Dari Surfing Keliling Dunia

1 No tags Permalink 0

Sejak 9 tahun I Made Adi Putra tertarik surfing. Prestasinya hingga internasional. Saat ini juga jadi model iklan sebuah bank.

Lemari kaca itu berdiri di pojok tembok teras rumah berkeramik merah. Tingginya sekitar dua meter dengan kaca bening tembus padang. Berbagai penghargan berupa piala dapat dilihat lemari itu. Ada 12 piala penghargaan ada di dalamnya. Antara lain piala juara II Bali Open Contest pada 1997, juara I Bali Challenge pada 1995, juara I Padang-padang Grommets Challenge pada 1993, juara II Bali Grommets International Surfing pada 1997, juara I Open Class Serangan Local Challenge pada 2000, juara I Godwill Amateur Surfing Championship 2002-2003. Sisa piala yang di lemari kaca itu bertuliskan huruf Jepang.

Seluruh piala penghargaan itu didapat berkat kerja keras I Made Winada Adi Putra. Dia salah satu penghuni rumah di banjar Pande Mas, Desa Kuta, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali tersebut. Perkenalan anak muda kelahiran Kuta 5 Agustus 1980 itu dengan surfing karena rumahnya dekat pantai. Hanya sekitar 200 meter dari Pantai Kuta yang tersohor itu. Made, yang akrab dipanggil Bol, sering melihat pamannya Wayan Kandiyasa bermain surfing.

Dengan modal surfing pinjaman dari paman, Bol mulai belajar surfing sejak kelas IV SD. Kulitnya berubah hitam, gosong, dan mengelupas. Rambutnya menjadi kuning kemerahan. Ketika sekolah, dia sering dimarahi gurunya. “Gurunya mengira rambut Bol disemir,” kata I Nengah Jengel, bapak Bol.

Tak hanya guru di sekolah, di rumah pun Bol dimatrahi orangtuanya. Sebabnya karena terlalu sering main surfing sampai sekolah kadang-kadang dilupakan. Selain itu, orangtuanya juga takut akan terjadi apa-apa terhadpa anaknya. “Surfing kan termasuk berbahaya, Mas. Bagaimana kalau anak saya digulung ombak,” kata Ni Made Suniati, ibunya. Pertentangan antara orangtua dan anak pun terjadi.

Namun pandangan minor terhadap aktivitas Bol mulai berubah ketika dua tahun kemudian dia diundang ikut kontes surfing di Jepang. Made Adi Putra ketika itu masih kelas VI SD. Toh, dia keluar sebagai juara I tingkat umur di bawah 16 tahun. Padahal pesertanya dari berbagai negara.

Sejak itu, orangtuanya mulai bisa menerima aktivitas surfing Made Adi Putra. Guru di sekolahnya pun tak lagi melihat remeh. Satu per satu kontest surfing diikuti Bol. Mulai dari tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional. Dalam setiap kontest, Bol bisa dipastikan mendapat juara meski “hanya” keempat.

Selain berbagai piala di lemari kaca itu, prestasi lain yang ditulis dalam bentuk sertifikat adalah mulai Penghargaan atas Jasa dan Prestasi di Bidang Surfing pada 1997 dari Kecamatan Kuta, Penghargaan sebagai Atlit Terbaik se-Bali dari Gubernur Bali IB Oka (ketika itu) pada 1994, 1995, dan 1998 hingga Penghargaan sebagai Surfer Terbaik pada Hawaian International Surfing Contest di Kepulauan Hawai tahun ini.

Kalau toh tidak ikut perlombaan, Bol pun seringkali pergi ke berbagai tempat surfing untuk sekadar eksebisi. Dua pekan ini misalnya, Bol berada di Pulau Mentawai, Sumatera Barat untuk ikut eksebisi. [Tentang Mentawai ini, banyak sekali surfer di Bali, entah dari Jepang, Australia, Hawai, atau negara lain  yang mengatakan ombaknya sangat bagus. Tempat ini, konon, akan menjadi tempat surfing baru yang tersohor]. Tempat surfing di Indonesia yang pernah didatanginya antara lain Cimaja di Bandung Selatan, Pulau Nias di Sumatera Utara, Pulau Mentawai di Sumatera Barat, G Land di Banyuwangi, pantai Lake di Nusa Tenggara Timur. Sedangkan di luar negeri, sudah tak terhitung berapa kali Made Adi Putra ke Australia dan Jepang.

Toh, sekolahnya tidak pernah terganggu. Anak kedua dari tiga bersaudara itu bisa lulus sekolah pada waktunya. SD 7 Kuta dia lulus pas enam tahun. Sedangkan SMP di Sunari Loka Kuta lulus pada 1995 dan SMU Kuta Pura lulus pada 1998.

Sebagai warga adat pun Made Putra masih bisa ikut di kegiatan Sekeha Teruna Teruni (STT), semacam Karang Taruna, Sanggraha Yasa di rumahnya. Apalagi bapaknya, I Nengah Jangel juga pernah menjadi Kelian Adat di Banjar Pande Mas Kuta, tempat keluarga ini berada.

Kini, sehari-hari aktivitas Bol hanya, “Surfing, surfing, dan surfing,” kata ibunya. Bagaimana tidak. Sekitar pukul 5 pagi, ketika yang lain masih lelap, Made Adi Putra sudah berangkat ke pantai. Dia surfing di home break-nya di point Half Way Kuta. Lokasi ini adalah salah satu titik di Pantai Kuta yang dikenal paling bagus ombaknya untuk surfing.

Selesai surfing, biasanya sekitar pukul 11. Antara jam 11-13 dia kembali ke rumah. “Tapi kadang juga hanya duduk-duduk ngobrol dengan temannya di pantai,” tambah Suniati. Setelah jam 13 siang dia kembali naik turun ombak dengan papan selancarnya. Balik ke rumah biasanya antara jam 6 atau 7 malam. “Setelah itu dia langsung tidur,” ujar Suniati.

Tentu saja, Suniati dan Jangel mengaku bangga dengan apa yang dilakukan anaknya. Sebab selain karena prestasinya, Bol pun sudah mandiri. Bagaimana tidak, dia sudah dikontrak berbagai sponsor surfing. Saat ini, Bol masih terikat kontrak dengan Jungle Surf (toko peralatan surfing), Volcom (toko pakaian), Globe (produsen papan surfing), dan Squence. Sponsor terakhir itulah yang selalu membiayai Bol setiap kali ke luar negeri.

Dari berbagai sponsor itu, kata Suniati dengan sedikit menggumam, anaknya dapat uang Rp 4 juta tiap bulan. Apalagi saat ini Bol pun jadi model iklan BII alias Bank Internasional Indonesia. Kalau pernah lihat iklan bank ini di TV akan terlihat seorang surfer naik turun ombak dengan papan seluncurnya. Prestasi terakhir, Made Adi Putra masuk salah satu dari 13 pemuda mandiri versi Bank Mandiri. Untuk ini, Bank Mandiri sedang membuat video tentang 13 anak tersebut.

Dari sekian prestasi dan materi itu, ada hal sederhana yang membuat Jangel bangga. “Saya selalu terharu kalau dia menang kejuaraan lalu disalami pejabat,” kata wiraswasta ini.

1 Comment
  • ricky
    February 20, 2008

    mau tanya nih mas.dimana beli pakaian surfing lokal yang bisa online ?saya dari bandung nih….
    tx.