Ketika Pengacara Lawan Pangdam

3 No tags Permalink 0

Dituduh melanggar HAM, Pangdam laporkan pengacara ke polisi. Pengacara sibuk mencari dukungan.

Senin dua pekan lalu, Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) IX/Udayana Mayjen Agus Suyitno melaporkan Rizaldy Watruti ke Polda Bali. Rizaldy yang pengacara itu dituduh telah mencemarkan nama baik Pangdam pengganti Willem T da Costa tersebut. Pangdam diwakili anak buahnya di bagian Hukum Kodam (Kumdam) antara lain Cholid Ashari, Hudi Purnomo, Cokorda Gde Darma Putra, Satriyo NC, dan Hanifah Hidayatullah.

Pelaporan Pangdam itu sekaligus adalah “jawaban” atas pengaduan Rizaldy D Watruty kepada Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali. Sebelumnya, pada 7 April lalu, Rilzady D Watruty berkirim surat pada Ketua Komisi A DPRD Bali. Surat bernomor 035/RZL/Srt.Lap/IV/2003 itu terdiri dari tujuh poin. Namun bagian paling “pedas” justru pada poin ketujuh yaitu bahwa Pangdam IX/Udayana telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) atas klien Rizaldy yang bernama I Ketut Nurasa. Selain itu, menurut Rizaldy, Pangdam pun telah melakukan persidangan yang penu rekayasa dan tidak bertanggungjawab atas bukti-bukti kasus kliennya tersebut. Dengan alasan-alasan tersebutlah Rizaldy kemudian meminta kepada Ketua Komisi A DPRD agar melakukan hearing seputar kasus yang dialami kliennya, I Ketut Nurasa.

Letda I Ketut Nurasa, 41 tahun, adalah prajurit Kodam IX/Udayana yang didakwa menjadi otak pembunuhan berencana terhadap Alexander Simorangkir pada 13 Maret 1999. Hingga saat ini, Nurasa sehari-hari bertugas di Polisi Militer Kodam (Pomdam) IX/Udayana. Selain Nurasa juga ada empat tersangka lain yaitu dua rekan Nurasa di Kodam, Praka Putu Suarsana, 32 tahun, dan Serda Ketut Sugita, 33 tahun. Dua yang lain orang sipil yaitu I Made Widana dan Nyoman Gede.

Maka, Pangdam IX/Udayana (ketika itu) Willem T da Costa mengeluarkan Surat Keputusan Penyerahan Perkara (Skeppera) agar Mahkamah Militer III-14 Denpasar mengadili terdakwa I Ketut Nurasa dan dua prajurit lainnya. Berdasarkan Pasal 217 Undang-undang (UU) No 31/1997 tentang peradilan militer, Pangdam memang berhak mengeluarkan Skeppera ini serta menentukan oditur. Pada Desember 1999, untuk pertama kalinya Nurasa, Sugita, dan Suarsana tersebut diadili.

Pada 26 Juni 2000, Mahmil III-14 Denpasar memutuskan hukuman bahwa Nurasa, Sugita, dan Suarsana telah melakukan pelanggaran pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang menghilangkan nyawa orang lain. Nurasa diberikan hukuman mati, sedangkan Sugita dan Suarsana masing-masing diputus hukuman 17 tahun.

Atas keputusan Mahmil III-14 Denpasar ini, Nurasa kemudian mengajukan banding ke Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) III Surabaya. Melalui putusan No Put/41/Bdg/MMT-III/K/AD/XII/2000, putusan Mahmil III-14 Denpasar tersebut dinyatakan batal demi hukum oleh Mahmilti III Surabaya. Alasannya, selama proses penyidikan dan pemeriksaan terdakwa tidak pernah didampingi pengacara atau penasehat hukum. Padahal, berdasarkan Pasal 217 UU No 31/1997, tersangka atau terdakwa yang dituntut penjara 15 tahun atau lebih harus didampingi pengacara. Nyatanya Nurasa dan kawan-kawannya tidak pernah didampingi.

Setelah itu, kasus Nurasa mengendap. Hingga Pangdam IX/Udayana pun berganti dari sebelumnya Mayjen Willem T da Costa diganti Mayjen Agus Suyitno. Eh, awal April lalu kasus Nurasa kembali bergulir di Mahmil III-14 Denpasar.

