Daripada menyediakan peluang, pemerintah lebih suka memberikan aturan menakutkan.
Apalagi ketika menteri yang mengurusi teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) saat ini, Tifatul Sembiring, lebih melihat TIK sebagai ancaman daripada peluang. Sejak jadi menteri, mantan Ketua Partai Keadilan Sejahter (PKS) ini, mulai membuat kebijakan yang cenderung mengekang kreativitas dan menakutkan.
Salah satu buktinya adalah lahirnya Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain memberikan jaminan keamanan dalam hal transaksi elektronik, seperti jual beli atau perbankan, UU ini juga memuat ancaman-ancaman pada para pengguna internet. Misalnya, pencemaran nama baik dan pornografi.
Banyak contoh pengguna internet yang mulai dijerat oleh pasal karet dalam UU ini, Pasal 27 ayat 3 UU ITE ini. Prita Mulyasari, Narliswandi Piliang, dan seterusnya.
Selain UU ITE, contoh ketakutan negara pada kebebasan internet adalah juga diterapkannya blokir internet oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Ini akibat itu tadi, kebebasan internet dianggap sebagai ancaman daripada peluang. Kalau pemerintah melihat kebebasan internet ini sebagai peluang, maka mereka harusnya justru mengajari masyarakat agar bisa menggunakan kebebasan tersebut untuk mendukung produktivitas.
Berkaca dari ide kawan-kawan sesama penggiat kebebasan informasi, setidaknya ada tiga tugas pemerintah termasuk dalam pengembangan TIK ini. Tiga hal tersebut adalah membuat regulasi yang kondusif, membangun infrastruktur yang mendukung, serta mendidik warga agar bisa menggunakan dengan bijak.
Tapi, kalau dilihat kenyataan di lapangan, tugas tersebut masih belum banyak dijalankan. Regulasi masih mengekang. Infrastruktur internet, bahkan telekomunikasi sekali pun, masih terbatas di kota atau Jawa dan Bali. Lalu, mendidik warga? Berapa kali kami ajak pemerintah di Bali, misalnya, untuk kasih pelatihan internet untuk warga, mereka tak merespon sama sekali. Menyakitkan..
Karena itu, tak usah terlalu banyak berharap pada pemerintah. Mending warga melakukan sendiri upayanya dalam pengembangan TIK. Pengguna internet tak bisa menyerahkan begitu saja pengembangan TIK pada pemerintah. Warga pun harus terlibat. Salah satunya dengan aktif memproduksi informasi dan menyebarluaskannya melalui berbagai media, seperti blog dan jejaring sosial.
Sebagai contoh, selama ini pengguna internet mudah menggantungkan pencarian informasi dari mesin pencari semacam Google. Namun, pertanyaannya, sudahkah pengguna internet juga membagi informasi yang mereka punya?
Banyak medianya. Kalau senang menulis agak panjang dan serius bisa lewat blog. Kalau suka menulis singkat dan cepat, tukar informasi bisa disampaikan lewat jejaring sosial, seperti Facebook ataupun Twitter.
Sori kalau jargonnya agak basi. Tapi, inilah saatnya warga memproduksi informasi, tak hanya mengonsumsi.
* Pemikiran di atas disampaikan dalam talkshow Telkomsel bersama Bali Blogger Community (BBC) dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Bali di Kuta, Bali.
Leave a Reply