Pawestri – Aktivis Perempuan – (+628174962666)

Penandatangan:
1. Okky Madasari – Writer/ Founder of ASEAN Literary Festival
2. Faiza Marzoeki – Playwright, Theater Producer and Director of Institut Ungu
3. Aquino Hayunta –Indonesian Art Coalition
4. Tunggal Pawestri – BITES
5. Yulia Evina Bhara – Partisipasi Indonesia
6. Dhyta Caturani – Activist
7. Felencia Hutabarat – Indonesian Art Coalition
8. Damar Juniarto – Social Blogger
9. Abdul Khalik – Journalist/Founder of ASEAN Literary Festival
10. Joshua Oppenheimer – Filmmaker
11. Iin Purwanti – Alumni of FIB UI
12. Amerta Kusuma – KawanKawan Film
13. Fanny Chotimah – Writer/Filmmaker
14. Mary Farrow – Activist/Coordinator of Emerald Community House Australia
15. Yuliana Sandy Aryani – Alumni of FIB UI
16. Yerry Wirawan – Alumni of FIB UI
17. Musita Hartanti – Alumni of FIB UI
18. Umar Idris – Alumni of FIB UI/Journalist
19. Bonnie Triyana – Chief Editor Historia Magazine.
20. Amatul Rayyani Siddiqah – Journalist
21. Atmakusumah Astraatmadja – Press Observer/Lecturer on Journalism
22. Vivi Widyawati – Politik Rakyat
23. Mutiara Ika Pratiwi – Perempuan Mahardhika
24. Aryo Wisanggeni – AJI Indonesia
25. Arfi Bambani – AJI Indonesia
26. Yudi Adiyatna – Youth Pro Active TII
27. Grace Tobing – Indonesia Against Human Trafficking (FIGHT)
28. Iman D Nugroho – AJI Indonesia
29. Afra Suci Ramadhan – Pamflet
30. Nabilla Reysa – Pamflet
31. Niesrina Nadhifah – Kontras
32. Amira Hasna – Youth Rights Now
33. Qory Dellasera – Activist
34. Annayu Maharani – Indonesian Art Coalition
35. Oming Putri – Indonesian Art Coalition
36. Abduh Aziz – Indonesian Art Coalition
37. Indah Yusari – Pamflet
38. Justian Edwin – Pamflet
39. Ardi Yunanto – visual artist
40. Qorihani – Alumni of Faculty of Cultural Studies, University of Indonesia
41. Muhammad Faisal Bustamam – Videomaker/Activist
42. Veronica Iswinahyu – Activist
43. Prathiwi W. Putri – Kampung Kota
44. Rahung Nasution – food culture activist & videomaker
45. Wilson Obrigados – Writer
46. Yasmin Purba – YLBHI
47. Mugiyanto – INFID
48.Wisnu Surya Pratama – Film maker
49. Dwi Sujanti Nugraheni – Filmmaker
50. Dinda Nuurannisaa Yura – Women’s Rights Activist
51. Sinnal Blegur – Perkumpulan Praxis
52. Ibeth Koesrini -Activist
53. Kurnia Yudha F – Filmmaker
54. Efi Sri Handayani – Filmmaker
55. Vera Lestafa – Filmmaker
56. Shelly W.M – Activist
57. Agnes Gurning – Activist
58. Lukman Simbah – citizen
59. Zico Mulia – citizen
60. Isti Komah – Nawit Women Group
61. Yolandri Simanjuntak – Citizen
62. Shinta Miranda – Writer
63. Soe Tjen Marching – Writer and activist
64. Dede Dyandoko Kendro – citizen
65. Kurniawan- Journalist
66. Ranggoaini Jahja – Activist
67. Ririn Sefsani – Small Earth Community
68. Arman Dhani – Writer
69. Asfinawati – Public lawyer
70. Gustaff H Iskandar – Common room
71. Wenny Mustikasari – citizen
72. Andreas Iswinarto – Galeri Lentera Pembebasan
73. Ajar Pamungkas – Warga Yogyakarta
74. Jess Melvin – The University of Melbourne, Australia
75. Christina Yulita – citizen
76. Dolorosa Sinaga – Artist/Lecturer Faculty of Fine Art of Jakarta Institute of the Arts
77. Elisabeth Ida Mulyani – Artist, Belgium
78. Kresna Astraatmadja
79. Todung Mulya Lubis – Lawyer
80. Josefin Morge – Chairperson VIF, Left Forum Sweden
81. Brad Simpson – Historian, University of Connecticut, USA
82. Peter Boyle, Green Left Weekly, Australia
83. Debbie Prabawati – Activist/Researcher
84. Jeffrey A. Winters – Professor of Politics/Director of the Equality Development and Globalization Studies (EDGS) Program Northwestern University, USA
85. Tamara Pearson – Journalist/Author of The Butterfly Prison
86. Tom Iljas – Sweden
87. Joanne Faulkner – Lecturer in Women’s and Gender Studies, UNSW, Australia
88. John Pilger – Writer/Filmmaker/Journalist
89. Pip Hinman – Journalist/Activist Australia
90. Professor Ariel Heryanto – Australia
91. Grace Leksana – Institut Sejarah Sosial Indonesia
92. Dr. Max Lane – Melbourne, Australia
93. Imelda Liliyanti – ILUNI FIB UI
94. Ratu Febriana Erawati – ILUNI FIB UI
95. Jemma Purdey – Herb Feith Foundation
96. Herlambang P. Wiratraman – Coordinator Serikat Pengajar HAM Indonesia
97. Chris Nash – Journalism Professor, Monash University, Australia
98. Wendy Bacon – Journalist, Australia
99. Signe Byrge Sørensen – Filmmaker, Denmark
100. Max White – Amnesty International, USA
101. Prof. Dr Saskia E. Wieringa – University of Amsterdam