Awalnya, melalui Skeppera Nomor Skep/444/VII/2002 Pangdam Mayjen Agus Suyitno menyatakan kasus pembunuhan atas Alexander Simorangkir harus digelar kembali. Dan, pada 14 April 2003 lalu, sidang pembunuhan itu pun digelar kembali dengan kasus yang sama.

Pangdam IX/Udayana melalui Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) Letkol Bambang Budi Lelono mengatakan dasar pengajuan kembali kasus ini karena putusan Mahmilti III Surabaya hanya pada formal acara, bukan pokok perkara. Hal ini diperkuat surat Mahkamah Agung RI No 2/TA-Ml/I/2002 yang mengatakan bahwa belum ada putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum. “Jadi pokok perkara itu sendiri masih bisa disidangkan,” kata mantan Dandim di Negara, Jembrana ini.

Nah, seminggu sebelum perkara itu disidangkan kembali, Rizaldy D Watruti selaku penasehat hukum I Ketut Nurasa berkirim surat yang kemudian jadi biang kerok perkara pangdam vs pengacara itu tadi.

Antara lain isi surat dari Rizaldy tersebut adalah bahwa pertama, kliennya telah dipaksa untuk disidang kembali untuk perkara yang sama (nebis in idem). Karena itu sidang tersebut penuh dengan rekayasa. Kedua, Pangdam tidak bertanggungjawab atas bukti-bukti pada persidangan sebelumnya. Bukti berupa mobil Suzuki Jimny (tempat pembunuhan) dan Opel Blazer (untuk membuang mayat), menurut Rizaldy telah dijual. Ketiga, Pangdam dengan seenaknya telah hanya mengizinkan terdakwa hanya didampingi dua pengacara. Padahal Nurasa Nurasa telah meminta didampingi lima pengacara. Karena itulah, seperti disebut sebelumnya, Rizaldy Watruti menuduh Pangdam telah melakukan pelanggaran HAM. Surat itu pun ditembuskan kepada presiden, Panglima TNI, Kasad TNI, Ketua Mahkamah Agung, Menkeh dan HAM, Ketua MPR, Ketua DPR, Gubernur Bali, Ketua DPRD Bali, Mahmilti Surabaya, dan Mahmil Denpasar.

Tentu saja Pangdam menolak tuduhan itu. Menurut Kapendam IX/Udayana Letkol Bambang Budi Lelono, asas nebis in idem tidak dapat dituduhkan atas pengajuan kembali kasus tersebut. “Sebab Mahmilti III Surabaya belum memeriksa pokok perkara,” katanya. Kedua, mobil-mobil barang bukti yang diajukan sejak awal memang palsu. (Sayang, kedua belah pihak tidak bisa memberikan bukti atas klaim masing-masing). Ketiga, Pangdam selaku yang mengeluarkan Skeppera memang mempunyai hak untuk menentukan siapa-siapa pengacara yang akan mendampingi terdakwa. Hal berdasarkan UU Peradilan Militer yang sudah disebutnya tadi. “Dia (Rizaldy) mungkin perlu membaca lagi KUHp,” katanya. Bambang juga mengatakan bahwa persidangan ini digelar kembali karena pihaknya mencium ada bau rekayasa atas pemeriksaan sebelumnya sehingga terdakwa tidak didampingi pengacara. “Dia (Nurasa) kan sarjana hukum dan penyidik, bisa jadi sengaja menggunakan celah itu,” kata Bambang.

Kini, kasus pembunuhan atas Alexander Simorangkir sudah “beranak”. Dari tuduhan pembunuhan oleh I Ketut Nurasa, bertambah dengan pencemaran nama baik oleh pengacaranya. Direktur Reserse dan Kriminal (Direskrim) Polda Bali Kombes Boy Salamudin mengatakan pihaknya belum menyelidik banyak kasus tuduhan pencemaran nama baik tersebut. “Kami baru meminta keterangan dari para pengacara Pangdam,” kata Boy yang baru menjabat sekitar dua bulan ini. Hingga saat ini pu, tambahnya, polisi belum menjadikan Rizaldy sebagai tersangka.

