Membangun Jejaring Baru Masyarakat Sipil ASEAN – Uni Eropa

0 Permalink 0

Asia Tenggara dan Eropa punya persoalan yang kurang lebih sama.

Terpisah lebih dari 10.000 km, Asia Tenggara dan Uni Eropa kini menghadapi masalah yang tak jauh berbeda, menguatnya tekanan terhadap demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Aktivis, jurnalis, dan pembela HAM menjadi kelompok yang kian rentan mendapat ancaman.

Hal itulah yang menjadi latar belakang pertemuan para aktivis dua benua ini pada akhir November lalu. Selama dua hari, kami membahas beragam itu isu untuk kemudian menjadi masukan kepada dua organisasi dari masing-masing kawasan, ASEAN dan Uni Eropa.

Pertemuan itu sendiri memang bagian dari EU – ASEAN Third Policy Dialogue on Human Rights di kantor pusat Uni Eropa di Brussels, Belgia pada 25-28 November 2019. Pertemuan para aktivis HAM Uni Eropa dan ASEAN akan menjadi masukan dalam pertemuan para petinggi dua lembaga regional tersebut.

Dari Asia Tenggara, aktivis yang hadir dari Thailand, Vietnam, Malaysia, Filipina, Indonesia, dan Kamboja. Dari Eropa, setahuku, hanya ada dari Belgia dan Inggris. Selain aktivis ada juga peneliti. Aku ikut hadir mewakili Southeast Asian Freedom of Expression Network (SAFEnet) sebagai salah satu organisasi masyarakat sipil.

Dua organisasi masyarakat sipil yang mengoordinir pertemuan ini adalah Forum Asia, organisasi payung LSM Asia yang berkantor pusat di Jakarta, dan International Federation for Human Rights yang berkantor pusat di Brussels.

Rachel Arini, teman dari Forum Asia yang memandu proses persiapan diskusi sampai penyusunan pernyataan, mengatakan ini adalah pertemuan pertama kali di antara OMS kedua kawasan. Karena itu, terasa memang agak canggung bagiku. Meski kami semua sudah mendapat poin-poin apa saja yang akan dibahas, masih terasa sih bahwa materi-materi itu berserakan.

Meskipun demikian, ada garis merah yang menghubungkan dan terasa sekali. Saat ini suasana demokrasi di kedua kawasan ini sedang tidak baik-baik saja. Represi terhadap aktivis, jurnalis, dan pembela HAM terus menguat. Apalagi terhadap kelompok rentan, seperti perempuan, anak-anak, dan komunitas LGBT.

Menguatnya represi dan redupnya demokrasi itu antara lain karena munculnya pemimpin-pemimpin populis di kedua kawasan. Di Filipina, misalnya, Rodrigo Duterte bisa menjadi contoh bagaimana pemimpin yang terpilih semata karena popularitasnya, lalu kegiatannya lebih banyak membungkam aktivis atau bahkan membunuhnya. Pembantaian atas nama pemberantasan narkoba hanya salah satu contohnya.

Kamboja dan Vietnam lebih parah sejak zaman baheula. Akhir-akhir ini Kamboja membubarkan partai oposisi. Di Vietnam, demokrasi sudah lama mati. Singapura dan Brunei Darussalam sih tak usah dibahas.

Kalau ada yang mendingan, maka itu adalah Malaysia dan Indonesia. Setidaknya orang masih bebas untuk berekspresi. Cuma, ya, makin hari juga makin kacrut. Itu belum termasuk diskriminasi pada kelompok minoritas agama dan LGBTQ yang masih saja kuat di kedua negara tersebut.

Bagaimana dengan Eropa? Ya, 11-12 sih sama Asia Tenggara. Sentimen berbasis identitas, terutama pada para imigran, makin terasa di sebagian negara. Namun, yang lebih kuat terasa adalah ketatnya pengawasan (surveillance) terhadap warga dengan menggunakan teknologi. Memang tidak seburuk di Asia Tenggara, tetapi suasana di Eropa juga menunjukkan gejala otoritarian.

Dari diskusi sehari di Brussels, kami menghasilkan 11 halaman rekomendasi yang pada keesokan harinya diserahkan kepada para delegasi EU – ASEAN Third Policy Dialogue on Human Rights di kantor pusat Uni Eropa.

Rekomendasi itu terdiri dari enam tema utama yaitu:

  1. Diskriminasi, gender, kelompok rentan, dan kekerasan
  2. Hak asasi manusia, ruang sipil, dan akses terhadap keadilan
  3. Pembangunan yang inklusif
  4. Akuntabilitas perusahaan bisnis terhadap hak asasi manusia
  5. Akuntabilitas, transparansi, dan kerja sama
  6. Memperkuat perlindungan lingkungan dan menjawab isu perubahan iklim

Hasil detailnya bisa langsung dibaca saja lebih detail di lampiran berikut.

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *