Meski diwarnai protes dari kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM), DPRD Buleleng tetap bagi-bagi uang tali kasih. Mereka juga jalan-jalan ke Indiia hingga 15 Maret mendatang.
Kepastian adanya uang tali kasih (demikian namanya) tersebut berdasarkan rapat paripurna DPRD Buleleng dan Bupati Buleleng pada Kamis dua pekan lalu. Bupati Buleleng Putu Bagiada menyampaikan bahwa Pemkab Buleleng memberikan uang tali kasih sebesar Rp 85 juta per orang.
Awalnya anggota DPRD Buleleng mengajukan uang tali kasih tersebut beragam. Sebagian meminta sampai Rp 100 juta sebagian lagi bahkan lebih. “Namanya juga penawaran. Pasti lebih besar,” kata Ketua DPRD Buleleng Nyoman Sudharmaja Duniaji.
Oleh Pemkab Buleleng disepakati uang tali kasih tersebut besarnya Rp 85 juta. Rinciannya uang mobilitas Rp 25 juta, sisanya untuk dana purnabakti. Dana ini lebih besar dari dana masa bakti tahun lalu yang besarnya Rp 50 juta per orang.
Bagi para anggota dewan, pemberian uang purnabakti tersebut merupakan hal wajar. Sudharmaja misalnya mengatakan bahwa dana purnabakti itu sebagai penghargaan terhadap kerja anggotanya selama lima tahun. Sebab, katanya, anggota dewan tidak mendapatkan uang pensiun layaknya bupati atau pejabat pemerintah lainnya. Sebelumnya dia malah minta agar tidak ada uang purnabakti tapi berupa uang pensiun sebesar Rp 1 juta per bulan seumur hidup. “Tapi karena Buleleng ini daerah miskin kan tidak mungkin,” tuturnya.
Anggota dewan yang lain, Rahmat Al Baihaqy pun mengatakan dana purnabakti sebagai sesuatu yang kalau dilihat dari sudut pandang agama adalah sesuatu yang halal. Sebab, katanya, berdasarkan aturan legal hal itu memang dibenarkan. “Tapi tergantung siapa yang melihat,” ujarnya. Dua anggota dewan yang lain yaitu Gede Suarsa dan Made Sudana pun berpikir tidak berbeda dengan Sudharmaja dan Rahmat.
Toh, Koordinator Jaringan Transparansi Indonesia (JARI) Simpul Buleleng Antonius Sanjaya tetap menilai bagi-bagi uang ala anggota dewan tersebut adalah hal yang memprihatinkan. “Melihat kondisi masyarakat Buleleng saat ini, dana purnabakti merupakan hal yang ironis,” katanya per telepon kepada GATRA. Anton menambahkan pendapatan asli daerah (PAD) Buleleng hanya sekitar Rp 20 milyar tahun ini. Dengan jumlah anggota dewan 44 orang maka sudah berkurang sekitar Rp 4 milyar untuk mereka dari total APBD tahun ini.
Selain itu, tambah Anton, sebagai bentuk penolakan terhadap APBD Buleleng 2004, saat ini JARI Buleleng sedang menggodok APBD versi mereka untuk kemudian dilakukan debat publik. Sebab, APBD yang sudah disahkan tersebut tidak pernah didiskusikan sebelumnya dengan masyarakat terutama LSM.
Parahnya lagi, seluruh anggota dewan juga mendapatkan kesempatan jalan-jalan ke India mulai Rabu besok hingga 15 Maret mendatang. Alasannya untuk metirtayatra atau beribadah ke negeri asal agama Hindu tersebut. Untuk ini setiap orang mendapat uang Rp 37 juta. Dari 44 anggota dewan yang pasti tidak ikut hanya Gede Suarsa, dari fraksi PDI Perjuangan. Toh Suarsa yang saat ini sudah menjadi pengurus Partai Demokrat itu tetap mengambil jatahnya. Katanya, sih, dibagikan ke beberapa pura sebagai dana punia. “Jalan-jalan itu lebih gila lagi,” kata Anton.
Beberapa anggota DPRD Buleleng mengaku usulan metirtayatra itu justru datang dari Bupati Buleleng Putu Bagiada. Sayangnya hingga Selasa pekan ini, Bagiada masih di Jakarta sehingga tidak bisa dikonfirmasi. Sementara itu Kasubag Tata Usaha dan Keuangan Pemkab Buleleng Made Wadika ketika dikonfirmasi juga tidak bersedia menjelaskan. “Itu di luar wewenang saya,” katanya. [#]