Perlindungan HAM ASEAN Masih Sebatas Angan

0 , , , Permalink 0

ASEAN Community

Di atas kertas, perlindungan HAM di ASEAN terlihat bagus.

Sudah ada sejumlah lembaga maupun deklarasi di tingkat regional untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia (HAM) di negara-negara anggota ASEAN.

Lembaga yang sudah ada itu, misalnya, ASEAN Intergovernmental Comission on Human Right (AICHR), ASEAN Comission on the Rights of Women and Children (ACWC), dan ASEAN Committee on Migrant Workers (ACMW). Di tingkat lebih detail ada juga sejumlah deklarasi perlindungan HAM.

Namun, adanya lembaga di tingkat regional serta deklarasi itu ternyata tidak menjamin bahwa perlindungan HAM di ASEAN sudah berjalan dengan baik. Negara-negara anggota masih jauh dari kata ideal dalam melindungi hak asasi warganya.

Selama lima hari pelatihan untuk pelatih tentang Mekanisme HAM di ASEAN oleh Forum Asia pada 26-30 November 2016 lalu, rasanya ironi itu yang terus muncul. Para peserta dari negara-negara berbeda memberikan pengalaman di negara masing-masing betapa lembaga dan deklarasi itu tidak bergigi.

Peserta pelatihan datang dari negara-negara anggota ASEAN, kecuali Brunei, Singapura, dan Laos. Semuanya dari organisasi non-pemerintah yang selama ini melakukan advokasi HAM. Aku diundang ikut atas nama Sloka Institute.

Selama pelatihan, kami belajar tentang apa saja mekanisme, lembaga, dan aturan-aturan di tingkat ASEAN. Semua pengetahuan dan teori di atas kertas itu dipadukan dengan diskusi bersama ahli, berbagi pengalaman di lapangan, serta kunjungan ke sekretariat ASEAN di Jakarta.

Secara legal formal, ASEAN maupun sebagian besar negara anggotanya sudah memiliki lembaga dan aturan tersebut. Indonesia sebagai contohnya sudah ada Komnas HAM maupun Undang-undang (UU) yang melindungi HAM. Tapi, lagi-lagi, aturan saja tidak cukup melindungi warganya dari pelanggaran HAM.

Contoh paling besar dan selalu muncul dalam diskusi adalah pembantaian pada etnis Rohingya di Myanmar karena sentimen etnis dan agama. Terbukti bahwa pemerintah Myanmar gagal melindungi warga minoritasnya dengan beragam dalih.

Di Filipina juga terjadi pembunuhan massal terhadap pengguna dan pengedar narkoba oleh pemerintahan Duterte. Di Thailand, ada pembatasan terhadap ekspresi warga terutama yang mengkritik Junta Militer dan kerajaan.

Terhadap pelanggaran HAM itu semua, lembaga dan deklarasi perlindungan HAM di ASEAN tak banyak gunanya. Sebagai lembaga di tingkat regional, mereka tak berdaya. Ada prinsip sangat lentur namun mengikat di sesama anggota ASEAN. Namanya non-intervensi.

Dengan dalih prinsip itulah maka tak banyak hal yang bisa dilakukan oleh lembaga perlindungan HAM ASEAN untuk menjamin perlindungan HAM oleh negara masing-masing anggota. Belum lagi ada ewuh pakewuh sesama anggota, sesuatu yang biasa dalam budaya Asia Tenggara.

Benarlah adanya. ASEAN memang sebuah keluarga. Harus harmonis. Tak boleh saling kritik meskipun pelanggaran HAM terjadi di depan mata.

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *