Kuta, Malaysia, Al-Qaeda

0 No tags Permalink 0

Al-Qaeda memberikan dana dalam peledakan bom di Kuta. Aliran dana dibuat tidak jelas.

Benarkah peledakan bom di Kuta 12 Oktober lalu hanya didanai oleh hasil perampokan emas di Banten oleh Kelompok Serang? Jawabnya, tidak! Sebab tidak mungkin peledakan sebesar itu hanya menggunakan uang hasil perampokan. Dan, Wan Min Wan Mat memberikan jawaban siapa yang mendanai peledakan yang memakan korban 202 orang itu.

Aliran dana itu tergambar melalui pengakuan Wan Min Wan Mat, salah satu tersangka kasus bom Bali yang berasal dari Malaysia. Dalam pemeriksaan yang berlangsung awal Januari lalu itu Wan Min mengaku memberikan dana kepada Ali Ghufron alias Muklas alias Sofwan. Uang tersebut diberikan secara bertahap. Pertama sebesar US$ 15.500 pada April 2002. Kedua sebesar US$ 10.000 dan 200.000 baht Thailland pada Mei 2002. Terakhir pada September 2002 sebesar US$ 5000.

Kepada penyidik (namanya Benny J Mamoto, orang Mabes Polri), Wan Min yang diduga sebagai bendahara Jama’ah Islamiyah (JI) itu mengaku mendapatkan uang tersebut dari Hambali dan Al-Qaeda. Al-Qaeda adalah organisasi yang dinyatakan Amerika Serikat sebagai jaringan teroris internasional. Untuk proses pembicaraan besarnya uang yang dibutuhkan, tempat penyerahan uang, dan siapa yang akan jadi kurir dibahas melalui surat elektronik (email). Fadli, misalnya, adalah anggota JI Malaysia yang dipercaya Wan Min untuk menemui Muklas di Johor, Malaysia dan memberikannya uang tersebut. Adapun Hambali memberikan uang pada Wan Min Wan Mat melalui Malik. Menurut Wan Min, uang itu diberikan oleh Hambali kepadanya untuk diberikan pada Muklas. Paridah binti Abas, warga Malaysia yang jadi istri Muklas pun mendapatkan titipan sebesar 3000 ringgit Malaysia dari Wan Min Wan Mat.

Oleh Muklas, uang itu kemudian dibagi kepada Imam Samudra, Idris, dan Amrozi untuk peledakan bom. Imam Samudra misalnya mendapatkan uang sebesar 200.000 baht Thailand untuk uang koordinasi. Uang ini dititipkan melalui Ilyas, lelaki asal Kudus yang menjadi anggota JI di Malaysia. Sehari-hari orang ini, Ilyas, adalah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang jadi buruh bangunan. Ketika dia mudik ke Indonesia, Ilyas dititipi uang tersebut. Sedangkan Idris mendapatkan Rp 10 juta untuk mencari kos. Terbukti bahwa Idris inilah yang kos di Jl Gatot Sbroto, Denpasar. Uang dengan besar yang sama juga diberikan kepada Imam Samudra melalui Idris itu tadi. Kos ini di Jl Pulau Menjangan yang juga jadi pusat komando persiapan peledakan bom di Kuta.

Amrozi pun mendapatkan bagian dari kakak kandungnya tersebut. Besarnya Rp 10 juta pada Agustus 2002. Uang ini digunakan membeli mobil Vitara untuk transportasi selama di Bali. Uang kedua sebesar Rp 15 juta pada September 2002 yang Rp 8 juta untuk membeli sepeda motor F1ZR. Sepeda motor ini digunakan mengebom di dekat Konjen Amerika Serikat Jl Raya Puputan Renon, Denpasar. Sisa uang Rp 7 juta untuk mengontrak rumah di Perumahan Istana Baru Sidoarjo. Hingga saat ini belum jelas untuk apa rumah di Sidoarjo ini.

Gambaran-gambaran dana itu didapatkan GATRA dalam berkas perkara Muklas yang diserahkan Senin pekan lalu. Berkas setebal 1.046 halaman itu diserahkan Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Bali Brigjen Herman Hidayat kepada Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Bali I Wayan Pasek Suarta di Kejati Bali. Dalam berkas itu Muklas dituduh sebagai perencana dan pemberi dana pengeboman.