Rizaldy sendiri saat ini sedang melakukan penggalangan untuk tuduhan kepada Pangdam tersebut. Selasa pekan ini misalnya dia ke Lemhanas di Jakarta untuk konsultasi dengan salah seorang petinggi TNI. Bahkan, katanya, kalau sampai kasus ini berlanjut dia akan mencari dukungan dari organisasinya, Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).

3 Comments
  • KOMPARTA
    May 9, 2008

    Halaman Muka | Kontak Kami | Tentang Kami | Iklan | Arsip Edisi Jum’at, 09 Mei 2008

    Politik dan Keamanan
    Ekonomi dan Keuangan
    Metropolitan
    Opini
    Agama dan Pendidikan
    Nusantara
    Olah Raga
    Luar Negeri
    Assalamu’alaikum
    Derap TNI-POLRI
    Hallo Bogor

    Login

    Password

    Dunia Tasawuf
    Forum Berbangsa dan Bernegara
    Swadaya Mandiri
    Forum Mahasiswa
    Lingkaran Hidup
    Pemahaman Keagamaan
    Otonomi Daerah
    Lemb Anak Indonesia
    Parlementaria
    Budaya
    Kesehatan
    Pariwisata
    Hiburan
    Pelita Hati
    ..
    DATABASE Rumah Sakit
    ..

    NILAI TUKAR RUPIAH
    Source : http://www.klikbca.com
    Jual Beli
    USD 9200.00 9100.00
    SGD 6325.65 6236.65
    HKD 1187.90 1173.10
    CHF 7874.45 7769.45
    GBP 18868.05 18609.05
    AUD 8331.10 8203.10
    JPY 80.82 79.36
    SEK 1437.75 1407.65
    DKK 1776.20 1737.00
    CAD 9530.55 9376.55
    EUR 13145.74 12975.74
    SAR 2466.00 2426.00
    25-Okt-2007 / 15:41 WIB

    Merasa Dilecehkan, Advokat akan Praperadilankan Polisi
    [Politik dan Keamanan]
    Merasa Dilecehkan, Advokat akan Praperadilankan Polisi
    Jakarta, Pelita
    Sejumlah advokat berencana akan mempraperadilkan aparat Kepolisian Sektor Tebet terkait masalah dugaan pelecehan terhadap profesi pejabat publik (pengacara). Disamping itu, mereka juga akan melakukan aksi unjuk rasa ke institusi terkait dalam hal ini Kepolisian dan Kejaksaan.
    Proses itu bukan hanya persoalan warga negara dengan penegak hukum. Tapi juga menyangkut persoalan profesi (advokat) yang diperlakukan tidak wajar, kata pejabat publik (Pengacara) JJ Amstrong Sembiring, SH MH, di Jakarta, Kamis (1/5).
    Menurut dia, adanya tindakan yang tidak wajar tersebut terjadi ketika rekannya ingin menanyakan sejauh mana perkembangan pelimpahan berkas perkara terhadap kliennya yang bernama Haryanti Sutanto, SH, MKn yang mempunyai profesi sebagai Notaris/PPAT yang selanjutnya dalam hal ini selaku tersangka atas dugaan tindak pidana pencurian dalam keluarga.
    Serta perebutan tidak menyenangkan sebagaimana laporan polisi No Pol 545/VIII/K/2007 telah diajukan tanggal 3 Agustus 2007 ialah tidak jelas serta tidak adanya kepastian hukum yang dirasakan oleh klien kami terhadap tindak pidana yang telah dituduhkan kepadanya.
    Ketidakjelasan serta kepastian hukum tersebut terjadi sekitar enam bulan lamanya sejak pemeriksaan pertama tertanggal 22 Agustus 2007 dimana klien kami ini berstatus selaku tersangka sampai dengan 8 Febuari 2008.
    Dalam hal ini rekan kami mencoba melakukan pendampingan untuk mengetahui sejauh mana proses perkara dapat berjalan dengan baik. Tapi pada kenyataan polisi menghalang-halangi dan menghambat kerja advokat. Bahkan terjadi dorong-doronganan antara rekannya dengan pihak kepolisian. Ini ada apa? Seharusnya polisi kan membangun sebuah kemitraan yang positif, ungkapnya.
    Selanjutnya, pihaknya juga mempertanyakan kasus yang sudah berjalan P21 (lengkap) siap mengikuti proses pengadilan, dan bahkan masih juga ada pemanggilan-pemanggilan yang dianggapnya banyak konsideran hukum yang terkesan seperti dipaksakan yakni memanggil anak dibawah umum untuk dijadikan saksi.
    Ini juga ada apa diantara Kepolisian dan Kejaksaan? Lagi pula pemanggilan saksi terhadap anak yang masih dibawah umur kan bertentangan dengan UU 39 dan UU perlindungan anak, dan KUHAP.
    Dijelaskannya, sebenarnya kasus yang menimpa kliennya merupakan kasus ringan. Namun dalam perjalanannya menjadi kasus perdata yang seakan dikriminalisasi.
    Diungkapkannya, tindakan yang dilakukan aparapat Kepolisian Sektor Tebet tersebut dilaporkan kepada Kompolnas dan instansi terkait untuk menyikapi masalah tersebut. Namun hingga saat ini belum ada perkembangan dalam rangka menindaklanjuti masalah tersebut.
    Ini kami lakukan untuk mengingatkan bahwa ini bukan negara kekuasaan, tapi berdasarkan hukum. Dengan demikian aparatur hukum tidak bertindak berdasarkan kepentingan pribadi tapi berdasarkan atas UU. Kasus ini dapat saya simpulkan bahwa kasus Perdata yang dikriminalkan, tukasnya.
    Anggota LSM Advokat Watch, M Fajar menyatakan penelantaran kasus perkara merupakan hal yang sangat riskan dan dapat memberikan preseden buruk bagi masyarakat dalam mendapatkan supremasi hukum.
    Untuk itu, Fajar mengaku akan melakukan penekanan terhadap Kepolisian dan Pihak Kejaksaan dalam rangka melakukan penegakkan hukum, terutama untuk menghindarkan terjadinya proyek kasus yang dapat merugikan orang lain, dalam hal ini tidak adanya kejelasan hukum terhadap kasus itu sendiri.
    Dalam melakukan presser group ini, kita akan melakukan aksi unjuk rasa di Kepolisian dan Kejari Negeri Jaksel, tandasnya.
    Hal senada dikatakan Komunitas Mahasiswa Hukum Jakarta, Bimbi Tuankotta yang menyatakan mendukung langkah aksi unjuk rasa tersebut dalam rangka menegakkan keadilan dan supremasi hukum dari tangan-tangan yang ingin merugikan orang lain, melalui proyek kasus.
    Sementara, Ketua LSM Komparta Indonesia, Jhon mengimbau pihak institusi polisi dan Kejakssan harus profesional sebagai penegak hukum, terutama dalam menangani kasus. Dengan demikian kasus tersebut tidak terkatung-katung sehingga tidak ada kejelasannya. Apalagi ada ketidak adilan dalam proses penyidikan itu.
    Prosedur yang mereka lakukan tidak sesuai dengan koridor yang ada didalam KUHAP, seperti pemanggilan saksi di bawah umur. Seharusnya bisa lebih jeli dalam menangani kasus, katanya.(ay)

    Baca Komentar Beri Komentar
    Kirimkan Artikel Cetak Artikel

    Artikel sebelumnya

    • Penegakan HAM Jangan Didasari Kepentingan Asing
    • Presiden Kembali Minta Pengertian Rakyat
    • Ketua DPR Desak KPK Adil dan Geledah
    • KPK Harus Berani Geledah Istana Presiden
    • Penyelesaian HAM Masa Lalu Diimbau Tak Perkeruh Keadaan

    Halaman Muka | Politik dan Keamanan | Ekonomi dan Keuangan | Metropolitan | Opini | Agama dan Pendidikan | Nusantara | Olah Raga | Luar Negeri | Assalamu’alaikum | Derap TNI-POLRI | Hallo Bogor | Dunia Tasawuf | Forum Berbangsa dan Bernegara | Swadaya Mandiri | Forum Mahasiswa | Lingkaran Hidup | Pemahaman Keagamaan | Otonomi Daerah | Lemb Anak Indonesia | Parlementaria | Budaya | Kesehatan | Pariwisata | Hiburan | Pelita Hati
    DATABASE: Rumah Sakit | Puskesmas
    Redaksi Harian PELITA: redaksi@pelita.or.id
    Copyright © 2003 pelita.or.id
    design by gemari.or.id

  • KOMPARTA
    May 9, 2008

    HOME
    PUSAT DATA
    BERITA
    PRODUK DAN JASA

    Jum’at, 9 Mei 2008 Klinik I Agenda I Direktori I Hukumpedia I English version

    Berita

    Dilecehkan Polisi, Advokat Meradang
    [31/3/08]
    Merasa dilecehkan oleh petugas dari Polsek Tebet, seorang advokat melaporkan kasus itu Kapolsek Tebet dan induk organisasi advokat, AAI dan PERADI. Sayang, laporan ini masih dianggap angin lalu.

    M Nasro, seorang advokat, tak mampu menyembunyikan kekecewaannya. Hal itu bisa didengar dari nada suaranya, yang masih memendam rasa gundah. “Hingga hari ini, kasus saya masih nyangkut di Kapolsek Tebet,” ujarnya kepada hukumonline, Senin (31/3).

    Anggota Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) ini wajar jika kecewa. Laporan pelecehan terhadap dirinya yang dilakukan oleh Kanit Polsek Tebet Iptu Nurdin A.R seminggu silam, tak ada tanda-tanda akan ditindaklanjuti. Padahal, laporan itu diterima langsung oleh Kapolsek Tebet Komisaris Pol. Dodi Hermawan.

    Kekecewaan Nasro pun semakin bertambah, tatkala organisasi dimana dia aktif di dalamnya, AAI, juga tak memberikan respon positif. Laporan yang telah dilayangkannya pada Kamis (27/3) lalu belum juga memperlihatkan akan ditindaklanjuti. AAI tampaknya tidak tergerak untuk bertindak cepat. “Hari ini saya akan mengecek langsung ke kantor AAI, memastikan kelanjutan dari laporan saya. Sampai hari ini, pihak AAI belum ada reaksi kepada saya. Ini saya lakukan agar tidak tertunda-tunda lagi,” ujarnya.

    Seperti diketahui, peristiwa yang menimpa Nasro ini bermula pada 24 Maret lalu. Saat itu, Nasro yang didampingi koleganya, Muhammad Fajar datang ke Polsek Tebet. Mereka ingin menanyakan status kasus yang ditanganinya, yang ternyata masih terkatung-katung, lebih dari satu tahun tanpa kepastian penyelesaian.

    Nasro cs, adalah pengacara pengganti dari seseorang yang kasusnya masih nyangkut di Polsek Tebet. Sejak 1,5 bulan lalu, Nasro cs berniat mengambil langkah untuk segera menyelesaikan kasus ini karena kliennya tidak mau lagi dirugikan baik dari segi waktu maupun reputasi. Sayangnya, niat Nasro cs ini tidak disambut dengan kerjasama yang baik dari Polsek Tebet.

    Petugas yang hendak ditemui adalah Iptu Nurdin, yang menjabat sebagai Kanit Polsek Tebet. Nah, si petugas ini selalu berusaha menghindar, tidak mau bertemu dengan Nasro. Suatu ketika, ketika ada kesempatan, Nasro langsung menghampiri Iptu Nurdin yang hendak masuk ke ruangan penyidik. “Pada saat saya mendatangi beliau, suasananya masih banyak tamu. Begitu saya utarakan maksud dan tujuan saya, beliau langsung buru-buru masuk ruangan,” tutur Nasro.

    Sikap penolakan Iptu Nurdin ini yang membuat Nasro merasa dilecehkan. “Waktu itu, sebelum menutup pintu beliau mempertegas bahwa sudah tidak ada hubungan kecuali dengan surat lagi. Percuma ada perdebatan,” ujar Nasro menirukan ucapan Iptu Nurdin. “Pintunya ditutup cukup keras,” tambahnya.

    Sempat terkesima, Nasro langsung sadar bahwa apa yang telah dialaminya merupakan salah satu bentuk pelecehan terhadap profesi advokat, sama-sama aparat penegak hukum. “Saya merasa diperlakukan seperti binatang!” geram Nasro. ”Padahal kami disini untuk melakukan pembelaan. Dalam Pasal 8 Kode Etik Advokat Indonesia, kami (advokat dengan polisi, red) kan sejajar,” sergahnya.

