Khusyu di Riuh Tahun Baru

0 , , Permalink 0

Ashram Canti Dasa khusyu dalam refleksi dan doa ketika tempat wisata di sekelilingnya riuh merayakan tahun baru.

Tepat waktu pergantian tahun di Ashram Canti Dasa, Desa Candi Dasa, Karangasem Bali. Lampu-lampu telah dimatikan. Suasana gelap. Dipimpin Agung Harimurti Bagus Oka, putra pendiri Ashram Canti Dasa Gedong Bagoes Oka, 18 warga ashram (semacam pesantren) di bibir pantai itu melantunkan doa dari Kitab Bagwadgitha.

Lima warga negara asing dari Amerika Serikat dan Belanda diantara mereka juga mengikuti. “Om Tiauhu Sintihe. Om Tiauhu Sintihe..” Selama sekitar 15 menit, dengan khusyu mereka melantunkan doa memohon kedamaian.

Selesai berdoa, pendeta Elga Sarapung menyampaikan siraman rohani. Sebagai refleksi, aktivis dari Interfidei, sebuah yayasan dialog lintas iman yang berpusat di Yogyakarta itu menyampaikan syukur bahwa meninggalnya ibu Gedong Bagoes Oka November tahun lalu tidak memudarkan peran Ashram Canti Dasa. Selanjutnya, pendeta Kristen itu menyampaikan pengharapan, bahwa tahun 2004 keberadaan Ashram Canti Dasa akan tetap berarti bagi dialog untuk umat berbagai agama dan kepercayaan di dunia.

Refleksi dan siraman rohani tepat tengah malam itu sendiri merupakan puncak “perayaan” malam tahun baru di Ashram Canti Dasa. Pada 31 Desember itu, mereka melakukan sejak pukul 08.00 malam. Selesai bersembahyang malam, mereka melantunkan puja-puji kepada Tuhan dan doa-doa bajani kepada Sri Rama.

Seluruh warga ashram berbaju adat madya yaitu kamen (kain mirip sarung), baju atas bebas, dan senteng (selendang di pinggang). Musik dari gendang, terompong (semacam terompet terbuat dari siput laut), dan genta mengiringi doa selama dilantunkan.

Satu jam sebelum tengah malam, mereka beristirahat. Beberapa warga (mereka memang menyebutnya demikian) yang mengantuk memilih jalan-jalan untuk menyegarkan diri. Yang lain masih asik berbincang. Setengah jam menjelang tengah malam, mereka berkumpul kembali di Bale Puja, mematikan lampu, bersila seperti meditasi, lalu puja dan doa kembali mengalir dari bibir mereka.

Hingga pukul satu pagi, seluruh warga baru selesai dengan puja, refleksi, dan doa. Setelah itu mereka kembali ke masing-masing tempat dan istirahat.

Suasana di Ashram Canti Dasa itu terasa kontras dengan perayaan tahun baru di sekelilingnya. Ashram yang berdiri sejak 1976 itu memang terletak di tengah-tengah daerah wisata Candi Dasa. Dia berada persis di sebelah Lotus Lagoon, danau buatan kecil yang menjadi salah satu simbol wisata di Candi Dasa. Puluhan hotel, kafe, dan restoran berdiri di sekeliling ashram yang malam riuh dengan hingar bingar musik, minum, dan pesta menaymbut tahun baru.

Bagi Ni Nengah Rutini, salah satu warga ashram, kondisi itu sudah biasa. Sehari-hari ashram memang akrab dengan suasana hening dan tempat-tempat wisata itu biasa dengan riuhnya pesta. Perayaan tahun baru pun akan dilakukan berbeda oleh mereka. “Tiap orang punya hak merayakan tahun baru dengan cara sendiri-sendiri,” kata Rutini.

Namun bagi I Nyoman Sadra, pemimpin Ashram Canti Dasa, perayaan tahun baru dengan pesta pora itu merupakan pertanda bahwa orang-orang tersebut tidak mengeri makna tahun baru. “Setiap tahun baru adalah waktu untuk evaluasi dan refleksi,” kata Sadra kepada GATRA. Menurutnya, pergantian tahun, esensinya sama dengan hari Nyepi bagi umat Hindu Bali. Ketika Nyepi, umat Hindu tidak merayakan dengan pesta pora tapi dengan kesepian untuk merenungkan apa yang telah dilakukan dan merencanakan apa yang akan dilakukan.

Kalau kemudian ada umat Hindu yang merayakan pergantian tahun dengan pesta, menurut Sadra, hal tersebut karena telah terjadi manipulasi esensi pergantian tahun oleh pihak tertentu. Karena itu, tambahnya, harus ada yang meluruskan pergantian tahun dengan evaluasi dan refleksi. Maka, Ashram Gandhi memilih merayakan pergantian tahun dengan cara tersebut.

Aktivitas sehari-hari warga Ashram Canti Dasa memang berdoa dan meditasi. Ashram ini merupakan salah satu dari ashram yang dimiliki Gedong Gandhi Ashram di Bali yang terletak di Desa Candi Dasa, Kecamatan Manggis, Karangasem, Bali sekitar 80 km arah timur dari Denpasar. Tempat ini persis di bibir pantai Candi Dasa. Di selatannya adalah selat badung. Dari tempat ini akan terlihat pula Pulau Nusa Lembongan dan Nusa Lembongan. Ashram lainnya, Bali Gandhi Vidyapith terletak di Denpasar.

Gedong Bagoes Oka, akrab dipanggil Bu Gedong, mendirikan Gedong Gandhi Ashram pada 1976 dengan tujuan mengajarkan ajaran Mahatma Gandhi, tokoh anti kekerasan dari India. Sepeninggal Bu Gedong setahun lalu, Ashram Canti Dasa dipimpin I Nyoman Sadra, salah satu murid Bu Gedong. I Nyoman Sadra menjadi murid Bu Gedong sejak 1972, sebelum Bu Gedong mendirikan Ashram.

Prinsip-prinsip kerohanian Gandhi menjadi pedoman hidup di Ashram Canti Dasa yaitu ahimsa (anti kekerasan), satya (kebenaran), dan karuna (cinta kasih). Meski ritual sehari-hari berdasar pada Hindu aliran Krisna dari India, ashram ini juga terbuka untuk umat Hindu dan agama lain. Hanya orang tersebut harus bersedia menaati sebelas ikrar (Ekadasa Vrata) yaitu ahimsa (emoh kekerasan), satya (kebenaran), asteya (tidak mencuri), brahmacharya (kesucian lahir batin), asangraha (kerja tangan), sariashrama (kerja tangan), asvada (penguasaan lidah), sarvatra bhayavarjana (tidak takut di manapun berada), sarvadharma samanatva (menghormati semua agama), swadeshi (mengandalkan kekyatan sendiri), dan sparsha bhavana (memberantas perasaan lebih dari orang lain).

Ketika GATRA berkunjung ke sana, empat bule dari Amerika Serikat juga sedang ikut bersembahyang sore di Bale Puja.

Untuk menerapkan ajaran tersebut, sehari-hari warga yang tinggal di Ashram Canti Dasa tidak makan daging (vegetarian). Dalam sehari mereka empat kali bersembahyang yaitu pagi, tengah hari, sore, dan malam semuanya berupa upacara penyucian api (agnihotra). [#]

Comments are closed.