Karena itu bapak dua anak tersebut dijerat dengan pasal  6, pasal 11, pasal 13 ayat (a), pasal 14, dan pasal 15 Perpu No 1 Tahun 2002 jo Pasal 1 Perpu No 2 Tahun 2002. Artinya, Muklas terlibat dalam seluruh proses mulai dari perencanaan, permufakatan, pemberi dana, pembantu, dan pelaku pengeboman tersebut. Karena itu dakwaan terhadap Muklas adalah minimal tiga tahun sampai hukuman mati.

Dalam berkas bernopol BP/o6/II/2003/Ditreskrim itu, jumlah saksi yang digunakan 72 orang dengan delapan diantaranya adalah saksi mahkota. Saksi mahkota ini antara lain Abdul Azis, Hernianto, Amrozi, Ali Imron, Utomo Pamungkas alias Mubarok, Bambang Setiono alias Saiful Suroso, Makmuri alias Muri, dan Muhammad Najib Nawawi alias Najib. Wan Min Wan Mat malah jadi saksi biasa termasuk istri Muklas Paridah binti Abas. Ada juga saksi keluarga korban dan saksi ahli tentang bom dari Puslabfor Polri dan Australia. Selain itu juga terdapat 39 halaman berisi foto-foto kerusakana di lokasi dan para korban.

Ada pun barang bukti yang memberatkan Muklas misal saja kepingan VCD antara lain Ceramah tentang Jihad, Duka Saparua, Penjajah Bosnia, Dokumen Januari 2000 tentang Ambon, Sketsa Jihad, Baderel Bona, Tragedi Pembantaian Muslim di Ambon, Missi Kemanusiaan Halmahera, 9.01.2000 Pasir Hitam, Teluk Galela, Dokumen Korban Ambon 23 Nopember 1999, dan Anjuran Jihad. Buku-buku ini disita dari tempat Muklas ditangkap di Klaten, Jawa Tengah 3 Desember 2002 lalu. Barang bukti lain adalah 8 butir peluru dan uang tunai Rp 2,9 juta.

Di berkas itu pun disebut-sebut nama Abu Bakar Ba’asyir, amir Pondok Pesantren Al-Mu’min, Ngruki, Solo. Nama itu muncul dari pengakuan Wan Min Wan Mat, Imam Samudra, Ali Imron, dan Amrozi. Wan Min Wan Mat yang kini ditahan di Tempat Tahanan Perlindungan Taring, Malaysia mengaku kenal Abu Bakar Ba’asyir pertama kali pada pertengahan 1993. Ketika itu dia mengenal Ba’asyir sebagai Pembantu Amir JI yang ketika itu diketuai Abdullah Sungkar alias Abdul halim. Mereka saling mengenal di Pondok Pesantren Lukmanul Hakim Ulun Tiram, Johor, Malaysia. Imam Samudra pun mengenal Ba’asyir ketika masih di Malaysia tersebut pada 1998. Samudra mengaku mengenal Ba’asyir sebagai orang yang sering memberikan ceramah dan dorongan agar melakukan jihad. Ali Imron kenal Ba’asyir dan Abdullah Sungkar sekitar 1993 menjelang keberangkatannya ke Kashmir. Ada pun Amrozi ketika di Malaysia juga di Indonesia bahkan sering menyediakan makanan kesukaan Ba’asyir: kare ayam.

Wan Min Wan Mat terakhir kali ketemu Ba’asyir pada Februari 2002 di Bangkok, Thailand. Di sebuah hotel, mereka mengadakan pertemuan tentang pergantian kepemimpinan JI Asia Tenggara. Hambali yang selama ini memegang dianggap sudah tidak aman posisinya karena dicari-cari polisi. Karena itu, Muklas dinyatakan sebagai pengganti Hambali. Pertemuan itu selain dihadiri Ba’asyir juga dihadiri Muklas, Hambali, Nordin Top, Dr Azhari, dan Zulkifli. Jadi, kata Wan Min, tidak mungkin kalau Ba’asyir tidak tahu pengeboman di Kuta.

Meski demikian polisi hingga saat ini belum menyatakan Ba’asyir sebagai tersangka dalam pengeboman di Kuta tersebut. Menurut Direktur Reserse dan Tindak Kriminal Polda Bali Kombes Eddy Kusuma Wijaya, belum ada bukti bahwa Ba’asyir terlibat. “Kalau dia (Abu Bakar Ba’asyir) sudah menjadi tersangka dalam kasus ini, akan diselidiki hubungannya dengan tersangka lain,” kata Eddy.

Toh, paling tidak, saat ini sudah jelas ada hubungan antara Kuta, Malaysia, dan Al-Qaeda. Tinggal siapa lagi setelahnya…

Comments are closed.