    Kode Etik Advokat Indonesia

    Pasal 8 huruf a

    Profesi Advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile), dan karenanya dalam menjalankan profesi selaku penegak hukum di pengadilan sejajar dengan Jaksa dan Hakim, yang dalam melaksanakan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik ini.

    Amstrong Sembiring, rekan satu tim Nasro yang berhalangan hadir pada saat terjadi peristiwa itu, berasumsi, ”Mungkin mereka (Polsek Tebet, red) sentimen terhadap kami karena kami sebagai kuasa hukum klien menolak pemanggilan anak-anak kandung klien sebagai saksi karena kesemuanya masih di bawah umur”.

    Fajar menambahkan, pada kasus yang sedang ditanganinya, pihak kepolisian Tebet sudah pernah memanggil dan memasukkan kesaksian anak kandung tertua klien yang masih berumur 16 tahun ke dalam Berita Acara Pemerikasaan (BAP) ketika kasus tersebut masih dipegang advokat lain. Ketika kuasa dialihkan, Nasro menolak keras pemanggilan anak-anak kandung klien yang lain untuk menjadi saksi bagi pihak kepolisian, terutama karena kasus yang ditangani terkait masalah warisan, tidak menyangkut asusila maupun child-trafficking.

    Terkait apa yang dialaminya, Nasro menegaskan akan melayangkan laporan ke Kapolres, Kapolda, Kapolri, bahkan Presiden. ”Ini menyangkut hak saya sebagai seoranga advokat,” seru Nasro. “Bila seorang advokat dilecehkan seperti itu, dimana kekebalan hukum saya sebagai advokat? Padahal dalam UU Advokat ada imunitas bagi advokat dalam pembelaan (kliennya, red),” tambahnya.

    Fajar, yang melihat langsung peristiwa yang dialami Nasro menegaskan bahwa Iptu Nurdin yang menutup pintu. “Anggota yang lain tidak ikut-ikutan,” ujarnya. Hanya saja, lanjut Fajar, dirinya menyayangkan sikap Kapolsek Tebet yang terkesan membela anak buahnya, Iptu Nurdin.

    Selain mengadu ke AAI, Nasro mengaku telah mengadukan apa yang telah dialaminya kepada PERADI. Namun, Wakil Sekjen DPN PERADI Hasanuddin Nasution membantah adanya laporan Nasro ke PERADI. Bahkan, laporan itu juga belum nongol hingga Jumat (28/3). “Belum ada tuh,” tandasnya, Jumat (28/3).

    Jika memang ada anggota PERADI yang dilecehkan terkait profesinya, Hasanuddin menegaskan bahwa pihak PERADI akan berusaha membantu. “Berdasarkan UU Advokat kita punya jaminan kesetaraan meski pada prakteknya ada benturan. Selama ini, juga banyak kasus mengenai hal ini yang sudah kita tindaklanjuti. Hasilnya, setidaknya ada pengertian dari penegak hukum lain tentang profesi advokat. Syaratnya, profesi itu dijalankan dengan benar,” paparnya.

    “Pada dasarnya, advokat berhak menanyakan perkembangan kasus yang ditanganinya. Artinya, dia sedang menjalani profesinya. Dia berhak mendapat perlindungan dan Pasal 16 UU Advokat terkait imunitas harus diberlakukan,” tambah Hasanuddin

    UU Advokat

    Pasal 16

    Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.

    Sementara itu, sampai berita ini diturunkan hukumonline belum berhasil menemui Iptu Nurdin untuk mengkonfirmasi masalah dugaan pelecehan ini. Setiap kali hukumonline menghubungi Polsek Tebet, oleh petugas operator selalu ditegaskan bahwa Iptu Nurdin sedang operasi (dinas luar).

    Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol. Abubakar Nataprawira saat dikonfirmasi melalui telepon selularnya pada Jumat (28/3) menegaskan bahwa pihaknya belum mengetahui kasus yang melibatkan anggotanya. Ia mengatakan, kalau terjadi sesuatu peristiwa dengan anggota Polsek Tebet, biasanya langsung ditangani Polda Metro Jaya. ”Langsung ke Polda, tidak sampai ke Mabes Polri,” tandas Abubakar tanpa merinci lebih lanjut.
    (CRD/Rzk)

    Tanggapan

    Tidak ada data

    Nama :
    Password :

    [Daftar Disini] [Lupa Password]

    Aktual

    MA Tolak Permohonan Kasasi Rokhmin
    Majelis hakim agung pada tingkat kasasi menolak permohonan kasasi Mantan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri. Putusan Kasasi ini diputuskan hari ini, Kamis (8/5). Majelis hakim yang dipimpin oleh Iskandar Kamil ini memperkuat putusan pengadilan tinggi sehingga mantan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan ini harus tetap meringkuk di penjara selama tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta, subsider 6 bulan kurungan. Hukuman ini juga sama dengan putusan pengadilan tindak pidana korupsi tingkat pertama. Dalam…

    Terbaru

    [9/5/08] Berita :
    Surat Kuasa, Konsep Amanah yang (Sering) Salah Kaprah
    [9/5/08] Berita :
    Sidang KAP-PBB
    Sikap Kejaksaan Menjadi Sorotan
    [9/5/08] Berita :
    Mantan Anggota DPR Dibui
    (1 tanggapan)
    [9/5/08] Berita :
    Kalau Citizen Lawsuit Terlarang, Mestinya Hakim Juga Dilarang Menolak Perkara
    (2 tanggapan)
    [8/5/08] Berita :
    UU Pemilu Legislatif
    Hak Konstitusional Badan Hukum dan Perorangan, Samakah?
    [23/4/08] Wawancara :
    Hadiyanto: Perjanjian Penghunian Rumah Dinas Tidak Dijalankan
    [5/5/08] Fokus :
    Mengkritisi Revisi UU Pemda dari Ilmu Perundang-undangan
    [8/5/08] Profil :
    ‘Si Mobil Lecet’ yang Mengejar Posisi Hakim Agung
    (1 tanggapan)

    Isu Hangat

    Surat Kuasa
    Aset Negara
    Menuju Pemilu 2009
    Penangkapan Jaksa BLBI
    Perseroan Terbatas

    I Home I Tentang Kami I Redaksi I Mitra Kami I
    Informasi yang tersedia di http://www.hukumonline.com tidak ditujukan sebagai suatu nasehat hukum,
    namun hanya memberikan gambaran umum terhadap suatu informasi atau permasalahan hukum yang sedang dihadapi.
    Akses dan penggunaan situs ini tunduk pada Syarat dan Ketentuan © 2003

  • KOMPARTA
    May 11, 2008

    Halaman Muka | Kontak Kami | Tentang Kami | Iklan | Arsip Edisi Minggu, 11 Mei 2008

    Politik dan Keamanan
    Ekonomi dan Keuangan
    Metropolitan
    Opini
    Agama dan Pendidikan
    Nusantara
    Olah Raga
    Luar Negeri
    Assalamu’alaikum
    Derap TNI-POLRI
    Hallo Bogor

    Login

    Password

    Dunia Tasawuf
    Forum Berbangsa dan Bernegara
    Swadaya Mandiri
    Forum Mahasiswa
    Lingkaran Hidup
    Pemahaman Keagamaan
    Otonomi Daerah
    Lemb Anak Indonesia
    Parlementaria
    Budaya
    Kesehatan
    Pariwisata
    Hiburan
    Pelita Hati
    ..
    DATABASE Rumah Sakit
    ..

