Beratnya Menguliti Teman Sendiri

4 , , , , Permalink 0

Untunglah ada sesi hari ini, Minggu (15/2), tentang etika jurnalistik dan aspek hukum dalam pemberitaan. Dua sesi ini amat menarik. Jadi bisa menutupi kekecewaan atas sesi sehari sebelumnya yang tidak terlalu “tepat sasaran”. Dua sesi hari ini sekaligus mengakhiri tiga hari pelatihan liputan investigasi tentang independensi dan profesionalisme media di Hotel Santika Jakarta yang aku ikuti.

Sesi kode etik jadi menarik karena disampaikan Nezar Patria dengan agak beda. Tidak melulu kode etik jurnalistik, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia ini juga memberikan perspektif agak filosofis tentang etika jurnalistik. Maklum, Nezar yang pernah jadi korban penculikan semasa jadi aktivis ini juga alumni Filsafat Universitas Gajah Mada (UGM). Jadi ya sesi ini sekaligus waktunya dia untuk berbagi ilmu. Hehe..

Lalu sesi tentang aspek hukum dibawakan oleh Bayu Wicaksono. Penyampaiannya asik karena Bayu memberikan banyak contoh. Mulai dari kasus di berbagai daerah untuk media lokal hingga kasus di Jakarta untuk media-media nasional.

Dua sesi ini terasa paling asik juga mungkin karena banyak bercerita tentang kisah-kisah di belakang meja tentang bagaimana kualitas wartawan di Indonesia, termasuk kami.

Nezar misalnya menyampaikan data dari Dewan Pers tentang banyak aduan dari masyarakat terkait pelanggaran Kode Etik Jurnalistik. Selama tahun 2007 ada 20 aduan tiap bulan. Pada Januari 2009, jumlah laporan itu mencapai 424 selama 2008. Artinya, jumlahnya meningkat lebih dari dua kali lipat. Bisalah itu menjadi gambaran bagaimana masyarakat merespon praktik wartawan kita.

Materi tentang aspek hukum dalam jurnalistik, yang disampaikan Bayu, anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan mantan Koordinator Divisi Advokasi AJI Indonesia, juga jadi diskusi menarik karena membahas kemungkinan-kemungkinan adanya tuntutan hukum pada wartawan ketika membuat produk jurnalistik, terutama karya investigasi.

Tiga hari pelatihan di Jakarta itu semacam isi ulang baterei sebelum kami liputan investigasi tentang independensi dan profesionalisme media. AJI Indonesia menyediakan beasiswa liputan untuk 15 wartawan dari berbagai daerah yang lolos seleksi. Aku masuk salah satu di dalamnya. Bagiku terlalu sangar kalau ini disebut liputan investigasi. Indepth report mungkin lebih tepat. Beasiswa liputan itu selama satu bulan ke depan.

Karena tema besar liputannya adalah soal independensi dan profesionalisme itulah, maka dua sesi terakhir pelatihan itu jadi menarik. Sebab kami semua memang meliput tentang kualitas wartawan di masing-masing daerah, dan hampir semua peserta cenderung menilainya agak negatif, dan itu berarti kami rentan menghadapi tuntutan hukum. Kata seorang peserta, ini ibarat menguliti teman sendiri.

Maka, tak hanya ibarat membuka aib teman-teman dan profesi sendiri, yang bagi banyak orang mungkin belum diketahui, kami juga harus menyiapkan diri untuk menghadapi risiko kalau dianggap mencemarkan nama baik mereka. Inilah risikonya. Serba tidak enak. Tapi toh risiko memang harus dihadapi kapan, di mana, dan karena apa pun..

4 Comments
  • monique
    February 17, 2009

    maju terus pantang mundur mas anton…!!!
    semangat !!! kalo demi perubahan ke arah yang lebih baik, kenapa tidak?! ditunggu lho hasil liputannya 🙂

  • dani
    February 17, 2009

    daripada org lain yg mengebiri..mending blusukan sendiri..pake acara nyamar2 gitu ngga..perekam sembunyi2 gitu ngga.. :mrgreen:

  • wira
    February 19, 2009

    brarti ibarat perang saudara donk?

    *istilah nya terlalu sadis ya?

  • Arif Nofiyanto
    February 21, 2009

    Tenang ton, abis di cemarkan kasih “linkback” yang memuaskan 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *