Jejak Lingkungan Perusahaan Raksasa Digital

0 , , Permalink 0

Cleen Energy

Hidup manusia kini makin bergantung pada internet.

Dari urusan sepele, misalnya curhat di media sosial atau mendengarkan musik, sampai hal amat penting, seperti jual beli barang atau urusan pekerjaan.

Di balik kemudahan tersebut, banyak perusaaan internet menyediakan layanannya secara gratis. Media sosial bisa kita gunakan sepuasnya. Email bisa kita manfaatkan sebanyak-banyaknya. Dan seterusnya.

Tentu saja tidak benar-benar “gratis”. Semua perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Setiap pengguna layanan yang mereka sediakan adalah aset bagi mereka.

Begitu pula dengan urusan lingkungan. Ada beban ekologis yang, sadar atau tidak, kita tinggalkan dalam setiap aktivitas kita di internet. Contohnya penggunaan media sosial, ada berkas yang kita buat dan tinggal yang kemudian disimpan di pusat data penyedia-penyedia layanan tersebut.

Pusat data itu tentu perlu energi. Sebagian masih menggunakan sumber energi lama, seperti batu bara atau nuklir namun ada juga yang mulai beralih ke sumber energi terbarukan seperti sinar matahari dan angin.

Karena itu, menarik untuk melihat bagaimana jejak ekologis aktivitas kita di internet itu termasuk pada para raksasa internet. Salah satunya melalui laporan Greenpeace yang baru saja diluncurkan pada awal April ini.

Dalam laporan berjudul Clicking Clean: How Companies are Creating the Green Internet, Greenpeace mengungkapkan praktik perusahaan internet terkait dengan lingkungan. Organisasi nonpemerintah terkemuka di bidang lingkungan itu melakukan kajian terhadap 19 perusahaan raksasa di bidang internet.

Perusahaan-perusahaan raksasa tersebut tak hanya mereka yang terkenal seperti Facebook, Apple, Google, dan semacamnya tapi juga perusahaan-perusahaan penting lain yang mendukung industri internet. Misalnya penyedia energi dan pusat data bagi para perusahaan raksasa.

Dalam laporan setebal 84 halaman itu, Greenpeace menyimpulkan tujuh temuan penting. Temuan itu berdasarkan analisis terhadap 19 perusahaan internet global meliputi 300 pusat data.

Pertama, enam merek penting di dunia internet yaitu Apple, Box, Facebook, Google, Rackspace, dan Salesforce berkomitmen untuk mewujudkan pusat data dengan 100 persen energi terbarukan. Mereka pun telah menunjukkan iktikad baik untuk menerapkan energi terbarukan.

Kedua, sejumlah merek terkemukua, dua yang paling terkenal adalah Apple dan Facebook, telah membuat perbaikan signifikan terkait transparansi energi, membongkar dogma lama untuk menyembunyikan data energi dengan alasan persaingan. Namun, transparansi masih lemah di kalangan beberapa merek.

Ketiga, Amazon Web Services (AWS), yang menyediakan infrastruktur penting bagi internet, termasuk di antara perusahaan-perusahaan paling kotor dan sedikit transparan, jauh di belakang para kompetitor. Twitter pun tertinggal di areal yang sama.

Keempat, sebagai hasil dari tekanan tiga perusahaan raksasa yaitu Apple, Facebook dan Google yang berlokasi di Carolina Utara, Duke Energy, perusahaan listrik dan energi di Amerika telah mengadopsi Green Source Rider untuk membuka peluang listrik terbarukan.

Kelima, Google masih menjadi di depan sebagai perusahaan yang membangun internet dengan sumber daya terbarukan. Google terus menambah pembelian dan investasi untuk energi terbarukan secara signifikan.

Keenam, Facebook melanjutkan untuk membuktikan komitmen mereka membangun internet ramah lingkungan. Mereka memindahkan pusat data ke Iowa dan melakukan pembelian listrik tenaga angin terbesar di dunia.

Ketujuh, Apple menjadi perusahaan yang paling banyak melakukan perbaikan dibandingkan laporan sebelumnya. Mereka menunjukkan sebagai perusahaan paling inovatif dan agresif untuk mengejar komitmen menjadi perusahaan dengan sumber energi 100 persen terbarukan.

Di luar tujuh kesimpulan tersebut, Greenpeace juga menilai tiap perusahaan berdasarkan empat kriteria yaitu transaparansi energi, komitmen penggunaan energi terbarukan dan penempatan infrastruktur, efisiensi energi dan strategi mitigasi, serta penggunaan energi terbarukan dan advokasi.

Tiap perusahaan kemudian mendapat nilai berdasarkan empat kriteria tersebut dari A sampai F. A menunjukkan nilai terbaik sedangkan F nilai terburuk.

Aplle menjadi perusahaan terdepan dalam hal upaya menuju perusahaan digital ramah lingkungan. Dia mendapat nilai A untuk transparansi sumber energi serta komtimen terhadap energi terbarukan maupun penggunaannya. Untuk efisiensi energi dan strategi mitigasi, Aplle mendapat nilai B.

Nilai sama kurang lebih berlaku untuk Facebook. Perusahaan ini nilai A untuk tiga kriteria lain sedangkan untuk penggunaan energi terbarukan dan advokasi mendapat nilai B. Menurut Greenpeace hal ini karena sejak 2012 silam, Facebook secara radikal telah membuat perubahan sebagai perusahaan digital ramah lingkungan melalui penggunaan listrik tenaga angin. Mereka juga transaparan dalam hal penggunaan energi.

Untuk kriteria penggunaan energi terbarukan ini, Google justru mendapat nilai terbaik, A.
Sekitar 34 persen dari operasi Google telah menggunakan sumber energi bersih. Namun, pada tiga kriteria lain, Google mendapat nilai B. Menurut Greenpeace, seiring dengan perluasan perusahaan ke Amerika Latin dan Asia, Google harus bisa membuktikan komitmen mereka untuk menggunakan energi bersih tersebut di negara-negara baru.

Raksasa lain yaitu Yahoo memiliki nilai lebih rendah, sebagian besar hanya B. Bahkan untuk transaparansi energi mereka cuma mendapat nilai C. Menurut Greenpeace hal ini karena Yahoo tidak terlalu inovatif dalam penggunaan sumber energi terbarukan.

Di antara para raksasa digital, Twitter mendapat nilai paling buruk. Dia hanya mendapat nilai terbaik untuk komitmen terhadap energi terbarukan dan penempatan infrastruktur, D. Sisanya dia mendapat nilai terburuk, F.

Twitter tidak memiliki pusat data sendiri namun menyewa dari pihak lain. Penyedia layanan mikroblogging ini pun masih tertutup dalam hal sumber energi termasuk jejak ekologis mereka

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *