Ternyata, Kerja Rumah Tangga Itu Berat, Sodara!

0 Permalink 0

Sudah sekitar dua minggu ini pekerja rumah tangga kami cuti.

Dia melahirkan anak kedua. Maka, PRT yang sudah bekerja di rumah kami selama lebih dari delapan tahun itu pun mendapatkan cuti melahirkan selama tiga bulan. Kini, giliran kami yang kembali mengerjakan semua tetek bengek pekerjaan di rumah.

Dan, ternyata itu tidak mudah.

Dua minggu ini terasa sekali kami, setidaknya aku sih, agak berantakan mengurus agenda harian. Waktu jadi lebih banyak terpakai untuk pekerjaan rumah, seperti ngepel, nyetrika, dan terutama ngurus adik sekolah dan mengaji.

Biasanya, tugas-tugas itu lebih banyak dikerjakan PRT. Aku sendiri paling hanya bersih-bersih rumah lalu antar adik sekolah. PRT akan datang jam 9.30an. Dia yang mencuci pakaian atau menyetrika dua hari sekali, bersih-bersih rumah, jemput adik, ngepel rumah, menyiram kebun rumah, dan pulang pukul 4an sore.

Begitu kami pulang, rumah sudah bersih dan rapi. Rasa capek seharian bekerja langsung hilang berganti rumah yang nyaman. Tak perlu mikir lagi urusan rumah tangga kecuali pas bebersih di pagi hari, kebiasaan yang kami terapkan juga sama anak-anak.

Kini, ritme kerja jadi berbeda.

Pagi hari setelah nganterin adik sekolah yang biasanya diisi olahraga atau lanjut baca koran, kini berganti menyetrika. Jam 9.30an baru ngantor. Hanya 2,5 jam di kantor, setelah itu harus jemput adik. Bawa pulang. Menemani dia di rumah sampe pukul 3 sambil rehat lalu mengepel sebelum nganterin dia mengaji. Pukul 4.30 jemput dia di tempat ngaji.

Waktunya serba nanggung. Balik ke kantor hanya untuk 1,5 jam kurang di sana sebelum jemput pulang ngaji. Hasilnya, terasa sekali capeknya karena waktu banyak dihabiskan di jalan dan beresin kerjaan di rumah.

Lima hari terakhir ini lebih parah lagi. Bunda ada liputan di luar pulau, Nusa Penida, selama lima hari. Aku pun jadi bapak tunggal dengan dua anak. Jadi, tidak hanya mengurus domestik, tetapi juga logistik alias masak memasak.

Sehari kemarin pun menjadi ujian bagaimana repotnya jadi pekerja rumah tangga. Seharian nyaris tanpa jeda pekerjaannya.

Pas baru bangun sekitar pukul 5 pagi, ketika banyak orang masih terlelap, si pekerja rumah tangga ini harus menyiapkan sarapan. Untungnya kami terbiasa sarapan menu sederhana: roti, telur omelet, dan buah.

Selesai sarapan lalu bersih-bersih rumah: merapikan tempat tidur dan menyapu. Mumpung Sabtu dan tidak nganterin adik sekolah ataupun ke kantor, jadi ada waktu ke Sanur. Olahraga dan cuci mata.

Pulang dari Sanur mampir belanja keperluan bersih-bersih rumah: alat pengepelan, pot bunga, sarung tangan untuk bersihin kamar mandi, dll.

Sampai rumah rehat sebentar baca koran sambil mulai berpikir, “Masak apa ya buat makan siang ini?”. Cek kulkas. Ada sayur untuk membuat sup, daging ayam tanpa tulang, dan bahan bikin sambal. Beres.

Masak bersama Bani sekitar 30 menit. Makanan pun siap. Selesai makan siang, jam tidur siang pun tiba. Kami rehat.

Begitu bangun harus menyapu rumah. Kali ini tidak mengepel dulu karena mau dikurang jadi dua hari sekali saja ngepelnya. Lanjut menyiram tanaman.

Setelah maghrib tiba, saatnya mulai mikir lagi untuk masak menu makan malam. Untung sudah beli sosis sebelumnya. Sisa nasi tadi siang pun digoreng dengan tambahan sosis dan telur dadar.

Setelah makan malam selesai, tugas selanjutnya adalah bebersih dapur. Cuci perkakas memasak. Ngelap kompor yang penuh bekas cipratan minyak goreng. Membersihkan noda-noda. Mengelap genangan air. Ugh. Terasa banyak sekali.

Ketika anak-anak sudah kembali ke kamarnya dan dapur sudah bersih, barulah si bapak rumah tangga ini bisa tenang. Itu pun masih dengan beban pikiran, “Besok akan memulai lingkaran sama lagi seharian..”

Iya. Ini lebay. Terlalu dibuat drama.

Hanya saja dari dua minggu ini aku jadi belajar, ternyata pekerjaan rumah tangga itu tak semudah yang aku bayangin selama ini. Kalau hanya bebersih rumah di pagi hari sih itu pekerjaan kecil ya. Bagaimana dengan PRT beneran atau ibu rumah tangga yang sepenuhnya mengerjakan urusan domestik ini tiap hari.

Mereka melakukan semua kegiatan itu tiap hari. Nyaris non-stop. Beda sekali dengan, katakanlah, pekerjaan sebagai jurnalis. Kalau jurnalis kan mendingan. Apalagi freelancer. Ada tenggat pada tiap penulisan. Jadi, begitu selesai menulis dan kirim laporan, pikiran terasa lebih lega.

Terasa sekali ada jeda.

Kalau pekerjaan rumah tangga ini rasanya tidak bisa begitu. Rasanya kok terus berputar tiada henti. Apalagi kalau PRT-nya harus siaga 24 jam tiap hari. Apalagi kalau semua hanya diserahkan pada istri.

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *