Marlyn Monroe menyambut kami dengan antusias.
Aktris dan model populer di Amerika pada 1950an itu berseru dengan mulut lebar dan tangan menunjuk kami. Simbol seks Amerika pada masanya itu seolah berkata, “Selamat datang di hotel kami…”
Maka, menulislah untuk berbagi. Agar ceritamu abadi.
Sekitar empat tahun lalu aku membayangkan. Tengah malam sambil berbaring di kasur aku punya ide. Lalu, saat itu juga aku bisa menuliskan atau sekadar menyimpannya di dalam komputer.
Imajinasi itu terjawab oleh komputer jinjing alias laptop. Tapi, membawa laptop ke tempat tidur bukan hal yang tepat. Pertama, laptop terlalu berat. Kedua, laptop tak bisa dipakai sambil rebahan. Kalau mau nekat sih bisa-bisa saja. Tapi, laptop tetap belum bisa menjawab kebutuhan itu.
Pernahkah kita berpikir bahwa apa yang kita pakai, apa yang kita makan, atau apa yang kita lihat sehari-hari tidaklah sesederhana adanya?
Pertanyaan itu muncul setelah aku nonton Blood Diamond yang menceritakan bagaimana ironi sebuah permata yang berkilau itu ternyata lahir oleh perang tak berkesudahan dan perjuangan berdarah-darah. Ketika permata itu telah ada di tangan konsumen mereka tak pernah berpikir tentang itu semua. Permata adalah kemewahan. Begitu menyilaukan hingga orang tidak sempat berpikir tentang darah yang mengalir di baliknya.