102. Stanley Adi Prasetyo – Journalist
103. Andreas Harsono – Human Rights Watch researcher on Indonesia
104. Mery Kolimon – Koordinator Jaringan Perempuan Indonesia Timur
105. Bilven – Ultimus Publishing
106. Dr. Annie Pohlman – The University of Queensland, Australia
107. Ayu Wahyuniengroem – University of Indonesia
108. Raihana Diani – Acehnese
109. Soraya Oktaviani – Indonesia untuk Kemanusiaan
110. Brad Adams – Asia Director, Human Rights Watch
111. Dodi Yuniar – Asia Justice and Rights
112. Sangdenai – Freelance Writer
113. Edo Wulia – minikino.org
114. Tria Nin – Writer
115. Lini Zurlia – Activist
116. Anggun Pradesha – SWARA
117. Data RB – nefos.org
118. Kartika Pratiwi – Kotakhitam Forum
119. Shita Laksmi – ICT and Open Governance Activist
120. Dewi Chandraningrum – Lecturer, writer, academic
121. A. Dananjaya – Kotakhitam Forum
122. Dimas D Saputra – Kotakhitam Forum
123. Aquido Adri – Kotakhitam Forum
124. Kyq Sallata – Kotakhitam Forum
125. Berto Tukan – Writer and cultural activist
126. Olin Monteiro – Feminist, Peace women across the globe Indonesia
127. Afnaldi Syaiful – Activist
128. Anton Muhajir – Blogger
129. Tri Em – citizen
130. Eddi Prayitno – Indonesia Center of Deradicalism and Wisdom
131. Dr. Jordana Silverstein- Historian, University of Melbourne, Australia
132. Dr. Ian Wilson – Academic, Murdoch University, Australia
133. Nursyahbani Katjasungkana, Chair, YLBHI Board of Trustee
134. Ellin Rozana – Institut Perempuan
135. Whisnu Yonar – Activist
136. Bivitri Susanti – Legal Reform Activist/Academician
137. Susan Price – National Co-Convenor Sosialist Alliance, Australia
138. Andy Budiman – SEJUK
139. Agustine – Ardhanary
140. Dr. Reihana Mohideen – Senior Researcher Fellow, University of Melbourne, Australia
141. Dr. Rebecca Conroy – Independent Scholar & Art Worker
142. Eva Simanjuntak – Alumni FIB UI
143. Yudi Bahcrioktora Alumni FIB UI
144. Saras Dewi – Dosen dan Alumni FIB UI
145. Ery Sandra Amelia – Journalist/ Film maker
146. Ratih Kumala – Writer
147. Laksmi Pamuntjak – Writer
148. Choo Chon Kai – Deputy Secretary-General of Parti Sosialis Malaysia (PSM)
149. Janet de neefe – Director of Ubud Writers & Readers Festival
150. Rita Djayusman- Pegawai Swasta
151. Eni Simatupang – Mahasiswa
152. Valentina Sri Wijayati – Citizen
153. Marlon Rumambi – Citizen
154. Dadang Chrisanto – Artist
155. Rio Tuasikal – KBR 68H
156. Doni Suryono PSH – Citra Nusantara News media
157. Wida Semito – Citizen
158. Irna Permanasari – Writer/Editor
159. Dr. Wijaya Herlambang – Lecturer/Writer/Musician
160. Wahyu Susilo – Aktivis Buruh Migran
161. Christina Yulita – Relawan Pelurusan Sejarah
162. Lily Sugianto – Ardhanary
163. Khanis Suvianita – Gaya Nusantara
164. Slamet Raharjo – GWL INA
165. Aan Anshori – Islamic Network Against Discrimination (JIAD) East Java
166. Valent Mustamin – founder idwriters.com
167. Indraswari Agnes – Poligrabs
168. Arthit Suriyawongkul – Activist, Thailand
169. Agus Januraka – Denpasar
170. Yuda Kurniawan – Filmmaker
171. Sandyawan Sumardi – Humanitarian Activist, Ciliwung Merdeka
172. Feri Kesuma – Human Rights activist KontraS
173. Masiyono – Citizen
174. Alghiffari Aqsa – Public Interest Lawyer/LBH Jakarta
175. Rev. Stephen Suleeman – Dosen STT Jakarta
176. Khairani Barokka – writer, artist, PhD researcher at Goldsmiths
177. Nersalya Renata- Writer
178. Ati Nurbaeti – Journalist, Alliance of Independent Journalists / AJI
179. R. Valentina Sagala – Founder Institut Perempu
180. Reza Muharam – International People’s Tribunal 1965
181. Alex Flor – Watch Indonesia!, Germany
182. Timo Duile – Post-Doc at the department of Southeast asian Studies, Bonn University, Germany
183. Benny Yusman- Student
184. Signe Leth – Cultural Activist, Denmark
185. Liem Soei Liong – Writer
186. Bedjo Untung – Chairman of YPKP 65
187. Leila S. Chudori – Author, Journalist
188. Amalia Pulungan – Activist
189. Aboeprijadi Santoso – Journalist, Amsterdam
190. Frans Colman- Amsterdam
191. Solveig Hokstad – Reader
192. Dinda Kanya Dewi – Actress/Filmmaker
193. Ulfa Ilyas – Activist
194. Eliza Vitri Handayani, writer
195. Komang Arya Ganaris, NGOs Activist, Bali
196. Elisabeth Stein-Salomon – bookseller, Germany
197. Jennifer Mackenzie, writer, Melbourne
198. Lily Yulianti Farid, author/founder-director of Makassar International Writers Festival
199. Stephen Suleeman – lecturer STT Jakarta

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *