Makan Ayam Tolak Flu Burung

0 , Permalink 0

Meski relatif sedikit, flu burung juga menyerang Bali. Dikhawatirkan berdampak ke pariwisata.

Hari-hari ini, ada pekerjaan tambahan yang mesti dipikirkan I Gusti Made Alit Ekaputra. Kepala Dinas Peternakan Provinsi Bali itu punya agenda tambahan yang sebenarnya bukan wilayah kerjanya. Untuk itu, Alit Ekaputra mesti berurusan dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Pariwisata Bali. Rencananya, Rabu besok, dinas yang dipimpinnya akan mengundang puluhan wartawan dan turis di Bali untuk… makan ayam!

Acara makan-makan itu, tambah Alit, dilakukan sebagai bagian dari kampanye bahwa hingga saat ini masih aman mengkonsumsi ayam goreng, ayam panggang, maupun jenis masakan ayam lainnya di Bali. Targetnya, warga Bali dan terutama turis tidak akan terganggu isu internasional yang saat ini menghantui beberapa negara yaitu flu burung. “Dengan demikian, Bali masih layak dikunjungi turis,” katanya.

Kampanye itu merupakan salah satu dari sekian upaya yang saat ini dilakukan Dinas Peternakan Bali terkait pandemi flu burung. Upaya lain yang telah dilakukan Dinas Peternakan Bali adalah memberikan penyuluhan pada peternak tentang penyakit flu burung maupun sanitasi kebersihan kandang, melakukan penyemprotan insektisida dengan yodium, formalin, maupun zat lain.

Mereka juga telah memusnahkan hewan-hewan sakit dan mati dengan membakar maupun menguburnya, membatasi kunjungan lapangan oleh tenaga pelayanan ataupun bidang kesehatan swasta, serta melarang perdagangan ayam sakit atau ayam yang berasal dari daerah tertular di Jawa Tengah maupun Jawa Barat. Untuk itu, sejak 27 Oktober 2003 lalu, Dinas Peternakan Bali telah menutup wilayahnya terhadap unggas dari Pulau Jawa.

Sebagai pengobatan, Dinas Peternakan Bali telah menggunakan 1.030.000 dosis vaksin isolat lapangan untuk vaksinasi unggas di hampir seluruh kabupten di Bali. Sebab, dalam prakteknya, dinas di kabupten memang yang berhubungan langsung dengan eternak. “Kami sebatas mengkoordinir dan mengawasi vaksinasi tersebut,” kata Alit.

Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Bali, hingga Selasa pekan ini, dari sembilan kabupaten dan kota di Bali hanya kabupten Gianyar dan kabupten Bangli yang masih belum terkena penyakit afian inflensa alias flu burung itu. Unggas yang terkena flu burung ini tidak hanya ayam tapi juga itik, mentok, dan burung dara. Total jumlah unggas yang sudah mati itu 398.436 ekor. Data ini didapatkan melalui pendataan langsung ke peternak-peternak baik besar maupun perorangan.

Rincian jumlah unggas yang sudah mati karena flu burung tersebut adalah 300.000 ekor di Tabanan, 84.700 ekor di Karangasem, 2000 ekor ayam dan 7.389 itik di Klungkung, 3000 ekor di Badung, 1.200 ekor di Jembrana, dan 105 ekor ayam, 36 ekor mentok, dan enam ekor burung dara di Denpasar. Jumlah tersebut, menurut Alit hanya sekitar 4% dari total populasi unggas di Bali yang mencapai 10.332.771 ekor.

Menurut Alit, sejak Oktober tahun lalu pihaknya telah mendengar kabar bawah beberapa unggas di Tangerang, Jawa Barat mati tanpa diketahu sebabnya. Untuk mengantisipasi penularan, Bali ditutup dari kiriman ayam dari Jawa sejak bulan tersebut. Toh, pada akhirnya unggas di Bali ada juga yang kena. Penyakit yang sebelumnya meresahkan masyarakat adalah Newcastle Disease (ND) yang di Bali lebih dikenal sebagai grubug ganas. Sekitar November lalu, puluhan ayam di Banjar Utu, Desa Babahan, Kecamatan Penebel, Tabanan masih mati setelah diberi vaksin ND. Vaksin itu tidak mempan.

Kecurigaan makin bertambah karena ayam itu mati setelah bertelur. Padahal kalau ND, biasanya yang terserang adalah saluran pencernaan. Oleh Dinas Peternakan Bali, ayam yang mati itu kemudian diperiksa bekerja sama dengan BPPV Denpasar dan diketahui bahwa penyakit tersebut adalah avian influenza itu tadi. Sampainya penyakit ini di Bali, kata Alit, dilihat dari perjalanannya sangat mungkin dari Jawa. Selain karena mobilitas usaha peternakan ayam juga bisa karena bakteri itu melalui udara.

Toh, meski di Bali sudah kena, Alit yakin penyakit itu tidak akan menular ke manusia. Sebab AI di Indonesia berjenis A yang tidak bersifat zoonis (menular ke manusia). Orang Indonesia sendiri, katanya, memiliki ketahanan tertentu tidak seperti orang Vietnam ataupun Thailand. “Kata pakar penyakit ini begitu. Kebenarannya silakan tanya ke mereka,” ujarnya. Di Bali sendiri belum ada satupun orang yang terkena penyakit ini.

Dalam pantauan GATRA, beberapa tempat makanan siap saji di Denpasar yang menyediakan makanan ayam pun tetap ramai dikunjungi warga. Hal yang paling dikhawatirkan Alit justru dampak pemberitaan tentang flu burung itu kepada masyarakat dan pariwisata di Bali. Selama ini pariwisata di Bali sangat tergantung pada persoalan kesehatan. Tahun lalu misalnya akibat persoalan penyakit sindrom pernafasan akut (SARS) dan disentri pada turis Taiwan mengakibatkan batalnya kedatangan sejumlah turis mancanegara ke Bali.

Maka kini, Dinas Peternakan pun berusaha keras agar penyakit ini tidak mengganggu geliat pariwisata di Bali. Vaksin pun dilakukan sejak 23 Desember lalu ke peternak-peternak. Vaksin produksi dalam negeri itu dijual Rp 167 per satu dosisnya. Selain vaksin, bersama Dinas Pariwisata dan Dinas Kesehatan, Dinas Peternakan kini melakukan kampanye nyeleneh tadi, makan-makan ayam. [#]

Comments are closed.