Biasanya aku tak terlalu tertarik memberi ucapan selamat hari raya.
Semata hanya karena menurutku tidak terlalu penting. Karena itu, aku jarang kirim ucapan selamat Hari Raya. Agama apapun itu. Islam, Hindu, Kristiani, maupun Budha.
Tapi, tahun ini, aku mendadak begitu bergairah memberikan ucapan selamat Natal kepada teman-teman yang merayakan. Sejak pagi aku sudah duduk manis di sofa ruang tamu. Khusyuk mengirim ucapan selamat Natal melalui layanan pesan ringkas WhatsApp.
Esoknya pun aku bahkan masih mengirimkan pesan serupa kepada teman-teman lain yang belum aku kirimi di hari sebelumnya.
Pemicu semangat untuk kirim ucapan selamat Natal itu justru datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menjelang Natal tahun ini, mereka mengeluarkan fatwa larangan mengucapkan selamat dan memakai atribut Natal.
Fatwa MUI mengikat pada mereka yang percaya pada MUI. Juga pada orang-orang yang taqlid buta termasuk tunduk pada fatwa larangan mengucapkan selamat dan mengenakan atribut Natal.
Aku mungkin masuk kategori muslim durhaka. Tidak percaya sepenuhnya pada fatwa-fatwa MUI begitu saja. Begitu pula dalam hal fatwa terkait Natal.
Karena bukan ahli agama, aku tidak akan menentang fatwa-fatwa itu pakai dalil agama. Aku hanya melihatnya dari perspektif lain, hubungan sesama umat beragama. Sesama manusia.
Dari sudut pandang itu, bagiku, fatwa MUI bukanlah sesuatu yang layak diamini untuk situasi saat ini. Ketika begitu banyak isu memecah belah bangsa, fatwa itu justru serupa menyiram bensin ke tengah bara.
Lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Karena itu aku tidak mau ikut mematuhinya.
Melalui pemberian ucapan selamat itu, aku ingin menyampaikan pesan pada teman-teman yang merayakan Natal, masih banyak orang Islam yang penuh toleransi kepada mereka yang berbeda agama. Umat Nasrani hanya salah satu di antaranya.
Apakah itu kemudian berarti aku telah menggadaikan keimanan sebagai muslim? Entahlah. Aku tidak merasa segitunya. Menurutku, pemberian ucapan selamat hari raya Natal, Nyepi, Waisak, atau agama apapun itu, lebih merupakan bentuk cinta dan hormat pada mereka yang berbeda agama.
Bukankah toleransi dan saling menghormati kepada sesama umat manusia juga diajarkan Islam, agama yang berarti keselamatan ini?
Leave a Reply