    NILAI TUKAR RUPIAH
    Source : http://www.klikbca.com
    Jual Beli
    USD 9200.00 9100.00
    SGD 6325.65 6236.65
    HKD 1187.90 1173.10
    CHF 7874.45 7769.45
    GBP 18868.05 18609.05
    AUD 8331.10 8203.10
    JPY 80.82 79.36
    SEK 1437.75 1407.65
    DKK 1776.20 1737.00
    CAD 9530.55 9376.55
    EUR 13145.74 12975.74
    SAR 2466.00 2426.00
    25-Okt-2007 / 15:41 WIB

    Komisi Kejaksaan dan Kepolisian Agar Tertibkan Perilaku Aparatur
    [Politik dan Keamanan]
    Komisi Kejaksaan dan Kepolisian Agar Tertibkan Perilaku Aparatur
    Jakarta, Pelita
    Sejumlah advokat mendesak Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Kejaksaan untuk menertibkan aparaturnya dari tindakan kotor dalam menangani kasus.
    Kami berharap Kompolnas dan Komisi Kejaksaan beri harapan besar bagi masyarakat dalam menyikapi prilaku polisi yang kurang baik, terlebih dalam merekayasa kasus yang dapat merugikan masyarakat, ujar Kuasa Hukum JJ Amstrong Sembiring,SH MH, di Jakarta, Kamis (8/5).
    Desakan Amstrong Sembiring tersebut disampaikan terkait dengan tindakan yang merugikan kliennya yang Haryanti Sutanto SH, MKn oleh oknum di Kepolisian Sektor Tebet dan Kejaksaan Negeri Selatan. Dalam hal ini, kliennya yang berstatus tersangka atas dugaan tindak pidana pencurian dalam keluarga tidak ada kejelasan hukumnya.
    Ketidakjelasan serta kepastian hukum tersebut terjadi sekitar enam bulan lamanya, sejak pemeriksaan pertama tertanggal 22 Agustus 2007 dengan 8 Febuari 2008. Sebenarnya kasus yang menimpa klien kami merupakan kasus ringan. Namun dalam perjalanannya menjadi kasus perdata yang seakan dikriminalisasi, tegasnya.
    Desakan yang sama juga disampaikan Kuasa hukum lainnya, M Nasro yang mengaku merasa profesinya dilecehkan oleh oknum di Kepolisian Sektor Tebet ketika ingin mengetahui perkembangan kasus kliennya yang ditetapkan sebagai tersangka pencurian anak kunci di rumahnya sendiri.
    Sebagai pengacara yang ingin mendampingi dan sekaligus membela klien, saya dihalang-halangi oleh pihak Kepolisian dalam mencari informasi. Proses itu bukan hanya persoalan warga negara dengan penegak hukum, tapi juga menyangkut persoalan profesi (advokat) yang diperlakukan tidak wajar, kata Nasro yang masih memendam rasa kecewa.
    Sementara, Haryanti yang berprofesi sebagai Notaris /PPAT dan juga Alumnus Magister Kenotariatan UI merasa kasusnya direkayasa.
    Saya dituduhkan mencuri anak kunci di rumah keluarga saya sendiri yang sebenarnya tidak saya lakukan. Parahnya lagi di dalam BAP bukti-bukti tersebut ternyata tidak sesuai, kata Hariyanti.
    Selain itu, kata Haryanti, dengan statusnya yang tidak jelas status hukumnya secara pribadi telah menimbulkan kerugian yang cukup besar terhadap profesinya.(ay)

    Baca Komentar Beri Komentar
    Kirimkan Artikel Cetak Artikel

    Artikel sebelumnya

    • Survei LSN: Tahun 2009, Publik Tak Butuh Pemimpin Plin-plan
    • SBY-Bill Gates Tidak Bahas Kerjasama
    • Presiden dari Jawa Saja
    • Pemerintah Bisa Nyatakan Ahmadiyah Non-Islam
    • RI Minta Dunia Tak Politisasi Bencana Myanmar

    Halaman Muka | Politik dan Keamanan | Ekonomi dan Keuangan | Metropolitan | Opini | Agama dan Pendidikan | Nusantara | Olah Raga | Luar Negeri | Assalamu’alaikum | Derap TNI-POLRI | Hallo Bogor | Dunia Tasawuf | Forum Berbangsa dan Bernegara | Swadaya Mandiri | Forum Mahasiswa | Lingkaran Hidup | Pemahaman Keagamaan | Otonomi Daerah | Lemb Anak Indonesia | Parlementaria | Budaya | Kesehatan | Pariwisata | Hiburan | Pelita Hati

    DATABASE: Rumah Sakit | Puskesmas

    Redaksi Harian PELITA: redaksi@pelita.or.id
    Copyright © 2003 pelita.or.id
    design by gemari.or.id