Pemprov Bali mengeluarkan dana Rp 1,5 milyar untuk persiapan persidangan bom Bali. Dana konsumsi petugas pengamanan jauh lebih banyak.
Dengan alasan keamanan, sidang kasus bom Bali digelar Senin pekan ini di Gedung Wanita Nari Graha Denpasar. Gedung ini masuk di kawasan gubernuran Renon Denpasar. Gedung ini menghadap Jl Tjut Nya’ Dien. Di kanan Nari Graha tedapat gedung Kesehatan Provinsi Bali. Di kiri terdapat Gedung Badan Pengawasan Obat-obatan dan Makanan serta Gudang Induk Provinsi Bali. Di belakangnya ada gedung Dinas Pertanian Tanaman Pangan yang bersebelahan dengan Kejaksaan Tinggi Bali.
Kantor Gubernur Bali dan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali berjarak sekitar seratus meter dari lokasi yang mendapat perhatian dari sekitar 115 media massa lokal, nasional, dan internasional ini. Lapangan Puputan Renon, alun-alun terbesar di Bali, hanya berjarak sekitar 75 m. Di lapangan ini siap siaga dua helikopter meski tidak diadakan sidang.
Gedung Wanita Nari Graha terdiri dari tiga bangunan. Gedung terbesar adalah aula, yang menjadi tempat terdakwa Amrozi diadili. Dua gedung lainnya adalah sekretariat PKK, sekaligus salon kecantikan, dan kantor gedung wanita Nari Graha tersebut. Karena awalnya aula, untuk menjadi tempat sidang pun diperlukan beberapa perubahan pada gedung wanita Nari Graha tersebut.
Secara hierarkis, persidangan ini merupakan tanggungjawab Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Nyatanya, renovasi gedung dan persiapan teknis lainnya menjelang persidangan lebih banyak dilakukan Pemrpov Bali. Menurut Ketua PN Denpasar I Made Karna, pihaknya tidak pernah dimintai pendapat atau saran mengenai renovasi tersebut. “Kami tahu beres saja,” kata Karna.
Persiapan teknis terkait pengadilan di gedung Wanita Nari Graha itu bisa dilihat misalnya pada pengadaan tempat duduk untuk majelis hakim, jaksa penuntut umum (JPU), panitera, rohaniawan, tim pembela, dan kursi bagi terdakwa. Lalu pembangunan pagar permanen dari besi setinggi sekitar 45 meter yang membatasi tempat pengunjung sidang dengan panggun tempat unsur persidangan seperti hakim dan seterusnya itu berada.
Demi alasan keamanan pula dibuatlah pagar kawat berduri setinggi sekitar dua meter yang mebatasi gedung aula dengan dua gedung di lain di arela Nari Graha. Juga kawat berduri mengelilingi areal gedung wanita Nari Graha tersebut. Selain itu juga pembuatan tempat istirahat terdakwa, saksi, hakim, pengacara, dan JPU. Berbeda dengan tempat istirahat lain yang terbuat dari tripleks, tempat istirahat terdakwa lebih layak disebut karangkeng. Sebab dia terbuat dari jeruji besi berukuran sekitar 1,5 meter x 1,5 meter setinggi dua meter. Semua tempat istirahat itu terletak di belakang tempat duduk majelis hakim yang berbatas tembok. Renovasi pintu masuk yang awalnya cum satu menjadi empat pun dilakukan.
Tak hanya itu, tiga kamera central circuit television (CCTV) pun terpasang di dalam ruangan sidang. Melalui kamera CCTV ini gubernur, ketua DPRD, Kapolda, Kajati, dan Ketua PN Denpasar dapat melihat sidang langsung dari ruangannya tanpa melihat siaran langsung TV swasta maupun TVRI. Kapolda Bali, misalnya, bisa memantau sidang ini dari ruangannya. Toh, Kapolda Bali Irjen Pol Made Mangku Pastika memilih melihat langsung proses pengamanan di lapangan.
Ketua PN Denpasar I Made Karna mengatakan jumlah tempat sidang yang tersedia jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah tersangka kasus bom Bali. Hingga saat ini, sudah 29 tersangka yang berkas perkaranya dinyatakan lengkap alias P21. Karena itu diperlukan tempat lain untuk persidangan.
Gedung PN Denpasar tentu saja dipakai. Dari tiga gedung yang ada di PN Denpasar, tiga gedung akan dipakai untuk sidang kasus bom Bali yaitu Kresna, Darmawangsa, dan Adhyaksa. Di sekeliling PN Denpasar pun sudah dibangun pagar besi (tanpa kawat berduri) setinggi dua meter berwarna hijau. Di tiap ruangan pun terpasang dua kamera CCTV dengan dua TV 21 inchi di depan masing-masing ruangan.
Toh, meski di “daerah kekuasaannya” dipasangi pagar dan kamera, Ketua PN Denpasar I Made Karna mengaku tidak tahu menahu berapa biaya pemasangan semua alat tersebut. “Itu urusan Pemprov,” kata hakim yang pernah menyidang kasus gugatan Tommy Soeharto vs majalah GATRA di PN Jakarta Pusat tersebut.
Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Bali beberapa waktu lalu mengatakan biaya yang diperlukan untuk persiapan sidang sudah mencapai Rp 1,5 milyar. Dana tersebut menurut Nurjaya berasal dari Anggaran Perencanaan Belanja Daerah (APBD) 2003. Toh, dari dana itu Nurjaya mengaku masih kurang. Karena itu, sisa dana bantuan untuk korban Bali yang ada di Posko Penanggulangan Bencana pun akan dipakai.
Pada tragedi yang menewaskan 2002 orang tersebut, Pemrpov Bali mendapatkan bantuan hingga Rp 4,5 milyar dari berbagai kelompok masyarakat, selain juga dari Wakil presiden dan Menko Kesra. Dana tersebut sudah terpakai Rp 1,7 milyar. Nah, sisanya yang Rp 2,8 milyar, kata Nurjaya, akan digunakan untuk “nomboki” kekurangan biaya pengamanan.
Kemungkinan kekurangan itu terjadi, kata Nurjaya, karena banyaknya personil pengamanan dan lamanya waktu sidang. Kapolda Bali Irjen Pol Made Mangku Pastika mengatakan jumlah personil untuk pengaman mencapai 3000 anggota polisi dan TNI serta 300 anggota pecalang. Sidang akan berlangung tiap Senin, Selasa, dan Kamis. Artinya, paling tidak akan memerlukan dana Rp 198 juta tiap minggu. Padahal sidang untuk keseluruhan tersangka bisa hingga satu tahun.
Karena itulah, Kapolda Bali, Kamis (hari ini) mengatakan akan mengurangi jumlah pasukan di persidangan selanjutnya. Sebab, menurut Pastika, selain mubazir juga karena pengamanan ini butuh stamina kuat. “Perlu dishift pengamanannya,” kata Pastika. Sebab, memang ketika sidang, terlihat para anggota pengaman bersenjata lengkap itu hanya duduk-duduk. Sementara tameng, pentungan, dan senapannya digeletakkan di lapangan rumput.