Dibutuhkan sopir. Diutamakan selain Hindu.
Demikian poin kelima dalam iklan lowongan sopir Taman Air Spa di Nusa Dua, Bali yang beredar di dunia maya. Iklan itu pun kemudian melahirkan kontroversi.
Poin terakhir tentang diutamakan untuk selain Hindu itu melengkapi empat persyaratan lain lowongan sopir tersebut yaitu: 1) pengalaman minimal 1 tahun; 2) mengerti wilayah Kuta, Nusa Dua, dan sekitarnya; 3) usia maksimal 45 tahun; dan 4) memiliki SIM A.
Aku membaca pertama kali dari Twitter. Karena tidak terlalu memberikan perhatian, aku abaikan saja pada awalnya. Sambil menduga-duga kalau itu hanya semacam kabar palsu alias hoax.
@BaleBengong @pandebaik @dadongBLELENG @haloBali tolong ini ada info yg mnurut saya sara, knp mnolak yg Agama Hindu! pic.twitter.com/1Ar4TBNR1M
— T?P~HENK (@De_Bondress) August 27, 2015
Namun, iklan itu kemudian muncul di banyak media. Tak hanya di Twitter tapi juga Facebook. Aku pun lebih memperhatikan. Apalagi, bersamaan dengan itu, muncul pula komentar-komentar yang menyalahkan pendatang di Bali.
Seorang teman misalnya menulis, poin itu sebagai diskriminasi terhadap umat Hindu Bali di tanah sendiri. Ada pula yang menyatakan para pendatang di Bali sudah tidak tahu diri.
Komentar-komentar yang menyalahkan pendatang itulah yang justru menarikku untuk berkomentar. Betapa mudah orang-orang ini menyalahkan pendatang. Generalisasi berlebihan dan belum tentu benar.
Aku sudah hendak berkomentar terhadap status salah satu teman bahwa belum tentu yang bikin iklan lowongan adalah pendatang. Belum tentu juga maksudnya untuk mendiskriminasi. Bisa jadi karena biar proporsional saja, dia sudah punya banyak sopir beragama Hindu lalu ingin mendapat sopir beragama lain. Tujuannya biar ketika ada hari raya Hindu, sopirnya masih ada yang bisa bekerja.
Namun niat itu kemudian aku batalkan. Agak malas untuk berkomentar hal-hal demikian di media sosial. Takut malah jadi salah paham.
Dan, benarlah kemudian. Ternyata memang pembuat iklan lowongan itu bukan pendatang. Bukan pula non-Hindu. Pengelola spa justru orang Bali dan Hindu sendiri sebagaimana informasi di page mereka.
Kami, manajemen Taman Air Spa, sekali lagi memohon maaf yang sebesar-besarnya atas informasi lowongan kerja kami. Tidak ada sedikit pun kami berpikir untuk menyakiti perasaan umat Hindu.
Menegaskan hal ini, terlampir adalah surat permintaan maaf terbuka dari Manager kami, Wayan Pastini, juga merupakan krama Bali kelahiran Badung, Bali. Sekitar 90% staff kami pun memeluk agama Hindu dan aktif menjalankan berbagai kegiatan agama di lingkungan perusahaan.
Mohon dapat diterima permintaan maaf kami dan terima kasih atas pengertian dan tanggapan positif yang sudah diberikan.
Btw, aku sebenarnya juga tidak setuju dengan iklan itu. Jika memang butuh sopir selain yang beragama tertentu, tidak usahlah disebutkan secara verbal begitu. Cukup pada saat wawancara ada seleksi jika memang dianggap perlu.
Perhatianku justru pada betapa mudahnya sebagian orang menuduh pihak lain, seperti pendatang dan non-Hindu, sebagai pembuat iklan.
Tapi, urusan tuding menuding pihak lain begini memang terjadi di komunitas mana saja. Di kalangan sebagian orang Islam juga terjadi. Begitu ada yang dianggap merusak Islam, maka orang non-Islamlah, Yahudi-lah, Amerika-lah yang jadi kambing hitam.
Biasanya, mereka yang menuding begitu hanya karena kurang refleksi. Suka merasa diri paling benar padahal sebenarnya kurang informasi.
Terus apa poinnya? Jangan buru-buru menyebarkan informasi yang belum jelas apalagi menuduh dan melempar kesalahan pada pihak lain. Siapa justru kita sendiri pelakunya.
October 22, 2015
widih… ada mention saya disitu… jadi musti ikutan berkomentar kan ya ?
secara kebutuhan, saya sependapat dengan Mas Anton. bisa jadi karena memang dibutuhkannya tenaga luar untuk antisipasi libur di hari raya Hindu, atau bahkan bisa jadi secara permintaan, kemungkinan customer agak risik jika berbeda agama. siapa tahu. hehehe…
tapi memang baiknya gak diungkap secara tulisan begitu. kan bisa dari wawancanda trus dicoret. jauh lebih aman…